D3 Perbankan Syariah: Produk Bank Syariah

Ads

Showing posts with label Produk Bank Syariah. Show all posts
Showing posts with label Produk Bank Syariah. Show all posts
Friday 12 October 2012

Sistem Kliring di Indonesia

Di era tahun 1990-an sempat beredar isu ada satu bank swasta nasional yang diberitakan mengalami kalah kliring besar. Dan kondisi panik pun menerpa masyarakat khususnya mereka yang memiliki dana di bank tersebut. Untunglah ada tulisan di sebuah media massa nasional yang menegaskan bahwa kalah kliring dalam aktifitas perbankan itu sesuatu yang biasa. Bisa saja di satu hari sebuah bank mengalami kalah kliring besar, tapi keesokan harinya justru mengalami kondisi sebaliknya. Kepanikan nasabahpun mereda. Lalu apa yang dimaksud dengan kalah kliring ?
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, arti kliring adalah pertukaran warkat (bisa berupa cek, giro/bilyet, nota debet/kredit dan lainnya) atau data keuangan elektronik antar peserta (bank) kliring baik atas nama peserta (bank) maupun atas nama nasabah peserta yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Jadi, jika ada peserta (bank) kliring yang mengalami kalah kliring itu artinya bank tersebut mendapat banyak kewajiban pembayaran ke sejumlah peserta (bank) kliring lainnya yang tak sebanding dengan hak (tagihan) pembayaran pada satu hari kerja kliring.
BI sebagaimana diamanatkan UU No.23 Tahun 1999 tentang BI yang telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004, mendapatkan tugas mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran (Pasal 8 butir b). UU ini juga memberi mandat ke BI untuk menyelenggarakan sistem kliring antarbank dalam mata uang rupiah dan valuta asing (pasal 16). Posisi BI adalah selaku penyelenggara sistem kliring. BI juga bisa menunjuk pihak lain selaku pelaksana kliring antarbank jika di daerah itu tidak ada kantor Bank Indonesia. Misalnya, BI menunjuk sebuah bank di kota Magelang sebagai pelaksana kliring di wilayah tersebut.
Lalu mengapa BI menyelenggararakan sistem kliring antar bank? Jawabnya untuk mempermudah cara pembayaran dalam rangka memperlancar transaksi perekonomian dengan perantaraan perbankan sebagai peserta kliring dan BI sebagai penyelenggara kliring. Dengan adanya kliring antarbank diharapkan pemakaian alat-alat lalu lintas pembayaran giral (cek, bilyet giro, nota debet, nota kredit dan lainnya) akan meningkat. Dari sini diharapkan akan terjadi lonjakan pula simpanan dana masyarakat di bank yang nantinya dapat dipakai untuk membiayai sektor-sektor produktif di masyarakat.
Sistem kliring yang dilaksanakan BI saat ini sudah dapat berlangsung secara nasional melalui Sistem Kliring Nasional BI (SKNBI). Maksudnya, proses kliring baik kliring debet maupun kliring kredit yang penyelesaian akhirnya dilakukan secara nasional. Selain itu ada tiga sistem kliring lain yang lazim dikenal, yakni Sistem manual, Sistem Semi Otomasi, dan Sistem Otomasi. Kliring manual adalah penyelenggaraan kliring lokal yang dalam perhitungan, pembuatan bilyet saldo kliring serta pemilihan warkat dilakukan secara manual oleh setiap peserta kliring. Perhitungan kliring didasarkan pada warkat yang dikliringkan oleh peserta kliring.
Sedangkan sistem semi otomasi adalah kliring lokal yang perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dilakukan secara otomasi melalui alat bantu komputer. Namun pemilihan warkat tetap dilakukan secara manual oleh bank peserta kliring. Sementara sistem kliring lokal yang dalam perhitungan dan pembuatan bilyet saldo kliring dan pemilahan warkat dilakukan secara otomatis dengan bantuan komputer.
Dalam proses kliring terkadang ada warkat (bilyet giro atau cek) yang dikeluarkan seorang nasabah bank (penarik) ditolak oleh bank (tertarik) karena sejumlah sebab. Alasan yang kerap muncul adalah karena di rekening si penarik tak cukup dana untuk melakukan proses kliring. Jika si penarik tadi mengeluarkan kembali bilyet giro atau cek yang tak disertai dana yang cukup akan dikenakan sanksi masuk daftar hitam. Konsekuensi seseorang masuk dalam daftar hitam, ia tak bisa membuka rekening giro di bank manapun di satu wilayah untuk kurun waktu tertentu.

Download lengkap file pdf : sistemkliringbankindonesia1

Perbankan Syariah STAIN Metro Perbankan Syariah, Produk Bank Syariah

BI Pesimis Perbankan Syariah Rangkul Pangsa Pasar 5%

JAKARTA. Bank Indonesia (BI) mulai pesimistis industri perbankan syariah bisa memenuhi 5% pangsa pasar industri perbankan pada 2009 ini. Meski begitu BI masih percaya tahun ini perbankan syariah bisa tumbuh subur.

Deputi Gubernur BI Siti Ch. Fadjrijah menyebutkan, BI punya tiga perkiraan. Pertama, aset perbankan syariah mencapai Rp 127 triliun atau 5% dari total aset industri perbankan 2009.
Tapi angka ini bakal sulit tercapai karena pertumbuhan industri perbankan cenderung melambat. Apalagi sampai November 2008 saja aset bank syariah cuma Rp 47,18 triliun. "Perbankan syariah mengalami perlambatan sehingga susah untuk mencapai porsi 5% dari industri perbankan," tuturnya Rabu (28/1).

Perkiraan kedua, pertumbuhan aset perbankan syariah mencapai angka Rp 80 triliun sampai dengan Rp 90 triliun sampai dengan akhir 2009.

BI tampaknya lebih percaya perkiraan kedua ini yang akan terjadi. "Skenario ini cukup realistis karena di tahun ini ada BRI syariah dan Bukopin Syariah yang sudah pasti akan berkembang," tambahnya.

Menurut Siti, jika PT BRI Tbk dan PT Bank Bukopin Tbk menggunakan chanel mereka secara maksimal untuk mengembangkan bisnis, maka target pertumbuhan aset perbankan menjadi Rp 80-90 triliun akan mudah tercapai.

BI juga punya perkiraan terburuk yang mungkin terjadi pada tahun ini. Yakni jika krisis terus berlanjut, maka aset perbankan syariah tahun ini hanya mencapai Rp 65 triliun saja. Tapi Siti yakin tidak akan separah itu.

Tumbuh moderat

Optimisme BI dengan pertumbuhan bisnis bank syariah ini berasal dari rencana kerja bank syariah. PT Bank Syariah Mega Indonesia misalnya tahun ini punya target pertumbuhan bisnis yang relatif moderat.

Direktur Utama Bank Mega Syariah Beny Witjaksono mengatakan, pertumbuhan bisnis Bank Mega Syariah ditargetkan minimal 25%, atau sedikit di atas rata-rata perkiraan pertumbuhan bank konvensional yang sebesar 22%. "Tapi kami berharap bisa lebih tinggi lagi, dengan dorongan berbagai ekspansi tahun ini," tutur Beny (28/1).

Beny juga mengaku secara internal telah memiliki target pertumbuhan yang lebih tinggi dari 25%. Direktur Retail Banking Bank Mega Syariah Ani Murdiati menambahkan, secara internal Bank Mega Syariah menargetkan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga bisa naik 123,1% dari posisi akhir 2008, sehingga menjadi Rp 5,8 triliun. "Sedangkan untuk pembiayaan, kami targetkan bisa mencapai Rp 4,5 triliun atau naik 125% dibanding posisi akhir 2008," tambahnya.

Tak jauh beda dengan Bank Mega Syariah, sebelumnya Bank Bukopin Syariah maupun Unit Usaha Syariah Bank Permata Tbk telah menargetkan pertumbuhan 25%-30% pada tahun ini. Bank Permata syariah ingin menyasar bisnis pembiayaan untuk usaha kecil mikro dan konsumsi. Sedangkan Bank Bukopin Syariah lebih dulu menyelesaikan konsolidasi dengan Unit Usaha Syariah Bank Bukopin.
Perbankan Syariah STAIN Metro keuangan syariah, Perbankan Syariah, Produk Bank Syariah

ARTIKEL SISTEM PERBANKAN SYARIAH

Definisi Perbankan Syariah dapat diartikan sebagai suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.



BEBERAPA PRINSIP/HUKUM YANG DIANUT OLEH SISTEM PERBANKAN SYARIAH ANTARA LAIN :
  1. Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.

  2. Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.

  3. Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.

  4. Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.

  5. Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
SEJARAH PERKEMBANGAN BANK SYARIAH DI INDONESIA

Perbankan syariah di Indonesia, pertama kali dipelopori oleh Bank Muamalat Indonesia yang berdiri pada tahun 1991. Bank ini pada awal berdirinya diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta mendapat dukungan dari Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat krisis moneter yang terjadi pada akhir tahun 1990,bank ini mengalami kesulitan sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode 1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank diantaranya merupakan bank besar seperti Bank Negara Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia (Persero).
Sistem syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.

Prinsip kerja bank syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Perbankan Syariah STAIN Metro keuangan syariah, Perbankan Syariah, Produk Bank Syariah
Friday 28 September 2012

PERBANKAN SYARIAH


Pengembangan sistem perbankan syariah di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem perbankan syariah dan perbankan konvensional secara sinergis mendukung mobilisasi dana masyarakat secara lebih luas untuk meningkatkan kemampuan pembiayaan bagi sektor-sektor perekonomian nasional.
Karakteristik sistem perbankan syariah yang  beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi, investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan spekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang lebih bervariatif, perbankan syariah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinimati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa terkecuali.
Dalam konteks pengelolaan perekonomian makro, meluasnya penggunaan berbagai produk dan instrumen keuangan syariah akan dapat merekatkan hubungan antara sektor keuangan dengan sektor riil serta menciptakan harmonisasi di antara kedua sektor tersebut. Semakin meluasnya penggunaan produk dan instrumen syariah disamping akan mendukung kegiatan keuangan dan bisnis masyarakat juga akan mengurangi transaksi-transaksi yang bersifat spekulatif, sehingga mendukung stabilitas sistem keuangan secara keseluruhan, yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pencapaian kestabilan harga jangka menengah-panjang.
Dengan telah diberlakukannya Undang-Undang No.21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit tanggal 16 Juli 2008, maka pengembangan industri perbankan syariah nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan aset lebih dari 65% pertahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri perbankan syariah dalam mendukung perekonomian nasional akan semakin signifikan.

Kebijakan Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk memberikan pedoman bagi stakeholders perbankan syariah dan meletakkan posisi serta cara pandang Bank Indonesia dalam mengembangkan perbankan syariah di Indonesia, selanjutnya Bank Indonesia pada tahun 2002 telah menerbitkan “Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia”. Dalam penyusunannya, berbagai aspek telah dipertimbangkan secara komprehensif, antara lain kondisi aktual industri perbankan syariah nasional beserta perangkat-perangkat terkait, trend perkembangan industri perbankan syariah di dunia internasional dan perkembangan sistem keuangan syariah nasional yang mulai mewujud, serta tak terlepas dari kerangka sistem keuangan yang bersifat lebih makro seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dan Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI) maupun international best practices yang dirumuskan lembaga-lembaga keuangan syariah internasional, seperti IFSB (Islamic Financial Services Board), AAOIFI dan IIFM.
Pengembangan perbankan syariah diarahkan untuk memberikan kemaslahatan terbesar bagi masyarakat dan berkontribusi secara optimal bagi perekonomian nasional. Oleh karena itu, maka arah pengembangan perbankan syariah nasional selalu mengacu kepada rencana-rencana strategis lainnya, seperti Arsitektur Perbankan Indonesia (API), Arsitektur Sistem Keuangan Indonesia (ASKI), serta Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Dengan demikian upaya pengembangan perbankan syariah merupakan bagian dan kegiatan yang mendukung pencapaian rencana strategis dalam skala yang lebih besar pada tingkat nasional.
“Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah di Indonesia” memuat visi, misi dan sasaran pengembangan perbankan syariah serta sekumpulan inisiatif strategis dengan prioritas yang jelas untuk menjawab tantangan utama dan mencapai sasaran dalam kurun waktu 10 tahun ke depan, yaitu  pencapaian pangsa pasar perbankan syariah yang signifikan melalui pendalaman peran perbankan syariah dalam aktivitas keuangan nasional, regional dan internasional, dalam kondisi mulai terbentuknya integrasi dgn sektor keuangan syariah lainnya.
Dalam jangka pendek, perbankan syariah nasional lebih diarahkan pada pelayanan pasar domestik yang potensinya masih sangat besar. Dengan kata lain, perbankan Syariah nasional harus sanggup untuk menjadi pemain domestik akan tetapi memiliki kualitas layanan dan kinerja yang bertaraf internasional.
Pada akhirnya, sistem perbankan syariah yang ingin diwujudkan oleh Bank Indonesia adalah perbankan syariah yang modern, yang bersifat universal, terbuka bagi seluruh masyarakat Indonesia tanpa terkecuali. Sebuah sistem perbankan yang menghadirkan bentuk-bentuk aplikatif dari konsep ekonomi syariah yang dirumuskan secara bijaksana, dalam konteks kekinian permasalahan yang sedang dihadapi oleh bangsa Indonesia, dan dengan tetap memperhatikan kondisi sosio-kultural di dalam mana bangsa ini menuliskan perjalanan sejarahnya. Hanya dengan cara demikian, maka upaya pengembangan sistem perbankan syariah akan senantiasa dilihat dan diterima oleh segenap masyarakat Indonesia sebagai bagian dari solusi atas berbagai permasalahan negeri.
Grand Strategy Pengembangan Pasar Perbankan Syariah
Sebagai langkah konkrit upaya pengembangan perbankan syariah di Indonesia, maka Bank Indonesia telah merumuskan sebuah Grand Strategi Pengembangan Pasar Perbankan Syariah, sebagai strategi komprehensif pengembangan pasar yg meliputi aspek-aspek strategis, yaitu: Penetapan visi 2010 sebagai industri perbankan syariah terkemuka di ASEAN, pembentukan citra baru perbankan syariah nasional yang bersifat inklusif dan universal, pemetaan pasar secara lebih akurat, pengembangan produk yang lebih beragam, peningkatan layanan, serta strategi komunikasi baru yang memposisikan perbankan syariah lebih dari sekedar bank.
Selanjutnya berbagai program konkrit telah dan akan dilakukan sebagai tahap implementasi dari grand strategy pengembangan pasar keuangan perbankan syariah, antara lain adalah sebagai berikut:
Pertama, menerapkan visi baru pengembangan perbankan syariah pada fase I tahun 2008 membangun pemahaman perbankan syariah sebagai Beyond Banking, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.50 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 40%, fase II tahun 2009 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah paling atraktif di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.87 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 75%. Fase III  tahun 2010 menjadikan perbankan syariah Indonesia sebagai perbankan syariah terkemuka di ASEAN, dengan pencapaian target asset sebesar Rp.124 triliun dan pertumbuhan industri sebesar 81%.
Kedua, program pencitraan baru perbankan syariah yang meliputi aspek positioning, differentiation, dan branding. Positioning baru bank syariah sebagai perbankan yang saling menguntungkan kedua belah pihak, aspek diferensiasi dengan keunggulan kompetitif dengan produk dan skema yang beragam, transparans, kompeten dalam keuangan dan beretika, teknologi informasi yang selalu up-date dan user friendly, serta adanya ahli investasi keuangan syariah yang memadai. Sedangkan pada aspek branding adalah “bank syariah lebih dari sekedar bank atau beyond banking”.
Ketiga, program pemetaan baru secara lebih akurat terhadap potensi pasar perbankan syariah yang secara umum mengarahkan pelayanan jasa bank syariah sebagai layanan universal atau bank bagi semua lapisan masyarakat dan semua segmen sesuai dengan strategi masing-masing bank syariah.
Keempat, program pengembangan produk yang diarahkan kepada variasi produk yang beragam yang didukung oleh keunikan value yang ditawarkan (saling menguntungkan) dan  dukungan jaringan kantor yang luas dan penggunaan standar nama produk yang mudah dipahami.
Kelima, program peningkatan kualitas layanan yang didukung oleh SDM yang kompeten dan penyediaan teknologi informasi yang mampu memenuhi kebutuhan dan kepuasan nasabah serta mampu mengkomunikasikan produk dan jasa bank syariah kepada nasabah secara benar dan jelas, dengan tetap memenuhi prinsip syariah; dan
Keenam, program sosialisasi dan edukasi masyarakat secara lebih luas dan efisien melalui berbagai sarana komunikasi langsung, maupun tidak langsung (media cetak, elektronik, online/web-site), yang bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang kemanfaatan produk serta jasa perbankan syariah yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dokumentasi tentang Perbankan Syariah:
  1. Outlook Perbankan Syariah 2011
  2. Program Akselerasi Perbankan Syariah (Zip File, 902 KB)
  3. Panduan Investasi Perbankan Syariah (Zip File, 945 KB)
  4. Kodifikasi Produk Perbankan Syariah (Zip File, 237 KB)
  5. UU Republik Indonesia No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah
  6. Ikhtisar UU Republik Indonesia No. 21/2008 tentang Perbankan Syariah
  7. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia (PAPSI 2003) (Zip File, 1.476 KB)
  8. APA SIH iB (ai-Bi)...??
  9. iB (ai-Bi) Melaju Dengan Strategi Baru
  10. Mengembangkan Usaha Dengan Pembiayaan Modal Kerja iB
  11. Menghitung Bagi Hasil iB
  12. Mobile Banking iB
  13. Multijasa iB : Solusi Kebutuhan Biaya Pendidikan
  14. Perbankan Syariah: Lebih Tahan Krisis Global
  15. Perkembangan Impresif iB (ai-Bi) Perbankan Syariah
  16. Daftar Produk Perbankan Syariah
  17. Dicari : SDM Multidimensi Untuk iB (ai-Bi)
  18. iB ( ai-Bi) : Gaya Hidup Baru Dalam Berbanking
  19. Kartu Kredit iB: Sesuai Syariah, Bisa Dipakai Di Seluruh Dunia
  20. Tabungan iB, Menabung Sekaligus Berinvestasi
  21. KPR iB : Beragam Pilihan Semuanya Menguntungkan
  22. Layanan iB Di Manapun, Mudah Dan Tetap Syariah
  23. Mari Berbagi Hasil Bersama iB
  24. Kajian Model Bisnis Perbankan Syariah
Perbankan Syariah STAIN Metro keuangan syariah, Perbankan Syariah, Produk Bank Syariah

Agustus 2012, Perbankan Syariah Bukukan Aset Rp 161,5 Triliun

[JAKARTA]  Bank Indonesia (BI) mencatat, total aset industri perbankan syariah mencapai Rp 161,5 triliun hingga Agustus 2012, naik cukup pesat dibandingkan Juli 2012 sebesar Rp 155 triliun. Indikasi BI terhadap peningkatan aset tersebut yaitu dipicu oleh peningkatan dana pihak ketiga (DPK).   

“Rekan-rekan di pengawas bank belum bisa memastikan hal itu, namun kami sudah mendengar dari pemerintah bahwa ada dana haji yang masuk kembali ke DPK. Tapi saya belum tahu sebesar apa dana yang masuk itu,” ungkap Direktur Eksekutif Departemen Perbankan Syariah BI Edy Setiadi kepada wartawan di Gedung BI, Jakarta, Selasa (25/9).   

Selain masuknya dana haji, peningkatan DPK juga dipicu oleh siklus Ramadhan dan hari raya Idul Fitri, yang membuat likuiditas meningkat. Peningkatan aset tersebut kembali mendongkrak kenaikan pangsa pasar (market share) perbankan syariah menjadi sebesar 4%.   

“Saya pikir, dalam sisa 4 bulan ini hingga akhir tahun, total aset bisa mencapai Rp 190 triliun. Dengan asumsi pergerakan perbankan yang relatif sama, total share dapat mencapai 4,1-4,2%,” kata Edy.   

Namun, Edy menilai, pertumbuhan DPK tahun ini tidak akan sepesat pertumbuhan DPK sepanjang tahun lalu yang mencapai 51,8%. Pasalnya, secara year to date (ytd) atau 8 bulan pertama tahun 2012, pertumbuhannya hanya sekitar 9-10% menjadi sekitar Rp 123,6 triliun, dari 9,6 juta rekening simpanan.   

Sedangkan total pembiayaan telah mencapai Rp 124,9 triliun atau bertumbuh 38% secara year on year (yoy), dari total rekening pembiayaan sebanyak 1,97 juta. Dilihat dari sisi pembiayaan, total share telah mencapai 4,8%. BI mencatat total kantor bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) telah mencapai 2.460 kantor.   

Soroti Gadai Emas
 

Kendati pembiayaan industri meningkat, BI secara khusus mencatat penurunan pertumbuhan pembiayaan berakad qardh (gadai) terutama di dalamnya yang beragun emas (rahn). Hingga Agustus 2012, total pembiayaanqardh telah mencapai Rp 10 triliun, dengan di dalamnya gadai emas menurun menjadi sekitar Rp 4 triliun, dari akhir Desember 2011 sebesar Rp 6,33 triliun.   

Awalnya, pada 2009 ketika fatwa Dewan Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) memperbolehkan gadai emas, jumlah rekening produk tersebut baru sebanyak 32.057 dengan nominal Rp 445,66 miliar. Namun, pada akhir 2011, total rekeningnya langsung melonjak menjadi 211.214.   

Setelah terjadi peningkatan yang cukup tinggi tahun lalu, yaitu dari Juli yang tercatat baru Rp 2,5 triliun ke Agustus menjadi Rp 5,5 triliun, pengawas bank langsung melakukan kajian dan pemanggilan bank-bank. Para pengawas bank di BI mencurigai adanya penyimpangan bisnis dari kriteria yang telah ditetapkan.   

“Sampai akhirnya pada awal November 2012, BI men-suspend seluruh kegiatan gadai emas dan pada Februari 2012 keluar Peraturan Bank Indonesia (PBI) yang mengaturnya. Di situ ditetapkan plafon tidak boleh lebih dari Rp 250 juta, sehingga semua yang plafonnya melebihi itu harus melakukan penyesuaian,” jelas Edy.   

Dalam proses tersebut, beredar kabar seorang nasabah di sebuah bank syariah merasa dipaksa untuk menjual emasnya. Sebab itu, BI belum lama ini telah memanggil 2 bank syariah yang diduga mengalami masalah tersebut. Namun, Edy tidak bersedia menyebutkan nama kedua bank tersebut.   

Sebelumnya, Ketua Asosiasi Bank-Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) Yuslam Fauzi mengakui bahwa aturan BI tersebut berdampak negatif terhadap bisnis gadai emas yang plafonnya di atas Rp 250 juta. Begitu pula dengan rencana BI membuat aturan rasio pembiayaan terhadap nilai aset (loan to value) yang turut berpotensi membuat pasar menjadi ‘mati’.   

Namun, Edy menegaskan, hingga kini BI tidak memiliki rencana sama sekali untuk merevisi aturan gadai emas, terutama dengan menaikkan plafonnya. Pasalnya, aturan tersebut bertujuan untuk melindungi para nasabah kecil dengan plafon di bawah Rp 250 juta, yang porsinya mencapai 80%.   

“Tidak ada rencana penambahan plafon di atas Rp 250 juta. Kami lebih berpihak kepada nasabah kecil dan bukan kepada raihan keuntungan sebesar-besarnya oleh bank. Para nasabah kecil ini adalah orang-orang yang membutuhkan dana mendesak dan bukan untuk spekulasi. Nilai gadainya hanya sekitar Rp 150-200 juta,” pungkasnya.

Source : suarapembaruan
Perbankan Syariah STAIN Metro Perbankan Syariah, Produk Bank Syariah
Tuesday 4 September 2012

Mengenal Produk Perbankan Syariah (Bagian 1)


Perbankan adalah suatu lembaga yang melaksanakan tiga fungsi utama, yaitu: menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan jasa pengiriman uang. Untuk Bank Syariah, pada dasarnya ketiga fungsi tersebut dapat dilakukan, kecuali bila dalam melaksanakan fungsinya perbankan melakukan hal-hal yang dilarang dalam syariah.
I. Apa prinsip dasar Islamic Finance?
The Fundamental principles governing Islamic Financing are the receipt of interest is prohibibited and Sharia prohibits transactions in which some or all of the following elements are gambling, uncertainty, prohibited commodities and activities.
Pada dasarnya Islamic Principles, sebagaimana dijelaskan di atas adalah menghindari MAGRIB:
  • Maisir (Gambling)-may apply to dealings in futures and options to extent that they are speculative.
  • Gharar (uncertainty) in contracts-there is a prohibition on the sale of items whose existence or characteristics are not certain, and upon contractual terms which are ambiguous or unclear.
  • Riba (interest)- it is interpreted as any returns on money which is predetermined in amount and therefore includes modern interest-based financing
  • Haram (prohibited) commodities and activities whose are prohibited. For instance such as: pork, alcohol, gambling services, prostitution, machinery for the manufacturing of alcohol, and liquor,etc. But, different views exits on many cases as tobacco, and hotels.
II. Apa jenis produk perbankan Syariah?
Produk perbankan Syariah dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu: 1) Produk Penyaluran dana, 2) Produk Penghimpunan dana, 3) Produk yang berkaitan dengan jasa yang diberikan perbankan kepada nasabahnya.
III. Produk penyaluran dana
Dibedakan dalam 3 (tiga) kategori yang dibedakan berdasar tujuan penggunaannya;
  • transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang, dilakukan dengan prinsip jual beli
  • transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip sewa
  • transaksi pembiayaan untuk usaha kerja sama yang ditujukan guna mendapat sekaligus barang dan jasa, dengan prinsip bagi hasil.
1.Prinsip Jual beli
Prinsip jual beli, berhubungan dengan adanya perpindahan kepemilikan barang atau benda. Tingkat keuntungan Bank ditentukan di depan dan menjadi bagian harga atas barang yang dijual. Transaksi jual beli dibedakan atas bentuk pembayaran dan penyerahan barang sebagai berikut:
a. Pembiayaan Murabahah
Bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli Bank dari pemasok ditambah keuntungan. Kedua pihak harus sepakat atas harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli, dan tak berubah selama berlakunya akad. Dalam transaksi ini barang diserahkan setelah akad, sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh.
b. Salam
Transaksi jual beli dimana barang yang diperjualbelikan belum ada. Oleh karena itu barang diserahkan secara tangguh, sedang pembayaran secara tunai. Bank bertindak sebagai pembeli, nasabah sebagai penjual. Sekilas transaksi ini mirip jual beli ijon, namun dalam salam, kuantitas, kualitas, harga dan waktu penyerahan barang ditentukan secara pasti. Dalam praktek, barang yang telah diserahkan kepada Bank, maka Bank dapat menjual kembali barang tersebut secara tunai atau cicilan. Harga jual yang ditetapkan adalah harga beli ditambah keuntungan.
Umumnya transaksi ini diterapkan dalam pembiayaan barang yang belum ada, seperti pembelian komoditi pertanian oleh bank, untuk kemudian dijual kembali secara tunai atau cicilan.
Ketentuan umum salam:
  • Pembelian hasil produksi harus diketahui spesifikasinya secara jelas: jenis, macam/bentuk, ukuran, mutu dan jumlahnya.
  • Bila hasil produksi yang diterima tidak sesuai, maka nasabah harus bertanggung jawab, antara lain mengembalikan dana yang telah diterima atau mengganti barang sesuai pesanan.
  • Karena Bank tak menjadikan barang yang dibeli/dipesan sebagai persediaan (inventory), maka Bank dimungkinkan untuk melakukan akad salam pada pihak ketiga. Mekanisme seperti ini disebut dengan paralel salam.
c. Istishna
Menyerupai salam, namun pembayaran dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa termin pembayaran. Skim istishna dalam Bank Syariah, umum dilakukan untuk pembiayaan manufaktur dan konstruksi. Spesifikasi barang pesanan harus jelas, seperti: jenis, ukuran, mutu dan jumlah. Harga jual dicantumkan dalam akad istishna dan tak boleh berubah selama berlakunya akad.
2. Prinsip sewa (Ijarah)
Transaksi ijarah dilandasi adanya perpindahan manfaat. Bila pada jual beli obyek transaksi adalah barang, maka pada ijarah obyeknya jasa. Pada akhir masa sewa, bank dapat menjual barang yang disewakannya kepada nasabah. Harga jual dan harga sewa disepakati pada awal perjanjian.
3.Prinsip Bagi Hasil
Prinsip bagi hasil dibagi dua, yaitu:
a. Musyarakah
Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara bersama-sama.
Ketentuan umum: Semua modal disatukan untuk dijadikan modal proyek musyarakah dan dikelola bersama-sama. Setiap pemilik modal berhak turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan oleh pelaksana proyek.
b. Mudharabah
Adalah bentuk kerja sama antara 2 (dua) atau lebih pihak dimana pemilik modal mempercayakan sejumlah modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan.
Ketentuan umum:
  • Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selaku pengelola modal, harus secara tunai, dapat berupa uang tunai atau barang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Jika modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama
  • Hasil pengelolaan diperhitungkan dengan 2 (dua) cara: 1) revenue sharing, yang berasal dari pendapatan proyek, dan 2) profit sharing, dari keuntungan proyek.
  • Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan, namun tak berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah.
4. Akad Pelengkap
Untuk mempermudah pelaku pembiayaan, diperlukan akad pelengkap. Meski tak ditujukan mencari keuntungan, dalam akad pelengkap dibolehkan untuk meminta pengganti biaya-biaya yang dikeluarkan untuk melaksanakan akad ini. Besar pengganti biaya sekedar untuk menutupi biaya yang benar-benar timbul.
a. Hiwalah (alih piutang)
Fasilitas ini lazim untuk membantu supplier mendapatkan modal tunai agar dapat melanjutkan produksi. Bank mendapat ganti biaya atas jasa pemindahan piutang.
b. Rahn (gadai)
Untuk memberi jaminan pembayaran kembali kepada Bank dalam memberikan pembiayaan. Barang yang digadaikan wajib memenuhi kriteria:a) Milik nasabah sendiri, b)Jelas ukuran, sifat dan nilainya, ditentukan berdasar nilai riil pasar, c) Dapat dikuasai, tapi tak boleh dimanfaatkan oleh bank.
c. Qard
Adalah pinjaman uang.
Aplikasi Qard dalam perbankan, antara lain:
  • Sebagai pinjaman talangan haji, dimana nasabah calon haji diberi pinjaman talangan untuk memenuhi syarat penyetoran biaya perjalanan haji. Pinjaman dilunasi sebelum berangkat haji.
  • Sebagai pinjaman tunai (cash advance) dari produk kartu kredit syariah.
d. Wakalah (perwakilan)
Terjadi bila nasabah memberi kuasa kepada Bank untuk mewakili dirinya melaksanakan pekerjaan jasa tertentu, seperti pembukuan L/C (Letter of Credit), inkaso dan transfer uang.
e. Kafalah (Bank Garnsi)
Diberikan dengan tujuan untuk menjamin pembayaran suatu kewajiban pembayaran. Bank dapat mensyaratkan nasabah untuk menempatkan sejumlah dana untuk fasilitas ini sebagai rahn (gadai), serta Bank dapat pula menerima dana tersebut dengan prinsip wadiah. Bank diperkenankan mendapat ganti biaya atas jasa yang diberikan.
……..bersambung
Daftar Pustaka:
  1. Hosen,M.N. “Buku Saku Perbankan Syariah”. Direktur Eksekutif PKES . Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah. Jakarta, Nopember 2005.
  2. Islamic Banking & Finance Asia Conference. The Asia Business Forum. Singapore, 31 Jan-1 Februari 2005.
  3. Applied Technique for Islamic Product, Strategy & Accounting. Euromoney Training. London, Mei 2005
Perbankan Syariah STAIN Metro Produk Bank Syariah

Klik Like yaaa..?