BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dikeluarkannya Fatwa Bunga Bank Haram dari MUI Tahun 2003 menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah.
Seiring dengan hal tersebut di atas, Lembaga Keuangan Syariah yang ruang lingkupnya mikro yaitu Baitul Maal wal Tamwil (BMT) juga semakin menunjukkan eksistensinya. Seperti halnya bank syariah, kegiatan BMT adalah melakukan penghimpunan (prinsip wadiah dan mudharabah) dan penyaluran dana (prinsip bagi hasil, jual beli dan ijarah) kepada masyarakat.
Penyaluran dana dengan prinsip jual beli dilakukan dengan akad murabahah, salam, ataupun istishna. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli yang paling dominan adalah murabahah. Berdasarkan data statistik perbankan syariah Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia pada awal tahun 2004, jual beli murabahah menunjukkan posisi lebih dari 50%.
Menurut Choudury, dominannya pembiayaan murabahah terjadi karena pembiayaan ini cenderung memiliki risiko yang lebih kecil dan lebih mengamankan bagi shareholder.
Pendapat yang dikemukakan Choudury di atas secara implisit menunjukkan bahwa walaupun pembiayaan murabahah begitu mendominasi praktek pembiayaan perbankan syariah, namun tetap ada risiko-risiko yang menyertainya. Adanya risiko pada pembiayaan murabahah inilah yang menimbulkan keingintahuan peneliti mengkaji lebih dalam tentang praktek pembiayaan murabahah yang selama ini begitu dominan pada perbankan syari’ah.
2. Tujuan Penelitian (Studi Kasus di BMT Punggur)
Adapun tujuan dari penelitian ini (Studi Kasus di BMT Punggur) adalah :
A. Mengetahui praktek pembiayaan murabahah pada BMT di Punggur.
B. Mengetahui risiko-risiko yang terkait dengan pembiayaan murabahah pada BMT di Punggur.
C. Mengetahui bagaimana cara BMT di Punggur dalam mengelola risiko yang terkait dengan pembiayaan murabahah.
D. Mengetahui bagaimana perspektif syariah terhadap praktek pembiayaan murabahah pada BMT di Punggur.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah penjualan dengan harga pembelian barang berikut untung yang diketahui. Dalam pengertian lain murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli
2.2. Landasan Syariah
Dalam fatwa Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah sebagai berikut:
A. Al-Qur’an : Al-Baqarah [2]:275.
B. Al-Hadits : Hadis Nabi dari Abu Said al-Khudri: Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.”(H.R. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
C. Ijma’ : (Ibnu Rusyd, , II/161; al-Kasani, V/220-222).
D. Kaidah Fikih : “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”.
2.3. Jenis Murabahah
Murabahah dapat dibedakan menjadi dua macam,yaitu : (1) Murabahah tanpa pesanan dan (2) Murabahah berdasarkan pesanan.
Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat mengikat dan murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat tidak mengikat. Sedangkan jika dilihat cara pembayarannya, maka murabahah dapat dilakukan dengan cara tunai atau dengan pembayaran tangguh.
2.4. Ketentuan Umum Murabahah
A. Jaminan dalam Murabahah
B. Uang Muka
C. Sanksi / Denda
2.5. Aplikasi Murabahah
Berikut ini adalah beberapa contoh transaksi murabahah dalam praktik :
A. Pengadaan Barang, misalnya kebutuhan sepeda motor untuk pegawai.
B. Persediaan Modal Kerja (modal kerja barang), dilakukan dengan transaksi sekali putus, bukan sekali akad dengan pembelian berulang-ulang.
2.6. Resiko dalam Murabahah
Risiko dalam pembiayaan murabahah diantaranya adalah :
A. Risiko yang terkait dengan barang
B. Risiko yang terkait dengan klien (nasabah)
C. Risiko yang terkait dengan pembayaran
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian lapangan (observasi) dengan menggunakan desain kualitatif berdasarkan Studi Kasus di BMT Punggur yang bersumber dari Warnet. Objek yang menjadi sasaran penelitian adalah risiko akad dalam pembiayaan murabahah secara konsep dan aplikasi pada BMT-BMT di Punggur. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif - analitis untuk mengetahui landasan konseptual dan aplikatif risiko akad dalam murabahah pada BMT-BMT di Punggur.
3.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan datanya menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara melalui Studi Kasus yang bersumber dari Warnet.
3.3. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini populasinya adalah BMT-BMT yang tergabung dalam suatu kesatuan PUSKOPSYAH “BMT MITRA NUGRAHA” yang terdiri dari 5 BMT anggota.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive random sampling (pengambilan sampel secara acak dan dengan pertimbangan), yaitu dari 5 BMT yang ada diambil secara proporsional berdasarkan aset yang dikelola oleh masing-masing BMT. Aset dari setiap BMT dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu besar (asetnya lebih dari satu milyar rupiah ) terdapat 1 BMT ; sedang (asetnya antara 500juta sampai dengan satu milyar rupiah) terdapat 2 BMT ; dan kecil (asetnya kurang dari 500juta rupiah) terdapat 2 BMT. Dari ketiga kategori ini diambil sampel secara acak (masing-masing kategori satu sampel).
3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada BMT-BMT anggota Pusat Koperasi Syariah (PUSKOPSYAH)11 “BMT MITRA NUGRAHA”, yaitu : BMT Dana Insani, BMT Amratani Sejahtera, dan BMT Bina Ihsanul Fikri (BIF) Nitikan. Penelitian ini dilakukan antara bulan Oktober 2006 – Maret 2007.
3.5. Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : Pertama, praktek murabahah pada BMT di Punggur. Kedua, mendeskripsikan kemudian. Ketiga, manajemen risiko pada BMT di Punggur. Keempat, melakukan penilaian berdasarkan konsep normatif murabahah.
BAB IV
HASIL PENELITIAN
4.1. Penentuan Akad
Ketiga BMT menentukan akad pembiayaan dengan terlebih dahulu menanyakan tujuan dari penggunaan dana tersebut. Pada BMT Dana Insani, jika anggota mengajukan pembiayaan untuk membeli barang (termasuk pembelian barang dagangan) maka pihak BMT akan menggunakan akad murabahah. Pada BMT BIF Nitikan, anggota biasanya mengajukan pembiayaan murabahah untuk keperluan : (1) menambah modal untuk membeli barang dagangan, (2) membeli kendaraan (misal : sepeda motor) untuk memperlancar usaha, (3)membeli barang konsumsi. Sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera, jika anggota mengajukan pembiayaan untuk membeli sesuatu maka dapat menggunakan akad murabahah, namun untuk pembiayaan tambah modal bagi pedagang yang digunakan adalah akad musyarakah. perputaran dana, nasabah dapat mengajukan pembiayaan mudharabah. Bank dan nasabah dapat berbagi hasil / keuntungan dengan memperkirakan perputaran rata-rata omzet pada tiap bulannya menggunakan akad mudharabah ketika memberikan pembiayaan tambah modal kepada anggotanya. Namun demikian menurut pengurus BMT Dana Insani, penggunaan akad mudharabah pada BMT sulit direalisasikan karena yang menjadi segmennya adalah masyarakat kecil yang minim pendidikan sehingga lebih mudah jika menggunakan akad murabahah.
4.2. Adanya Agunan
Sesuai dengan prosedur akad pembiayaan murabahah pada ketiga BMT di atas, pada setiap pembiayaan disyaratkan adanya agunan sebagai barang jaminan. Menggunakan agunan dalam hutang, menurut Qur’an (QS [2]:282) dan Sunnah, tidak dengan sendirinya tercela. Qur’an memerintahkan Muslim menulis kewajiban mereka dan jika perlu menggunakan agunan untuk hutang. Nabi dalam beberapa kesempatan memberikan kepada kreditor dengan agunan untuk hutang. Agunan adalah metode menjamin hak kreditor tidak dibayar, dan menghindari “makan hak orang lain tanpa ijin”. Namun demikian, menuntut agunan dilihat oleh pendukung perbankan Islam sebagai kendala arus keuangan bank kepada para pengusaha yang relatif berpendapatan rendah. Bank-bank Islam cenderung mengkritik bank-bank tradisional karena cenderung “orientasi agunan.”
4.3. Pengadaan Barang
Pada BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan, dalam akadnya disebutkan bahwa pembelian obyek murabahah diwakilkan kepada anggota. Hal ini menunjukkan bahwa dalam transaksi murabahah tersebut pihak BMT menyerahkan uang kepada nasabah (bukan barang) dengan alasan BMT memberikan kuasa kepada anggota untuk membeli barangnya sendiri. Hal ini merupakan salah satu alasan masyarakat yang mengatakan bank syariah / BMT tidak ada bedanya dengan bank konvensional. Sementara itu, pada BMT Amratani Sejahtera pembelian barangnya diusahakan oleh pihak BMT.
Salah satu ketentuan dasar penjualan adalah barangnya harus dimiliki oleh penjual ketika penjualan tersebut berlangsung. Ketentuan ini juga berlaku dalam penjualan dengan cara murabahah. Menjual barang yang tidak dimiliki adalah tindakan yang dilarang syariah karena termasuk. Para ulama syariah terdahulu telah memberikan alasan secara rinci mengenai pelarangan tersebut. Akan tetapi, beberapa ulama syariah modern menunjukkan bahwa konteks jual beli murabahah jenis ini di mana “belum ada barang” berbeda dengan “menjual tanpa kepemilikan barang.”
Apabila diperhatikan ketentuan fatwa Dewan Syariah Nasional No.4/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah, ketentuan pertama, butir 9 disebutkan bahwa “Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang dibeli, jadi secara prinsip barang tersebut menjadi milik bank”.
Dari ketentuan tersebut jelas bahwa akad murabahah dapat dilakukan jika barang tersebut secara prinsip telah menjadi milik bank jadi harus ada barangnya dahulu baru dilakukan akad murabahah, tidak diperkenankan melakukan akad murabahah jika tidak ada barangnya.
4.4. Uang Muka
Pada BMT Amratani Sejahtera karena pihak BMT yang mengusahakan untuk membeli barang murabahah maka disyaratkan adanya uang muka yang dapat diambil dari simpanan anggota yang mengajukan pembiayaan. Berbeda dengan BMT Amratani Sejahtera, uang muka tidak disyaratkan dalam transaksi murabahah di BMT Dana Insani karena pembelian barangnya diwakilkan kepada anggota. Sementara itu pada BMT BIF Nitikan, sebagian dana untuk pembelian barang dapat berasal dari anggota yaitu sebesar 30% dari harga pembelian barang sehingga pihak BMT tinggal menambahi sisanya. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia menjelaskan bahwa uang muka harus dibayarkan oleh nasabah kepada Bank Syariah, bukan kepada pemasok (PAPSI,2003). Jadi pembayaran terlebih dahulu kepada pemasok, yang lazim disebut dengan pendanaan sendiri ( ) tidak dapat dikategorikansebagai uang muka, bahkan banyak yang berpendapat barang yang dibeli dengan dana sebagian dari nasabah tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Fatwa DSN Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan pertama butir 4 yaitu : “Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,dan pembelian ini harus sah dan bebas riba”. Pembeli (pihak BMT) dibolehkan meminta pemesan (anggota) membayar uang muka atau tanda jadi saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pemesan yang menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh atas pesanannya tersebut. Bila kemudian pemesan menolak untuk membeli aset tersebut, biaya riil pembeli harus dibayar dari uang muka. Bila nilai uang muka tersebut lebih sedikit dari kerugian yang harus ditanggung pembeli, pembeli dapat minta kembali sisa kerugiannya kepada pemesan.
4.5. Sanksi/Denda
Dalam bank Islam, debitur hendaknya diberikan waktu untuk membayar jika ia tidak mampu membayar menurut perintah Qur’an, “jika debitur mengalami kesulitan, maka diberikan kelonggaran sampai ia mengalami kemudahan.”
Di dalam praktiknya, bank-bank Islam dengan dukungan Dewan Syariah mereka, telah mempersempit makna perintah al-Qur’an tersebut. Penerapan perintah tersebut secara umum, menurut bank-bank Islam, adalah celah potensial bagi para debitur mereka yang mungkin lalai untuk melunasi hutang mereka padahal mereka mampu melunasinya. Untuk menutup penyalahgunaan celah potensial ini, Dewan Syari’ah telah mengadopsi konsep ‘denda’ terhadap mereka yang tidak melunasi hutang tepat waktu, khususnya jika debitur mampu melunasinya.
Pada BMT Dana Insani, apabila anggota melakukan keterlambatanpembayaran angsuran dengan sengaja maka akan dikenakan sanksi berupa biaya operasional sebesar 1/1000 dari total pembiayaan. Dana ini kemudian akan dimasukkan ke dalam dana ZIS.
Sedangkan di BMT Amratani Sejahtera apabila akad perjanjian telah jatuh tempo namun anggota belum melunasi kewajibannya, maka anggota harus membayar biaya administrasi penagihan dan biaya ganti rugi kepada BMT. Biaya administrasi penagihan dan biaya ganti rugi ini besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan di awal antara anggota dan BMT. Dana yang merupakan denda tersebut akan dimasukkan ke dalam dana baitul maal.
Sementara itu di BMT BIF Nitikan apabila anggota menunggak pembayaran sebanyak tiga kali secara berturut-turut maka akan dikenakan sanksi berupa denda 3% kali saldo pokok pembiayaan dan denda tersebut dimasukkan ke dalam dana sosial (pihak BMT melakukan pendebetan terhadap rekening tabungan anggota tersebut).
4.6. Penghitungan Margin
Penentuan besarnya margin pembiayaan murabahah di BMT Dana Insani dipengaruhi oleh besarnya pembiayaan dan jangka waktu pembiayaan. Jangka waktu pembiayaan ini berpengaruh pada biaya operasional. Besarnya biaya operasional ini minimal sebesar 2% dari besarnya pembiayaan. Jadi supaya tidak rugi, penentuan margin di BMT Dana Insani harus lebih besar dari biaya operasional.32 Sementara itu di BMT Amratani Sejahtera, penentuan besarnya margin pembiayaan murabahah dipengaruhi oleh harga barang, proyeksi pendapatan per bulan, jangka waktu, dan uang muka / urbun. Margin yang diharapkan oleh pihak BMT adalah sebesar 20.000,- s/d 25.000 / 1 juta (2-2,5% per 1 juta) dari suatu pembiayaan.33 Sedangkan di BMT BIF Nitikan, penentuan besarnya margin pembiayaan murabahah dipengaruhi oleh besarnya biaya operasional (supaya tidak rugi, penentuan margin di BMT BIF Nitikan harus lebih besar dari biaya operasionalnya), harga tawar margin, laba/pendapatan anggota, kelancaran usaha anggota, jangka waktu, dan besarnya pembiayaan. Margin yang diterapkan di BMT BIF Nitikan berkisar antara 2,5-3%.
Jual beli boleh dilangsungkan dengan menggunakan harga waktu itu, dan boleh juga dengan harga ditangguhkan, demikian juga sebagian langsung sedang sebagian lagi ditangguhkan jika ada kesepakatan dari dua belah pihak. Pada BMT Dana Insani, BMT Amratani Sejahtera dan BMT BIF Nitikan penghitungan marginnya dipengaruhi oleh jangka waktu pembiayaan. Sesuai dengan uraian di atas, hal ini bukan merupakan sesuatu hal yang dilarang.
BAB V
PENUTUP
Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
A. Praktek pembiayaan murabahah pada BMT digunakan untuk pembelian barang konsumsi maupun barang dagangan (pembiayaan tambah modal) yang pembayarannya dapat dilakukan secara tangguh (jatuh tempo / angsuran).
B. Risiko yang pernah dialami ke tiga BMT dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah adalah :
1. BMT Dana insani dan BMT BIF Nitikan mengalami risiko penyalahgunaan dana oleh anggota, sedangkan BMT Amratani Sejahtera mengalami risiko tidak dapat membelikan barang yang dibutuhkan anggota.
2. BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan belum pernah mengalami risiko yang terkait dengan obyek yaitu karena pembelian barang diwakilkan kepada anggota. Sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera, tidak dapat membelikan barang yang dibutuhkan anggota jika barangnya anggota.
3. Ketiga BMT pernah mengalami risiko pembayaran yang kurang lancer dari anggota.
4. BMT Dana Insani belum pernah mengalami risiko yang terkait dengan anggota, sedangkan BMT Amratani Sejahtera pernah mengalami risiko penundaan pembiayaan. Sementara itu BMT BIF Nitikan pernah mengalami risiko pembatalan akad.
C. Ketiga BMT memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengelola risiko murabahah, yaitu :
1. Untuk mengelola risiko yang terkait dengan barang, BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan mewakilkan kepada anggota untuk membeli barangnya sendiri. Sementara itu, untuk menghindari risiko pembatalan pembelian barang karena adanya kerusakan / cacat pada barang , BMT Amratani Sejahtera akan memberikan diskon (mengurangi margin) kepada anggota supaya anggota tetap jadi membeli barang tersebut.
2. Untuk mengelola risiko yang terkait dengan pembayaran, ketiga BMT mensyaratkan adanya barang jaminan.
3. Untuk mengelola risiko yang terkait dengan anggota, BMT BIF Nitikan dan BMT Amratani Sejahtera mensyaratkan adanya uang muka.
D. Berdasarkan analisis yang telah dilaksanakan, terlihat bahwa sebagian besar konsep dan pelaksanaan pembiayaan murabahah pada ketiga BMT telah sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah, namun hal-hal yang dinilai belum memenuhi persyaratan akad murabahah yaitu dalam hal :
1. Penentuan akad.
BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan menggunakan akad murabahah untuk pembiayaan tambah modal, padahal dalam perdagangan umumnya ada perputaran dana sehingga BMT dan anggota dapat berbagi hasil / keuntungan. Sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera, pembiayaan tambah modal dilayani dengan akad musyarakah.
2. Pembelian barang.
Pada BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan, pembelian obyek atau barang murabahah dilakukan dengan cara mewakilkan kepada anggota, sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera pembelian barangnya diusahakan oleh pihak BMT.
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
A. Pihak BMT dapat menggunakan akad bagi hasil jika anggota mengajukan pembiayaan tambah modal.
B. Pembelian obyek murabahah sebaiknya dilakukan oleh pihak BMT, namun apabila pembelian diwakilkan kepada anggota maka harus ada klausul wakalah dan akad murabahah baru dilakukan setelah barang tersebut menjadi milik pihak BMT.
C. Risiko-risiko yang terkait dengan murabahah seharusnya diantisipasi lebih awal walaupun selama ini BMT belum pernah mengalaminya.
Corolla Sedan Terbaik
Mobil Sedan Corolla
Mobil Sedan Toyota
Mobil Sedan
Grand New Corolla Altis
Anda baru saja membaca artikel yang berkategori Materi Kuliah /
Semester II /
Semester III
dengan judul Contoh Makalah Murabahah Studi Kasus di BMT Punggur. Jangan lupa selalu kunjungi pbsstainmetro.blogspot.com, karena masih banyak artikel lainnya. Anda bisa bookmark halaman ini dengan URL http://pbsstainmetro.blogspot.com/2013/03/contoh-makalah-murabahah-studi-kasus-di.html. Terima kasih!
Buat Teman-Teman yang mempunyai Artikel dan ingin di posting di Blog ini. Silahkan kirim Artikelnya ke alamat email ini : pbsstainmetro7@gmail.com atau KLIK DISINI. Yang Nantinya akan Kami cantumkan Nama Pengirim tersebut. Artikel dari temen-temen sangat berpengaruh terhadap perkembangan Blog D3 Perbankan Syariah STAIN Jurai Siwo Metro ini.
Bagikan Artikel "Contoh Makalah Murabahah Studi Kasus di BMT Punggur" ini ke :
Ditulis oleh:
"Perbankan Syariah STAIN Metro"
-
Tuesday, 12 March 2013
Beri Komentar untuk : "Contoh Makalah Murabahah Studi Kasus di BMT Punggur" - D3 Perbankan Syariah STAIN Jurai Siwo Metro
Beri Komentar untuk : "Contoh Makalah Murabahah Studi Kasus di BMT Punggur" - D3 Perbankan Syariah STAIN Jurai Siwo Metro
Belum ada komentar untuk "Contoh Makalah Murabahah Studi Kasus di BMT Punggur"
Post a Comment