D3 Perbankan Syariah: keuangan syariah

Ads

Showing posts with label keuangan syariah. Show all posts
Showing posts with label keuangan syariah. Show all posts
Tuesday 4 December 2012

Belajar Laporan Keuangan Bank Syariah (PSAK 101)



Laporan keuangan Bank Syariah yang lengkap terdiri atas:
(a) Neraca
(b) Laporan Laba rugi
(c) Laporan arus kas
(d) Laporan perubahan Equitas
(e) Laporan perubahan dana investasi Terikat
(f) Laporan Rekonsiliasi Pendapatan dan Bagi Hasil
(g) Laporan Sumber dan Penggunaan dana zakat
(h) Laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan dan
(i) Catatan atas Laporan Keuangan.
Pertanyaan 1:
Apakah perbedaan mendasar antara PSAK Syariah dan AAOIFI dalam kerangka dasar penyusunan dan penyajian laporan keuangan syariah?
Kerangka dasar Penyusunan dan Penyajian Laporan Keuangan Syariah(PSAK) :
1. Penyusunan standar akuntansi keuangan syariah, dalam pelaksanaan tugasnya.
2. Penyusunan laporan keuangan, untuk menanggulangi masalah akuntansi syariah yang belum diatur dalam standar akuntansi keuangan syariah.
3. Auditor, dalam memberikan pendapat mengenai apakah laporan keuangan disusun sesuai dengan prinsip akuntansi syariah yang berlaku umum.
4. Para pemakai laporan keuangan, dalam menafsirkan informasi yang disajikan dalam laporan keuangan yang disusun sesuai dengan standard akuntansi keuangan syariah.
Kerangka dasar akuntansi AAOIFI mengeluarkan tujuan akuntansi keuangan untuk lembaga keuangan syariah adalah:
1. Dapat digunakan sebagai panduan bagi dewan standar untuk menghasilkan standar yang konsisten.
2. Tujuan akan membantu bank dan lembaga keuangan syariah untuk memilih berbagai alternatif metode akuntansi pada saat standar akuntansi belum mengatur.
3. Tujuan akan membantu untuk memandu managemen dalam membuat pertimbangan / judgement pada saat akan menyusun laporan keuangan.
4. Tujuan jika diungkapkan dengan baik akan meningkatkan kepercayaan pengguna serta meningkatkan pemahaman informasi akuntansi sehingga akhirnya akan meningkatkan kepercayaan atas lembaga keuangan syariah.
5. Penetapan tujuan yang mendukung penyusunan standar akuntansi yang konsisten. Ini seharusnya dapat meningkatkan kepercayaan pengguna laporan keuangan.
Pertanyaan 2:
Siapakah pengguna Laporan Keuangan Syariah?
Pemakai Kebutuhan menurut PSAK Syariah:
1. Investor sekarang dan Investor potensial (karena mereka akan memutuskan apakah akan membeli, menahan, atau menjual investasi atau penerimaan dividen.
2. Pemilik dana Qardh, untuk mengetahui apakah dana qardh dapat dibayar pada saat jatuh tempo.
3. Pemilik dana syirkah temporer, untuk pengambilan keputusan pada investasi yang memberikan tingkat pengembalian yang bersaing dan aman.
4. Pemilik dana titipan, untuk memastikan bahwa titipan dana dapat diambil setiap saat
5. Pembayar dan penerima zakat, infaq, sedekah, dan wakaf. Untuk informasi tentang sumber dan penyaluran dana tersebut.
6. Pengawas syariah, untuk menilai kepatuhan pengelolaan lembaga syariah terhadap prinsip syariah.
7. Karyawan, untuk memperoleh informasi tentang stabilitas dan profitabilitas entitas syariah.
8. Pemasok dan mitra usaha lainnya, untuk memperoleh informasi tentang kemampuan entitas membayar utang pada saat jatuh tempo
9. Pelanggan, untuk memperoleh informasi tentang kelangsungan hidup entitas syariah
10. Pemerintah serta lembaga-lembaganya, untuk memperoleh informasi tentang aktifitas entitas syariah, perpajakan, serta kepentingan nasional lainnya.
11. Masyarakat, untuk memperoleh informasi tentang kontribusi  entitas terhadap masyarakat dan negara.
Pemakai Laporan Keuangan menurut AAOIFI adalah:
Pemegang saham, pemegang investasi, Pemilik dana (bagi deposan Bank), Pemilik dana tabungan, Pihak yang melakukan transaksi bisnis, pengelola zakat, Pihak yang mengatur.
Perbankan Syariah STAIN Metro keuangan syariah, psak
Friday 12 October 2012

BI Pesimis Perbankan Syariah Rangkul Pangsa Pasar 5%

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mulai pesimistis industri perbankan syariah bisa memenuhi 5% pangsa pasar industri perbankan pada 2009 ini. Meski begitu BI masih percaya tahun ini perbankan syariah bisa tumbuh subur.

Deputi Gubernur BI Siti Ch. Fadjrijah menyebutkan, BI punya tiga perkiraan. Pertama, aset perbankan syariah mencapai Rp 127 triliun atau 5% dari total aset industri perbankan 2009.
Tapi angka ini bakal sulit tercapai karena pertumbuhan industri perbankan cenderung melambat. Apalagi sampai November 2008 saja aset bank syariah cuma Rp 47,18 triliun. "Perbankan syariah mengalami perlambatan sehingga susah untuk mencapai porsi 5% dari industri perbankan," tuturnya Rabu (28/1).

Perkiraan kedua, pertumbuhan aset perbankan syariah mencapai angka Rp 80 triliun sampai dengan Rp 90 triliun sampai dengan akhir 2009.

BI tampaknya lebih percaya perkiraan kedua ini yang akan terjadi. "Skenario ini cukup realistis karena di tahun ini ada BRI syariah dan Bukopin Syariah yang sudah pasti akan berkembang," tambahnya.

Menurut Siti, jika PT BRI Tbk dan PT Bank Bukopin Tbk menggunakan chanel mereka secara maksimal untuk mengembangkan bisnis, maka target pertumbuhan aset perbankan menjadi Rp 80-90 triliun akan mudah tercapai.

BI juga punya perkiraan terburuk yang mungkin terjadi pada tahun ini. Yakni jika krisis terus berlanjut, maka aset perbankan syariah tahun ini hanya mencapai Rp 65 triliun saja. Tapi Siti yakin tidak akan separah itu.

Tumbuh moderat

Optimisme BI dengan pertumbuhan bisnis bank syariah ini berasal dari rencana kerja bank syariah. PT Bank Syariah Mega Indonesia misalnya tahun ini punya target pertumbuhan bisnis yang relatif moderat.

Direktur Utama Bank Mega Syariah Beny Witjaksono mengatakan, pertumbuhan bisnis Bank Mega Syariah ditargetkan minimal 25%, atau sedikit di atas rata-rata perkiraan pertumbuhan bank konvensional yang sebesar 22%. "Tapi kami berharap bisa lebih tinggi lagi, dengan dorongan berbagai ekspansi tahun ini," tutur Beny (28/1).

Beny juga mengaku secara internal telah memiliki target pertumbuhan yang lebih tinggi dari 25%. Direktur Retail Banking Bank Mega Syariah Ani Murdiati menambahkan, secara internal Bank Mega Syariah menargetkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga bisa naik 123,1% dari posisi akhir 2008, sehingga menjadi Rp 5,8 triliun. "Sedangkan untuk pembiayaan, kami targetkan bisa mencapai Rp 4,5 triliun atau naik 125% dibanding posisi akhir 2008," tambahnya.

Tak jauh beda dengan Bank Mega Syariah, sebelumnya Bank Bukopin Syariah maupun Unit Usaha Syariah Bank Permata Tbk telah menargetkan pertumbuhan 25%-30% pada tahun ini. Bank Permata syariah ingin menyasar bisnis pembiayaan untuk usaha kecil mikro dan konsumsi. Sedangkan Bank Bukopin Syariah lebih dulu menyelesaikan konsolidasi dengan Unit Usaha Syariah Bank Bukopin.
Perbankan Syariah STAIN Metro keuangan syariah, Perbankan Syariah, Produk Bank Syariah

ARTIKEL SISTEM PERBANKAN SYARIAH

Definisi Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.



BEBERAPA PRINSIP/HUKUM YANG DIANUT OLEH SISTEM PERBANKAN SYARIAH ANTARA LAIN :
  1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

  2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.

  3. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.

  4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.

  5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Perbankan Syariah STAIN Metro keuangan syariah, Perbankan Syariah, Produk Bank Syariah
Friday 28 September 2012

PERBANKAN SYARIAH


Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang  beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu  pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III  tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan  dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dokumentasi tentang Perbankan Syariah:
  1. Outlook Perbankan Syariah 2011
  2. Program Akselerasi Perbankan Syariah (Zip File, 902 KB)
  3. Panduan Investasi Perbankan Syariah (Zip File, 945 KB)
  4. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah (Zip File, 237 KB)
  5. UU Republik Indonesia No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah
  6. Ikhtisar UU Republik Indonesia No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah
  7. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI 2003) (Zip File, 1.476 KB)
  8. APA SIH iB (ai-Bi)...??
  9. iB (ai-Bi) Melaju Dengan Strategi Baru
  10. Mengembangkan Usaha Dengan Pembiayaan Modal Kerja iB
  11. Menghitung Bagi Hasil iB
  12. Mobile Banking iB
  13. Multijasa iB : Solusi Kebutuhan Biaya Pendidikan
  14. Perbankan Syariah: Lebih Tahan Krisis Global
  15. Perkembangan Impresif iB (ai-Bi) Perbankan Syariah
  16. Daftar Produk Perbankan Syariah
  17. Dicari : SDM Multidimensi Untuk iB (ai-Bi)
  18. iB ( ai-Bi) : Gaya Hidup Baru Dalam Berbanking
  19. Kartu Kredit iB: Sesuai Syariah, Bisa Dipakai Di Seluruh Dunia
  20. Tabungan iB, Menabung Sekaligus Berinvestasi
  21. KPR iB : Beragam Pilihan Semuanya Menguntungkan
  22. Layanan iB Di Manapun, Mudah Dan Tetap Syariah
  23. Mari Berbagi Hasil Bersama iB
  24. Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah
Perbankan Syariah STAIN Metro keuangan syariah, Perbankan Syariah, Produk Bank Syariah

Sekilas dengan Lembaga Keuangan Syariah


Pada dasarnya perbuatan muamalat yang ditujukan untuk kebaikan hubungan berekonomi sesama manusia harus mengandung ciri untuk kemaslahatan umum. Oleh karena itu seharusnya kita melihat kehadiran sistem syariah dalam transaksi antar individu dan lembaga harus kita tempatkan dalam kontek pasar, yaitu karena adanya kebutuhan dan ketersediaan serta dipilih atas dasar pertimbangan rasional dan moral untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera lahir dan batin.

Karena perekonomian syariah dilandasi atas prinsip kesempurnaan kehidupan diantara kebutuhan lahiriah dan rohaniah dalam bertransaksi sesama hamba Allah maupun lembaga yang mereka buat, maka kerelaan atau “ridho” menjadi fundamen dasar setiap transaksi dua pihak atau lebih.
Perdebatan ekonomi syariah sering dipersempit dalam konteks pada “bunga bank” sebagai riba atau bukan, sementara dimensi lain selain “riba” kurang diberikan pembahasan secara seimbang. Selain “riba” terdapat dua aspek penting yakni unsur ada tidaknya judi atau “maisir” yang sangat berkaitan dengan aspek resiko dan ketidakpastian serta ada tidaknya unsur kecohan (tipuan) yang dikenal sebagai hal yang mengandung unsur “gharar”. Ketiga unsur yang menjadi dasar perbuatan transaksi atau “baia” mempunyai arti yang penting untuk menilai subtansi suatu transaksi dapat digolongkan memenuhi syarat syariah atau tidak.
Pengkajian ekonomi syariah secara umum masih didominasi oleh kupasan dari dimensi “fiqih” dan ”administrasi pembangunan” bukan kupasan ilmu ekonomi dan nilai subtansi ajaran islam dalam menjelaskan perilaku individu muslim sebagai pelaku ekonomi. Padahal beberapa kajian empiris oleh para ahli ekonomi juga telah banyak menemukan adanya perbedaan perilaku masyarakat muslim yang tercermin dalam tingkah laku ekonominya (Metwali).
Tantangan besar bagi para ekonom adalah terus mengkaji kedudukan moral ekonomi islam atau sistem ekonomi syariah dan bagaimana interaksi dengan sistem yang lain dalam dunia global.
Apabila kita simak secara mendalam ajaran berekonomi dalam Al-qur’an dilandasi oleh suatu sikap bahwa tiada pemisahan antara ekonomi dan keberagamaan seseorang. Mencari nafkah adalah bagian dari ibadah dan tiada pemisahan antara agama dan kehidupan dunia. Dari titik tolak ini akan melahirkan dua konsekuensi yaitu : pertama, perlunya pembentukan sikap oleh seorang individu akan penguatan hidup dan pencarian kebaikan di dunia atau dalam hubungannya dengan bumi dan alam; kedua, soal pemilihan pribadi, sampai dimana batas dan tujuannya. Konsekuensi dasar pertama memerlukan pada sikap keharusan hidup bersahaja yang menjadi dasar hidup seorang muslim untuk menghindari sikap hidup yang boros dan bermewah-mewahan. Dengan demikian prinsip kemanfaatan didasarkan atas pemenuhan kesejahteraan lahiriyah dan rohhaniah.

Jika prinsip ekonomi syariah sebagai dasar muamalat, maka seharusnya kita jangan buru-buru terpaku pada institusi. Institusi dengan berbagai karakter dan prinsip yang mengawal prakteknya pada akhirnya akan memberikan pilihan kepada masyarakat selaku pengguna untuk memilihnya. Dalam jual beli seorang calon pembeli mempunyai kesempatan untuk melakukan “khiyar” atau memilih. Pilihan dalam hal jasa institusi sudah barang tentu selain pertimbangan rasional juga atas dasar kaidah-kaidah syariah yang bersumber dari Wahyu Illahi yang ditujukan bagi kebaikan umat manusia.
Dalam kontek institusi, kita posisi penting perbankan dan LKM syariah dalam pengembangan UKM di Indonesia. Sebagaimana dimaklumi sektor usaha UKM pada umumnya berada di sektor tradisional dengan perkiraan resiko yang tidak lazim tersedia pada pengalaman perbankan konvensional. Sementara sistem bagi hasil justru menghindari prinsip mendapatkan untung atas kerjasama orang lain. Maka amatlah tepat jika format pengembangan lembaga keuangan dan Perbankan Syariah dapat diarahkan untuk mendukung pengembangan UKM. Dilihat dari pelakunya sistem perbankan syariah memberikan keyakinan lain akan terjaminya keamanan batin mereka. Hal yang terakhir ini sudah barang tentu memperkuat tingkat pengharapan dan keyakinan mereka akan keberhasilan usahanya.

Ekonomi syariah sangat pas untuk bisnis yang mempunyai ketidakpastian tinggi dan keterbatasan informasi pasar, apalagi apabila berhasil dibangun keterpaduan antara fungsi jaminan dan usaha yang memiliki resiko. Oleh karena itu berbagai dukungan untuk mendekatkan UKM dengan perbankan syariah adalah sangat penting dan salah satu strateginya adalah bagimana kita mampu menjalin keterpaduan sistem keuangan syariah. Hal inilah yang harus kita cari jawabnya. Keterpaduan sistem keuangan syariah menjadi unsur penting dalam menjadikan LK-syariah menjadi efektif, memiliki kemaslahatan tinggi terutama dalam kontek globalisasi dan otonomi daerah.
Perbankan Syariah STAIN Metro keuangan syariah

Sistem Keuangan Syariah


BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang
Dalam tiga dasawarsa terakhir, jumlah lembaga finansial Islam meningkat di atas 300, menyebar di 75 negara. Asetnya lebih dari USS 300 miliar dolar dan tumbuh rata-rata 15% per tahun. Meski pertumbuhannya fantastis namun perkembangan keuangan syariah tetap berada dibawah bayang-bayang keuangan kapitalis. Akan tetapi kehancuran ekonomi global yang secara garis besar menganut sistem ekonomi kapitalis memperlihatkan perlunya dilakukan perombakan radikal dan struktural dalam sistem finansial global.
Ambruknya kapitalisme yang didasarkan pada riba dan surat berharga dan bukan memperdagangkan barang di pasar merupakan bukti bahwa sistem itu mengalami krisis dan memperlihatkan bahwa filosofi ekonomi Islam mampu bertahan. Sebaliknya, sistem keuangan syariah justru bisa menjadi jawaban atas kekurangan keuangan kapitalis, terutama karena bisa meminimalkan risiko kerugian akibat sistem bunga berbunga, derivatif, dan aksi spekulasi dalam surat berharga.
Ini dimungkinkan karena lembaga keuangan syariah tidak membeli kredit, tetapi berfungsi mengelola aset nyata dan menyalurkannya pada sekor riil. Cara ini bisa memberikan perlindungan bagi lembaga keuangan dari ancaman lanjakan kredit macet, tidak seperti yang saat ini dialami oleh bank-bank Eropa dan AS, yang menganut sistem kapitalis. oleh karena itu dalam hal ini sangat diperlukan pemahaman lebih lanjut tentang sistem keuangan syariah itu sendiri.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah konsep memelihara harta kekayaan?
2.      Bagaimanakah memperoleh dan menggunakan harta dalam syariah?
3.      Apakah akad-akad dalam syariah?
4.      Apakah transaksi-transaksi yang dilarang dalam syariah?
5.      Bagaimanakah prinsip sistem keuangan syariah?
6.      Bagaimanakah instrumen keuangan syariah?

C.    Tujuan
1.      Untuk mengetahui apakah konsep memelihara harta kekayaan.
2.      Untuk mengetahui bagaimanakah memperoleh dan menggunakan harta dalam syariah.
3.      Untuk mengetahui apakah akad-akad dalam syariah.
4.      Untuk mengathui apakah transaksi-transaksi yang dilarang dalam syariah.
5.      Untuk mengetahui bagaimanakah prinsip sistem keuangan syariah.
6.      Untuk mengetahui bagaimanakah instrumen keuangan syariah.

BAB II
PEMBAHASAN


A.    KONSEP MEMELIHARA HARTA KEKAYAAN
1.      Anjuran Bekerja atau Berniaga
Islam menganjurkan manusia untuk bekerja atau berniaga, dan menghindari kegiatan meminta-minta dalam mencari harta kekayaan. Manusia memerlukan harta kekayaan sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari termasuk untuk memenuhi sebagian perintah Allah, seperti infak, zakat, pergi haji, perang (jihad) dan sebagainya.

2.      Konsep Kepemilikan
Kepemilikan harta kekayaan pada manusia terbatas pada kepemilikan kemanfaatannya selama masih hidup di dunia, dan bukan kepemilikan secara mutlak. Saat dia meninggal, kepemilikan tersebut berakhir dan harus didistribusikan kepada ahli warisnya, sesuai ketentuan syariah.

B.     PENGGUNAAN DAN PENDISTRIBUSIAN HARTA
Ketentuan syariah berkaitan dengan penggunaan harta, antara lain :
1.      Tidak boros dan tidak kikir
2.      Memberi infak dan shodaqoh
3.      Membayar zakat sesuai ketentuan
4.      Memberi pinjaman tanpa bunga (qarditul hasan)
5.      Meringankan kesulitan orang yang berutang

C.    AKAD / KONTRAK / TRANSAKSI
Akad adalah pertalian antara penyerahan (ijab) dan penerimaan (qabul) yang dibenarkan oleh syariah, yang menimbulkan akibat hukum terhadap objeknya. Menurut Abdul Razak Al-Shanhuri, akad adalah kesepakatan dua belah pihak atau lebih yang menimbulkan kewajiban hukum yaitu konsekuensi hak dan kewajiban, yang mengikat pihak-pihak yang terkait langsung maupun tidak langsung dalam kesepakatan tersebut.[1]
1.      Jenis Akad
a.       Akad tabarru’ yaitu segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi nirlaba. Transaksi ini pada hakikatnya bukan transaksi bisnis untuk mencari keuntungan komersial. Akad tabarru’ dilakukan dengan tujuan tolong-menolong dalam rangka berbuat kebaikan.
b.      Akad tijarah atau muawadah yaitu segala macam perjanjian yang menyangkut transaksi untuk laba. Akad ini dilakukan dengan tujuan mencari keuntungan, oleh karena itu bersifat komersial.

2.      Rukun dan Syarat Akad
Rukun dan syarat sahnya suatu akad ada tiga, yaitu :
a.       Pelaku
Pelaku yaitu para pihak yang melakukan akad (penjual) dan pembeli, penyewa, dan yang menyewakan, karyawan dan majikan, shahibul maal dan mudharib.
b.      Objek
Objek akad merupakan sebuah konsekuensi yang harus ada dengan dilakukannya suatu transaksi tertentu. Objek jual beli adalah barang dagangan. Objek mudharabah dan musyarakah adalah modal dan kerja. Objek sewa-menyewa adalah manfaat atas barang yang disewakan dan sebagainya.
c.       Ijab qabul
Ijab qabul merupakan kesepakatan dari para pelaku dan menunjkkan mereka saling ridha. Tidak sah suatu transaksi apabila ada salah satu pihak yang terpaksa melakukannya, dan oleh karenanya akad dapat menjadi batal.


D.    TRANSAKSI YANG DILARANG
1.      Aktivitas Bisnis Terkait Barang dan Jasa yang Diharamkan Allah
Merupakan aktivitas investasi dan perdagangan atau semua transaksi yang melibatkan barang dan jasa yang diharamkan Allah seperti babi, khamar atau minuman yang memabukkan, narkoiba, dan sebagainya.

2.      Riba
Riba berasal dari bahasa Arab yang berarti tambahan (al-ziyadah), berkembang (an-nuwuw), meningkat (al-irtifa’) dan membesar (al-‘uluw). Menurut Imam Sarakhzi, riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya padanan yang dibenarkan syariah atas penambahan tersebut.[2]

3.      Penipuan
Penipuan terjadi apabila salah satu pihak mengetahui informasi yang diketahui pihak lain dan dapat terjadi dalam empat hal, yaitu : dalam kuantitas, dalam kualitas, dalam harga, dan dalam waktu penyerahannya.

4.      Perjudian
Transaksi perjudian adalah transaksi yang melibatkan dua belah pihak atau lebih, dimana mereka menyerahkan uang atau harta kekayaan lainnya, kemudian mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan, kuis sms, tebak skor bola, atau media lainnya.
Pihak yang menang berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Sebaliknya, apabila dalam undian itu kalah, maka uangnya pun harus direlakan untuk diambil oleh yang menang.

5.      Transaksi yang Mengandung Ketidakpastian / Gharar
Syariah melarang transaksi yang mengandung ketidakpastian (ghara). Gharar terjadi ketika terdapat incomplete information, sehingga ada ketidakpastian antara dua belah pihak yang bertransaksi. Ketidakjelasan ini dapat menimbulkan pertikaian antara para pihak dan ada pihak yang dirugikan. Ketidakjelasan dapat terjadi dalam lima hal, yaitu : dalam kuantitas, kualitas, harga, waktu penyerahan, dan akad.

6.      Penimbunan Barang / Ihtikar
Penimbunan adalah membeli sesuatu yang dibutuhkan masyarakat, kemusian menimpannya, sehingga barang tersebut berkurang di pasaran dan mengakibatkan peningkatan harga.
Penimbunan seperti ini dilarang karena dapat merugikan orang lain dengan kelangkaannya atau sulit didapat dan harganya yang tinggi. Dengan kata lain, penimbun mendapatkan keuntungan yang besar di bawah penderitaan orang lain.

7.      Monopoli
Alasan larangan monopoli sama dengan larangan penimbunan barang, walaupun seorang monopolis tidak selalu melakukan penimbunan barang. Monopoli, biasanya dilakukan dengan membuat entry barrier untuk menghambat produsen atau penjual masuk ke pasar agar ia menjadi pemain tunggal di pasar dan dapat menghasilkan keuntungan yang tinggi.

8.      Rekayasa Permintaan (Bai’an Najsy)
An-Najsy termasuk dalam kategori penipuan, karena merekayasa permintaan dimana satu pihak berpura-pura mengajukan penawaran dengan harga yang tinggi, agar calon pembeli tertarik dan membeli barang tersebut dengan harga yang tinggi.

9.      Suap
Suap dilarang karena suap dapat merusak sistem yang ada di dalam masyarakat sehingga menimbulkan ketidakadilan sosial dan persamaan perlakuan. Pihak yang membayar suap pasti akan diuntungkan dibandingkan yang tidak membayar.
10.  Penjual Bersyarat / Ta’alluq
Ta’alluq terjadi apabila ada dua akad saling dikaitkan dimana berlakunya akad pertama tergantung pada akad kedua, sehingga dapat mengakibatkan tidak terpenuhinya rukun (sesuatu yang harus ada dalam akad) yaitu objek akad.

11.  Pembelian Kembali oleh Penjual dari Pihak Pembeli (Bai’al Inah)
Misalnya, A menjual secara kredit pada B kemudian A membeli kembali barang yang sama dari B secara tunai. Dari contoh ini, kita lihat ada dua pihak yang seolah-olah melakukan jual-beli, namun tujuannya bukan untuk mendapatkan barang, melainkan A mengharapkan untuk mendapatkan uang tunai sedangkan B mengharapkan kelebihan pembayaran.

12.  Jual Beli dengan Cara Talaqqi Al-Rukban
Jual beli dengan cara mencegat atau menjumpai pihak penghasil atau pembawa barang perniagaan dan membelinya, dimana pihak penjual tidak mengetahui harga pasar atas barang dagangan yang dibawanya, sementara pihak pembeli mengharapkan keuntungan yang berlipat dengan memanfaatkan ketidaktahuan mereka.

E.     PRINSIP SISTEM KEUANGAN SYARI’AH
Adapun prinsip sistem ekonomi Islam sebagaimana diatur melalui Al-qur’an dan As-sunnah adalah sebagai berikut :
1.      Pelarangan riba.
2.      Pembagian risiko.
3.      Tidak menganggap uang sebagai modal potensial.
4.      Larangan melakukan kegiatan spekulatif.
5.      Kesucian kontrak.
6.      Aktivitas usaha harus sesuai syariah


F.     INSTRUMEN KEUANGAN SYARI’AH
Instrumen keuangan syariah dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1.      Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract.
a.       Mudharabah
Mudharabah adalah suatu perkongsian antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan dana, dan pihak kedua (mudharib) bertanggung jawab atas pengelolaan usaha.[3] Keuntungan dibagikan sesuai dengan ratio laba yang disepakati bersama, dan kerugian hanya ditanggung pemilik dana sepanjang tidak ada unsur kesengajaan dan kelalaian oleh mudharib.
b.      Musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama yang terjadi antara para pemilik modal untuk menggabungkan modal dan melakukan usaha secara bersama dalm suatu kemitraan, dengan nisbah bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung secara proporsional sesuai dengan kontribusi modal.[4]
2.      Akad jual beli atau sewa-menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty contract.
a.       Murabahah
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan biaya perolehan dan keuntungan yang disepakati antara oenjual dan pembeli.
b.      Salam
Salam adalah transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Barang diserahkan secara tangguh, sedangkan pembayarannya dilakuakan secara tunai.


c.       Istishna’
Istishna’ memiliki sistem yang mirip dengan saham, namun dalam istishna’ pembayaran dapat dilakukan di muka, cicilan dalam beberapa kali atau ditangguhkan selama jangka waktu tertentu.
d.      Ijarah
Ijarah adalah akad sewa-menyewa antara pemilik objek sewa dan penyewa untuk mendapatkan manfaat atas objek sewa yang disewakan.
3.      Akad lainnya
a.       Sharf
Sharf adalah perjanjian jual beli suatu valuta dengan valuta lainnya. Transaksi jual beli mata uang asing dapat dilakukan baik dengan sesama mata uang yang sejenis maupun yang tidak sejenis.
b.      Wadiah
Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik individu maupun badan hukum yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja si penyimpan mengehndakinya.[5]
Wadiah dapat didefinisikan sebagai akad penitipan dari pihak yang mempunyai uang atau barang kepada pihak yang menerima titipan dengan catatan kapanpun titipan diambil pihak pertama titipan wajib menyerahkan kembali auang atau barang titipan tersebut.[6]
c.       Qardhul Hasan
Pinjaman yang tidak mempersyaratkan adanya imbala, waktu pengembalia pinjaman ditetapkan bersama antara pemberi dan penerima pinjaman.
d.      Al-Wakalah
Wakalah adalah  mewakilkan suatu urusan kepada orang lain untuk bertindak atas namanya. Dengan kata lain wakalah dapat diartikan sebagai jasa pemberian kuasa dari satu pihak ke pihak lain, dan untuk jasanya itu, yang dititipkan dapat memperoleh fee sebagai imbalan.
e.       Kafalah
Kafalah adalah perjanjian pemberian jaminan atau penanggungan atas pembayaran utang satu pihak pada pihak lain.
f.       Hiwalah
Hiwalah adalah pengalihan utang atau piutang dari pihak pertama kepada pihak lain atas dasar saling mempercayai. Dengan kata lain, hiwalah adalah proses pemindahan tanggung jawab pembayaran hutang dimana A mempunyai hutang ke C dan dalam waktu yang sama, B mempunyai hutang ke A, atas persetujuan bersama B melunasi hutang A ke C.
g.      Rahn
Rahn merupakan sebuah perjanjian pinjaman dengan jaminan asset berupa penahanan harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya.















BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
  1. Konsep Memelihara Harta Kekayaan, meliputi:
a.       Anjuran bekerja atau berniaga
b.      Konsep kepemilikan
  1. Penggunaan dan Pendistribusian Harta Berdasarkan Ketentuan Syariah, meliputi:
a.       Tidak boros dan tidak kikir
b.      Memberi infak dan shodaqoh
c.       Membayar zakat sesuai ketentuan
d.      Memberi pinjaman tanpa bunga (qarditul hasan)
e.       Meringankan kesulitan orang yang berutang
  1. Akad atau kontrak atau transaksi
a.       Jenis Akad, meliputi akad tabarru’ dan akad tijarah atau muawaddah.
b.      Rukun Akad, meliputi pelaku, objek, dan ijab qabul.
4.      Transaksi yang dilarang dalam syariah, meliputi: aktivitas bisnis terkait barang dan jasa yang diharamkan Allah, riba, penipuan, perjudian, transaksi yang mengandung ketidakpastian / gharar, penimbunan barang / ihtikar, monopoli, rekayasa permintaan (bai’an najsy), suap, penjual bersyarat / ta’alluq, pembelian kembali oleh penjual dari pihak pembeli (bai’al inah), dan jual beli dengan cara talaqqi al-rukban.
5.      Prinsip sistem keuangan syari’ah, meliputi: pelarangan riba, pembagian risiko, tidak menganggap uang sebagai modal potensial, larangan melakukan kegiatan spekulatif, kesucian kontrak, dan aktivitas usaha harus sesuai syariah.
6.      Instrumen keuangan syari’ah
a.       Akad investasi yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk uncertainty contract, meliputi: mudharabah, musyarakah.
4.      Akad jual beli atau sewa-menyewa yang merupakan jenis akad tijarah dengan bentuk certainty contract, meliputi : murabahah, salam, istishna’, dan ijarah.
5.      Akad lainnya, meliputi: sharf, wadiah, qardhul hasan, al-wakalah, kafalah, hiwalah, dan rahn.



[1] Siti Nurhayati, Akuntansi Syariah di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2009), hal. 70.
[2] Ibid, hal. 73.
[3] Muhammad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah, (Yogyakarta: UII Press, 2005), hal. 13-14.
[4] Siti Nurhayati, Op Cit, hal. 85.
[5] www.bataviase.co.id
[6] Siti Nurhayati, Op Cit, hal. 86.
Perbankan Syariah STAIN Metro keuangan syariah, Materi Kuliah

Klik Like yaaa..?