D3 Perbankan Syariah: Semester III

Ads

Showing posts with label Semester III. Show all posts
Showing posts with label Semester III. Show all posts
Saturday, 13 April 2013

Zakat Profesi menurut Fatwa Ulama Kontemporer


  1. Pendahuluan
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (QS. al-Baqarah[2]: 267).
Arti ayat di atas menjelaskan bahwa sebagian dari hasil usaha (harta) yang kita peroleh melalui pekerjaan-pekerjaan kita wajib kita nafkahkan (keluarkan zakatnya). Harta yang kita miliki, pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. Allah-lah yang kemudian melimpahkan amanah kepada para pemilik harta, agar dari harta itu dikeluarkan zakatnya. Dengan demikian, harta dalam pandangan Islam adalah amanah Allah SWT. Di sinilah sikap amanah harus dipupuk, sebab seorang muslim dituntut menyampaikan amanah kepada ahlinya. Di dalam khazanah hukum Islam barang-barang yang wajib dikeluarkan zakatnya terbagi dua. Yaitu yang sudah terdapat kesepakatan ‘ulama ( ijma’) dan yang masih diperselisihkan (ikhtilaf).  Yang pertama adalah barang-barang yang dijelaskan secara eksplisit di dalam teks hadits, seperti zakat pertanian, peternakan, emas dan perak, perdagangan dan harta temuan ( rikaz). Barang-barang itu sudah dijelaskan secara rinci, baik mengenai kadar nishab-nya maupun kadar zakatnya.   Sedangkan yang kedua adalah yang tidak dijelaskan secara eksplisit di dalam teks, yang merupakan perkembangan masyarakat, seperti zakat profesi dan jenis-jenis usaha baru yang menjanjikan[2]. Bagian yang kedua ini adalah merupakan wilayah ijtihad, sehingga wajar jika terjadi perbedaan di antara ‘ulama. Untuk bagian yang kedua ini pada umumnya ‘ulama mengambil dalil keumuman petunjuk Surat al-Baqarah (2): 267 sebagaimana disebutkan diatas. Makalah ini akan mencermati bentuk yang kedua, yaitu barang yang masih diperselisihkan oleh ‘ulama mengenai kewajiban zakatnya, khususnya zakat profesi.
Sebagai salah satu rukun Islam, zakat mempunyai kedudukan yang sangat agung. Di samping sebagai bentuk ibadah kepada Allah, zakat merupakan sarana pemerataan ekonomi umat Islam, pengikat kasih sayang antara orang kaya dan fakir miskin, dan juga membantu terciptanya kemaslahatan umat Islam. Hal ini tercermin dalam aturan – aturan zakat dan pengalokasiannya. Sudah sepatutnya bagi setiap muslim untuk mengetahui dan memahami permasalahan zakat. Sebab, masih ada sebagian umat Islam yang kurang memahami tentang hukum zakat dan permasalahan yang terkait dengannya. Hal ini tentu akan berpengaruh dalam praktek dan pelaksanaannya. Potensi zakat di Indonesia, berdasarkan hasil survey PIRAC (Public Interest Research and Advocacy Center)  mengatakan potensi dana zakat di Indonesia, yang populasinya sekitar 87 persen muslim, sangat besar hingga mencapai 9,09 triliun rupiah pada 2007. Potensi ini meningkat 4,64 triliun dibanding tahun 2004 yang potensinya hanya sebesar 4,45 triliun. Berbeda dengan PIRAC, Alfath mengatakan bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 20 triliun per tahun. Namun dari jumlah itu, yang tergali baru Rp 500 miliar per tahun (berdasarkan asumsi tahun 2006).
Sementara itu, untuk menumbuhkan dan menggalakkan kesadaran zakat di Indonesia, telah banyak terbit Peraturan Daerah (PERDA) Zakat di beberapa daerah Provinsi/Kabupaten/Kota. Tentunya hal ini adalah salah satu  upaya mengoptimalkan pemungutan serta pendayagunaan zakat. Keberadaan Undang-undang No. 38 Thn 1999 tentang Pengelolaan Zakat dan UU No. 32 Thn 2004 tentang Otonomi daerah cukup menyulutkan kehadiran PERDA ini di beberapa daerah. Menurut Institut Manajemen zakat (IMZ)  sedikitnya ada 24 daerah yang telah memiliki PERDA Zakat[3].  Kita bisa menyebut contoh , seperti di Lombok Timur, Kutai Kartanegara Kalimantan Timur, Tangerang, dan Cilegon. Hal ini merupakan keberhasilan yang  harus diapresiasi mengingat kesadaran berzakat di Indonesia masih sangat rendah.

  1. Pengertian  Zakat  Profesi
Zakat profesi dikenal dengan istilah zakah rawatib al-muwazhaffin (zakat gaji pegawai) atau zakah kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah (zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta)[4]. Zakat profesi didefinisikan sebagai zakat yang dikenakan pada tiap pekerjaan atau keahlian profesional tertentu, baik yang dilakukan sendiri maupun bersama orang atau lembaga lain, yang mendatangkan penghasilan (uang) yang memenuhi nishab.[5]
Zakat profesi merupakan perkembangan kontemporer, yaitu disebabkan adanya profesi-profesi modern yang sangat mudah menghasilkan uang. Misalnya profesi dokter, konsultan, advokat, dosen, arsitek, dan sebagainya. Kenyataan membuktikan bahwa pada akhir-akhir ini banyak orang yang karena profesinya, dalam waktu yang relatif singkat, dapat menghasilkan uang yang begitu banyak. Kalau persoalan ini dikaitkan dengan pelaksanaan zakat yang berjalan di masyarakat maka terlihat adanya kesenjangan atau ketidakadilan antara petani yang memiliki penghasilan kecil dan mencurahkan tenaga yang banyak dengan para profesional misalnya dokter, akuntan, konsultan,  notaris, dan insinyur yang hanya dalam waktu relatif pendek memiliki hasil yang cukup besar tanpa harus mencurahkan tenaga yang banyak. Adapun pekerjaan atau keahlian profesional tersebut bisa dalam bentuk usaha fisik, seperti pegawai atau buruh, usaha pikiran dan ketrampilan seperti konsultan, insinyur, notaris dan dokter, usaha kedudukan seperti komisi dan tunjangan jabatan, dan usaha lain seperti investasi. Hasil usaha profesi juga bisa bervariasi, misalnya hasil yang teratur dan pasti setiap bulan, minggu atau hari seperti upah pekerja dan pegawai atau  hasil yang tidak tetap dan tidak dapat diperkirakan secara pasti, seperti kontraktor dan royalti pengarang.
C.       Pendapat ’Ulama tentang  Zakat Profesi
Ulama’ berbeda pendapat mengenai hukum zakat penghasilan atau profesi. Mayoritas ulama madzhab empat tidak mewajibkan zakat penghasilan pada saat menerima kecuali sudah mencapainishab dan sudah sampai setahun (haul), namun para ulama mutaakhirin seperti  Yusuf Al Qaradhawi dan Wahbah Az-Zuhaili, menegaskan bahwa zakat penghasilan itu hukumnya wajib pada saat memperolehnya, meskipun belum mencapai satu tahun[6]. Hal ini mengacu pada pendapat sebagian sahabat yaitu Ibnu Abbas, Ibnu Mas’ud dan Mu’awiyah, Tabiin  Az-Zuhri, Al-Hasan Al-Bashri, dan Makhul juga pendapat Umar bin Abdul Aziz dan beberapa ulama fiqh lainnya[7]. Adapun kewajiban zakatnya adalah 2,5%, berdasarkan keumuman nas yang mewajibkan zakat uang, baik sudah mencapai satu haul atau  ketika menerimanya. Jika sudah dikeluarkan zakatnya pada saat menerimanya, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat lagi pada akhir tahun. [8] Dengan demikian ada kesamaan antara pegawai yang menerima gaji secara rutin dengan petani yang wajib mengeluarkan zakat pada saat panen, tanpa ada perhitungan haul.  Menurut al-Qaradhawi nishab zakat profesi senilai 85 gram emas dan jumlah zakat yang wajib dikeluarkan adalah 2,5%.  Landasan fikih (at-takyif al-fiqhi) zakat profesi ini menurut Al-Qaradhawi adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk al-maal al-mustafaad (harta perolehan). Al-maal al-mustafaad adalah setiap harta baru yang diperoleh seorang muslim melalui salah satu cara kepemilikan yang disyariatkan, seperti waris, hibah, upah pekerjaan, dan yang semisalnya. Al-Qaradhawi mengambil pendapat sebagian sahabat (seperti Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud) dan sebagian tabi’in (seperti Az-Zuhri, Hasan Bashri, dan Makhul) yang mengeluarkan zakat dari al-maal al-mustafaad pada saat menerimanya, tanpa mensyaratkan haul (dimiliki selama satu tahun qamariyah). Bahkan al-Qaradhawi melemahkan hadis yang mewajibkan haul bagi harta zakat, yaitu hadis Ali bin Abi Thalib RA, bahwa Nabi SAW bersabda”Tidak ada zakat pada harta hingga berlalu atasnya haul.” (HR Abu Dawud).[9]
D.      Cara Mengeluarkan Zakat Profesi
Jika kita mengikuti pendapat ulama yang mewajibkan zakat penghasilan, lalu bagaimana cara mengeluarkannya? Dikeluarkan penghasilan kotor  (bruto) atau penghasilan bersih (neto)? Ada tiga wacana tentang bruto atau neto seperti berikut ini.
Dalam buku Fiqh Zakat karya DR Yusuf Qaradlawi. bab zakat profesi dan penghasilan,  dijelaskan tentang cara mengeluarkan zakat penghasilan. Kalau kita klasifikasi ada tiga wacana:
1. Pengeluaran bruto, yaitu mengeluarkan zakat penghasilan kotor. Artinya, zakat penghasilan yang mencapai nisab 85 gr emas dalam jumlah setahun, dikeluarkan 2,5 % langsung ketika menerima sebelum dikurangi apapun. Jadi kalau dapat gaji atau honor dan penghasilan lainnya dalam sebulan mencapai 2 juta rupiah x 12 bulan = 24 juta, berarti dikeluarkan langsung 2,5 dari 2 juta tiap bulan = 50 ribu atau dibayar di akhir tahun = 600 ribu.
Hal ini juga berdasarkan pendapat Az-Zuhri dan ‘Auza’i, beliau menjelaskan: “Bila seorang memperoleh penghasilan dan ingin membelanjakannya sebelum bulan wajib zakat datang, maka hendaknya ia segera mengeluarkan zakat itu terlebih dahulu dari membelanjakannya” (Ibnu Abi Syaibah, Al-mushannif, 4/30). Dan juga menqiyaskan dengan  beberapa harta zakat yang langsung dikeluarkan tanpa dikurangi apapun, seperti zakat ternak, emas perak, ma’dzan dan rikaz.
2. Dipotong oprasional kerja, yaitu setelah menerima penghasilan gaji atau honor yang mencapai nisab, maka dipotong dahulu dengan biaya oprasional kerja. Contohnya, seorang yang mendapat gaji 2 juta  rupiah sebulan, dikurangi biaya transport dan konsumsi harian di tempat kerja sebanyak 500 ribu, sisanya 1.500.000. maka zakatnya dikeluarkan 2,5 dari 1.500.000= 37.500,-
Hal ini dianalogikan dengan zakat hasil bumi dan kurma serta sejenisnya. Bahwa biaya dikeluarkan lebih dahulu baru zakat dikeluarkan dari sisanya. Itu adalah pendapat Imam Atho’ dan lain-lain. Dari zakat hasil bumi ada perbedaan prosentase zakat antara yang diairi dengan hujan yaitu 10%  dan melalui irigasi 5%.
3. Pengeluaran neto atau zakat bersih, yaitu mengeluarkan zakat dari harta yang masih mencapai nisab setelah dikurangi untuk kebutuhan pokok sehari-hari, baik pangan, papan, hutang dan kebutuhan pokok lainnya untuk keperluan dirinya, keluarga dan yang menjadi tanggungannya. Jika penghasilan setelah dikurangi kebutuhan pokok masih mencapai nisab, maka wajib zakat, akan tetapi kalau tidak mencapai nisab tidak wajib zakat, karena dia bukan termasuk muzakki (orang yang wajib zakat) bahkan menjadi mustahiq (orang yang berhak menerima zakat) karena sudah menjadi miskin dengan tidak cukupnya penghasilan terhadap kebutuhan pokok sehari-hari.
Hal ini berdasarkan hadits riwayat imam Al-Bukhari dari Hakim bin Hizam bahwa Rasulullah SAW bersabda: “…. dan paling baiknya zakat itu dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan…”.[10]
Kesimpulan, seorang yang mendapatkan penghasilan halal dan mencapai nishab (85 gr emas) wajib mengeluarkan zakat 2,5 %, boleh dikeluarkan setiap bulan atau di akhir tahun. Sebaiknya zakat dikeluarkan dari penghasilan kotor sebelum dikurangi kebutuhan yang lain. Ini lebih afdlal (utama) karena khawatir ada harta yang wajib zakat tapi tidak dizakati, tentu akan mendapatkan adzab Allah baik di dunia dan di akhirat. Juga penjelasan Ibnu Rusd bahwa zakat itu ta’bbudi (pengabdian kepada Allah SWT) bukan hanya sekedar hak mustahiq.[11] Tapi ada juga sebagian pendapat ulama membolehkan sebelum dikeluarkan zakat dikurangi dahulu biaya oprasional kerja atau kebutuhan pokok sehari-hari.
  1. E.     Pendapat Lembaga ‘Ulama Indonesia tentang Zakat Profesi
Di Indonesia, ada beberapa lembaga keulamaan yang mempunyai kewenangan dan kemampuan untuk mengeluarkan fatwa tentang persoalan kontemporer yang dihadapi umat Islam, diantaranya yang pernah mengemuka adalah tentang zakat profesi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa No.3 Tahun 2003, menegaskan bahwa semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nishab dalam satu tahun, yakni senilai emas 85 gram. Dalam fatwa ini yang dimaksud   dengan “penghasilan” adalah  adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorarium, upah, jasa, dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupub tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya. Adapun dasar hukum yang dijadikan alasan menetapkan hukum tersebut adalah:
$yg??r’¯»t? tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä (#qà)ÏÿRr& `ÏB ÏM»t6Íh?sÛ $tB óOçFö;|¡?2 !$£JÏBur $oYô_t÷zr& Nä3s9 z`ÏiB ÇÚö?F{$# (
Hai orang yang beriman! Nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu … (QS. al-Baqarah[2]: 267).
 ?tRqè=t«ó¡o?ur #s?$tB tbqà)ÏÿZã? È@è% uqøÿyèø9$# 3 ?Ï9ºx?x. ßûÎiüt7ã? ª!$# ãNä3s9 ÏM»t?Fy$# öNà6¯=yès9 tbr㍩3xÿtFs? Dan mereka bertanya kepada apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ‘Yang lebih dari keperluan, Demikianlah Allah menjelaskan ayat-ayatNya kepadamu agar kamu berpikir” (QS. al-Baqarah [2]: 219).
õ?è{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y?|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍk?Ïj.t?è?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgø?n=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y? öNçl°; 3 ª!$#ur ìì?ÏJy? íO?Î=tæ ÇÊÉÌÈ
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka… (QS. al-Taubah [9]:103).
Hadits-hadits Nabi SAW antara lain:
??? ?????? ?? ???? ??? ??? ?? ????? ??? ???? ???? ???? ???? ??? ???: ?? ? ??? ?? ??? ??? ???? ???? ?????
Diriwayatkan secara marfu’ hadits ibn Umar, dari Nabi Saw, beliau bersabda: “Tidak ada zakat pada harta sampai berputar satu tahun.”
?? ??? ????? ?? ???? ???? ??? ???? ???? ???? ??? ??? ??? ?????? ?? ???? ??? ???? ???? (???? ????) ???? ??????, ??? ??????: ??? ?????? ??? ?? ?? ????? ?????? ?? ???? ????.
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah Saw. bersabda: ‘Tidak ada zakat atas orang muslim terhadap hamba sahaya dan kudanya’. (HR. Muslim). Imam Nawawi berkata: “Hadis ini adalah dalil bahwa harta qinayah (harta yang digunakan untuk keperluan pemakaian, bukan untuk dikembangkan) tidak dikenakan zakat.
?? ???? ?? ???? ??? ???? ??? ?? ????? ??? ???? ???? ???? ???? ??? ??? ???? ?????? ??? ?? ??? ??? ??? ?????? ???? ???? ??? ????? ???? ????
Dari Hakim bin Hizam r.a., dari Nabi Saw beliau bersabda: “Tangan atas lebih baik daripada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu. Sedekah paling baik adalah yang dikeluarkan dari kelebihan kebutuhan. Barangsiapa berusaha menjaga diri (dari keburukan), Allah akan menjaganya. Barangsiapa berusaha mecukupi diri, Allah akan memberinya kecukupan (HR. Bukhari).
?? ??? ????? ??? ??? ??????  ??? ???? ???? ???? ???? ???? ?????? ?? ??? ??? ????? ?????? ??? ?? ???? ?????? ????? ??? ????
Dari Abu Hurairah r.a., Rasulullah s.a.w. bersabda: ‘Sedekah hanyalah dikeluarkan dari kelebihan/ kebutuhan.Tangan atas lebih baik daripada tangan bawah. Mulailah (dalam membelanjakan harta) dengan orang yang menjadi tanggung jawabmu”(HR. Ahmad).
Sedangkan Dewan Syariah PKS dengan dalil dan argumen  sebagaimana disebutkan di dalam Fatwa Dewan Syariah Pusat Partai Keadilan Sejahtera Nomor 03/F/K/DS-PKS/1427 sebagai berikut :
  1. Perintah untuk mengeluarkan infaq dari kasab yang dikaruniakan oleh Allah kepada manusia sebagaimana  Allah berfirman  QS. Al Baqarah : 267:
2.    Peringatan Allah terhadap orang yang menumpuk emas dan perak dan tidak membelanjakannya di jalan Allah. Allah berfirman : “…dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At Taubah : 34).
3. Hadits tentang orang yang wajib dipungut zakatnya: “Rasulullah saw bersabda kepada Mu’adz bin Jabal ketika diutus ke Yaman : Sesungguhnya kamu akan mendatangi kaum Ahli Kitab. Jika kamu datang kepada mereka, maka ajaklah  mereka untuk mengucapkan syahadatain. Jika mereka taat kepadamu, sampaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan kepada mereka sholat lima waktu sehari semalam. Jika mereka menuruti perintahmu, maka samapaikan kepada mereka bahwa Allah mewajibkan ke atas mereka zakat yang diambil dari orang-orang kaya mereka dan dikembalikan kepada orang-orang fakir di kalangan mereka. Jika mereka menuruti perintahmu, maka hati-hatilah kamu dari harta mereka yang berharga, dan hindarkanlah doa dari orang yang terdzalimi, karena tidak ada hijab antara dia dengan Allah”. (HR Bukhari)
3.     Prinsip keadilan dalam Islam. Sungguh dirasakan tidak adil dan bertentangan dengan prinsip keadilan Islam bila petani dan pedagang kecil yang penghasilannya kecil diwajibkan membayar zakat, sementara seorang eksekutif, konsultan, dan profesional lain yang gajinya dapat mencapai puluhan juta tidak diwajibkan membayar zakat.
Berdasarkan dalil-dalil diatas disimpulkan bahwa :
1.  zakat profesi hukumnya wajib berdasarkan  keumuman ayat 267 surat al Baqarah.
2.  zakat profesi memiliki kemiripan dengan zakat pertanian dari aspek waktu penerimaan gaji dan dengan naqdain (emas dan perak) dari aspek harta yang diterima.
3.  Nishab zakat pertanian adalah 5 wasaq yaitu setara dengan 652, 8 kg beras atau senilai Rp 3.265.000 (dengan standar harga beras Rp.5000/kg).
4. Nishab naqdain adalah 20 dinar setara dengan 85 gr atau senilai Rp 17.000.000 (dengan standar harga emas Rp 200.000/gr)
5.  Untuk menentukan  nishob dan miqdar zakat profesi ditetapkan berdasarkan qiyas. f. terdapat pilihan qiyas di antara 3 (tiga) jenis qiyas, yaitu: qiyas íllah, qiyas dilalah dan qiyas syabah.
6.  Qiyas íllah tidak dapat diterapkan karena íllah zakat  profesi tidak dinyatakan dengan nash.
7. Memilih qiyas dilalah relatif lebih mudah dipahami dibanding dengan qiyas syabah tetapi qiyas syabah pun diakui sebagai rujukan dalam istinbath di kalangan ulama ada yang menggunakan qiyas sabah..
Menurut Majelis Tarjih  Muhammadiyah zakat profesi adalah wajib. Dasar hukum yang digunakan adalah keumuman ayat 267 surat al-Baqarah Kata  ???????? ????? ????? ??????           dalam surat al-Baqarah ayat 267 di atas merupakan bentuk kata perintah ( amr), sehingga kata tersebut berfaedah wajib. Selanjutnya kata ?? ????? mengandung hukum kully yang mencakup semua hasil usaha manusia termasuk profesi di dalamnya. Sedangkan menurut Dewan Hisbah Persis hukum zakat profesi adalah tidak wajib dan hanya memutuskan bahwa harta yang tidak terkena kewajiban zakat termasuk hasil profesi,  dikenai kewajiban  infaq yang besarannya tergantung kebutuhan Islam terhadap harta tersebut. Pimpinan jam’iyyah bisa menetapkan besarnya infaq.
Semoga dengan zakat, harta menjadi bersih, berkemabang, berkah, bermanfaat dan meneyelamatkan pemiliknya dari siksa Allah SWT. Amiin ya mujibas sa`ilin.



[1] Dr. Hj. Tutik Hamidah, M.Ag adalah dosen Fakultas Syariah UIN Maliki, saat ini dipercaya menjadi dekan.
[2] Ibn Rusyd. Bidâyat al-Mujtaahid, jilid 1 (t.t. Mustafa babi halabi, 1379 H- 1960 M ), 252-253.
[4] Yusuf Al-Qaradhawi, Fiqh az-Zakah, I/497; Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/865; Ali as-Salus, Mausu’ah al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu’ashirah, hal. 522; Al-Yazid Ar-Radhi,Zakah Rawatib Al-Muwazhaffin, hal. 17.
[5] Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah, hal. 103; Zakat dalam Perekonomian Modern, hal. 95.
[6] Wahbah az-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu, II/865,
[7]  Wahbah az-Zuhaili,  Al-fiqh Al-Islami wa ‘Adillatuh, 2/866.
[8] Ibid.
[9] Yusuf Al-Qaradhawi, ibid., I/491-502; Wahbah az-Zuhaili, ibid., II/866.

[10]  Yusuf Al-Qaradlawi. Fiqh Zakat, 486, Didin Hafidhuddin, Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah, 104
[11] Ibn Rusyd. Bidâyat al-Mujtaahid, jilid 1 (t.t. Mustafa babi halabi, 1379 H- 1960 M ), 252-253.
Perbankan Syariah STAIN Metro Fiqih Zakat, Materi Kuliah, Semester III
Tuesday, 12 March 2013

Contoh Makalah Murabahah Studi Kasus di BMT Punggur


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dikeluarkannya Fatwa Bunga Bank Haram dari MUI Tahun 2003 menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah.
Seiring dengan hal tersebut di atas, Lembaga Keuangan Syariah yang ruang lingkupnya mikro yaitu Baitul Maal wal Tamwil (BMT) juga semakin menunjukkan eksistensinya. Seperti halnya bank syariah, kegiatan BMT adalah melakukan penghimpunan (prinsip wadiah dan mudharabah) dan penyaluran dana (prinsip bagi hasil, jual beli dan ijarah) kepada masyarakat.
Penyaluran dana dengan prinsip jual beli dilakukan dengan akad murabahah, salam, ataupun istishna. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli yang paling dominan adalah murabahah. Berdasarkan data statistik perbankan syariah Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia pada awal tahun 2004, jual beli murabahah menunjukkan posisi lebih dari 50%.
Menurut Choudury, dominannya pembiayaan murabahah terjadi karena pembiayaan ini cenderung memiliki risiko yang lebih kecil dan lebih mengamankan bagi shareholder.
Pendapat yang dikemukakan Choudury di atas secara implisit menunjukkan bahwa walaupun pembiayaan murabahah begitu mendominasi praktek pembiayaan perbankan syariah, namun tetap ada risiko-risiko yang menyertainya. Adanya risiko pada pembiayaan murabahah inilah yang menimbulkan keingintahuan peneliti mengkaji lebih dalam tentang praktek pembiayaan murabahah yang selama ini begitu dominan pada perbankan syari’ah. 

2. Tujuan Penelitian (Studi Kasus di BMT Punggur)
Adapun tujuan dari penelitian ini (Studi Kasus di BMT Punggur)  adalah :
A. Mengetahui praktek pembiayaan murabahah pada BMT di Punggur.
B. Mengetahui risiko-risiko yang terkait dengan pembiayaan murabahah pada BMT di Punggur.
C. Mengetahui bagaimana cara BMT di Punggur dalam mengelola risiko yang terkait dengan pembiayaan murabahah.
D. Mengetahui bagaimana perspektif syariah terhadap praktek pembiayaan murabahah pada BMT di Punggur. 


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah penjualan dengan harga pembelian barang berikut untung yang diketahui. Dalam pengertian lain murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli

2.2. Landasan Syariah
Dalam fatwa Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah sebagai berikut:
A. Al-Qur’an : Al-Baqarah [2]:275.
B. Al-Hadits : Hadis Nabi dari Abu Said al-Khudri: Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.”(H.R. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
C.  Ijma’ : (Ibnu Rusyd, , II/161; al-Kasani, V/220-222).
D. Kaidah Fikih : “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. 

2.3. Jenis Murabahah
Murabahah dapat dibedakan menjadi dua macam,yaitu : (1) Murabahah tanpa pesanan dan (2) Murabahah berdasarkan pesanan.
Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat mengikat dan murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat tidak mengikat. Sedangkan jika dilihat cara pembayarannya, maka murabahah dapat dilakukan dengan cara tunai atau dengan pembayaran tangguh. 

2.4. Ketentuan Umum Murabahah
A. Jaminan dalam Murabahah
B. Uang Muka
C. Sanksi / Denda

2.5. Aplikasi Murabahah
Berikut ini adalah beberapa contoh transaksi murabahah dalam praktik :
A. Pengadaan Barang, misalnya kebutuhan sepeda motor untuk pegawai.
B. Persediaan Modal Kerja (modal kerja barang), dilakukan dengan transaksi sekali putus, bukan sekali akad dengan pembelian berulang-ulang.

2.6. Resiko dalam Murabahah
Risiko dalam pembiayaan murabahah diantaranya adalah :
A. Risiko yang terkait dengan barang
B. Risiko yang terkait dengan klien (nasabah)
C. Risiko yang terkait dengan pembayaran


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian lapangan (observasi) dengan menggunakan desain kualitatif berdasarkan Studi Kasus di BMT Punggur yang bersumber dari Warnet. Objek yang menjadi sasaran penelitian adalah risiko akad dalam pembiayaan murabahah secara konsep dan aplikasi pada BMT-BMT di Punggur. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif - analitis untuk mengetahui landasan konseptual dan aplikatif risiko akad dalam murabahah pada BMT-BMT di Punggur. 

3.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan datanya menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara melalui Studi Kasus yang bersumber dari Warnet. 

3.3. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini populasinya adalah BMT-BMT yang tergabung dalam suatu kesatuan PUSKOPSYAH “BMT MITRA NUGRAHA” yang terdiri dari 5 BMT anggota.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive random sampling (pengambilan sampel secara acak dan dengan pertimbangan), yaitu dari 5 BMT yang ada diambil secara proporsional berdasarkan aset yang dikelola oleh masing-masing BMT. Aset dari setiap BMT dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu besar (asetnya lebih dari satu milyar rupiah ) terdapat 1 BMT ; sedang (asetnya antara 500juta sampai dengan satu milyar rupiah) terdapat 2 BMT ; dan kecil (asetnya kurang dari 500juta rupiah) terdapat 2 BMT. Dari ketiga kategori ini diambil sampel secara acak (masing-masing kategori satu sampel). 

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada BMT-BMT anggota Pusat Koperasi Syariah (PUSKOPSYAH)11 “BMT MITRA NUGRAHA”, yaitu : BMT Dana Insani, BMT Amratani Sejahtera, dan BMT Bina Ihsanul Fikri (BIF) Nitikan. Penelitian ini dilakukan antara bulan Oktober 2006 – Maret 2007. 

3.5. Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : Pertama, praktek murabahah pada BMT di Punggur. Kedua, mendeskripsikan kemudian. Ketiga, manajemen risiko pada BMT di Punggur. Keempat, melakukan penilaian berdasarkan konsep normatif murabahah. 


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Penentuan Akad
Ketiga BMT menentukan akad pembiayaan dengan terlebih dahulu menanyakan tujuan dari penggunaan dana tersebut. Pada BMT Dana Insani, jika anggota mengajukan pembiayaan untuk membeli barang (termasuk pembelian barang dagangan) maka pihak BMT akan menggunakan akad murabahah. Pada BMT BIF Nitikan, anggota biasanya mengajukan pembiayaan murabahah untuk keperluan : (1) menambah modal untuk membeli barang dagangan, (2) membeli kendaraan (misal : sepeda motor) untuk memperlancar usaha, (3)membeli barang konsumsi. Sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera, jika anggota mengajukan pembiayaan untuk membeli sesuatu maka dapat menggunakan akad murabahah, namun untuk pembiayaan tambah modal bagi pedagang yang digunakan adalah akad musyarakah.  perputaran dana, nasabah dapat mengajukan pembiayaan mudharabah. Bank dan nasabah dapat berbagi hasil / keuntungan dengan memperkirakan perputaran rata-rata omzet pada tiap bulannya menggunakan akad mudharabah ketika memberikan pembiayaan tambah modal kepada anggotanya. Namun demikian menurut pengurus BMT Dana Insani, penggunaan akad mudharabah pada BMT sulit direalisasikan karena yang menjadi segmennya adalah masyarakat kecil yang minim pendidikan sehingga lebih mudah jika menggunakan akad murabahah. 

4.2. Adanya Agunan
Sesuai dengan prosedur akad pembiayaan murabahah pada ketiga BMT di atas, pada setiap pembiayaan disyaratkan adanya agunan sebagai barang jaminan. Menggunakan agunan dalam hutang, menurut Qur’an (QS [2]:282) dan Sunnah, tidak dengan sendirinya tercela. Qur’an memerintahkan Muslim menulis kewajiban mereka dan jika perlu menggunakan agunan untuk hutang. Nabi dalam beberapa kesempatan memberikan kepada kreditor dengan agunan untuk hutang. Agunan adalah metode menjamin hak kreditor tidak dibayar, dan menghindari “makan hak orang lain tanpa ijin”. Namun demikian, menuntut agunan dilihat oleh pendukung perbankan Islam sebagai kendala arus keuangan bank kepada para pengusaha yang relatif berpendapatan rendah. Bank-bank Islam cenderung mengkritik bank-bank tradisional karena cenderung “orientasi agunan.” 

4.3. Pengadaan Barang
Pada BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan, dalam akadnya disebutkan bahwa pembelian obyek murabahah diwakilkan kepada anggota. Hal ini menunjukkan bahwa dalam transaksi murabahah tersebut pihak BMT menyerahkan uang kepada nasabah (bukan barang) dengan alasan BMT memberikan kuasa kepada anggota untuk membeli barangnya sendiri. Hal ini merupakan salah satu alasan masyarakat yang mengatakan bank syariah / BMT tidak ada bedanya dengan bank konvensional. Sementara itu, pada BMT Amratani Sejahtera pembelian barangnya diusahakan oleh pihak BMT.
Salah satu ketentuan dasar penjualan adalah barangnya harus dimiliki oleh penjual ketika penjualan tersebut berlangsung. Ketentuan ini juga berlaku dalam penjualan dengan cara murabahah. Menjual barang yang tidak dimiliki adalah tindakan yang dilarang syariah karena termasuk. Para ulama syariah terdahulu telah memberikan alasan secara rinci mengenai pelarangan tersebut. Akan tetapi, beberapa ulama syariah modern menunjukkan bahwa konteks jual beli murabahah jenis ini di mana “belum ada barang” berbeda dengan “menjual tanpa kepemilikan barang.”
Apabila diperhatikan ketentuan fatwa Dewan Syariah Nasional No.4/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah, ketentuan pertama, butir 9 disebutkan bahwa “Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang dibeli, jadi secara prinsip barang tersebut menjadi milik bank”.
Dari ketentuan tersebut jelas bahwa akad murabahah dapat dilakukan jika barang tersebut secara prinsip telah menjadi milik bank jadi harus ada barangnya dahulu baru dilakukan akad murabahah, tidak diperkenankan melakukan akad murabahah jika tidak ada barangnya. 

4.4. Uang Muka
Pada BMT Amratani Sejahtera karena pihak BMT yang mengusahakan untuk membeli barang murabahah maka disyaratkan adanya uang muka yang dapat diambil dari simpanan anggota yang mengajukan pembiayaan. Berbeda dengan BMT Amratani Sejahtera, uang muka tidak disyaratkan dalam transaksi murabahah di BMT Dana Insani karena pembelian barangnya diwakilkan kepada anggota. Sementara itu pada BMT BIF Nitikan, sebagian dana untuk pembelian barang dapat berasal dari anggota yaitu sebesar 30% dari harga pembelian barang sehingga pihak BMT tinggal menambahi sisanya. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia menjelaskan bahwa uang muka harus dibayarkan oleh nasabah kepada Bank Syariah, bukan kepada pemasok (PAPSI,2003). Jadi pembayaran terlebih dahulu kepada pemasok, yang lazim disebut dengan pendanaan sendiri ( ) tidak dapat dikategorikansebagai uang muka, bahkan banyak yang berpendapat barang yang dibeli dengan dana sebagian dari nasabah tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Fatwa DSN Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan pertama butir 4 yaitu : “Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,dan pembelian ini harus sah dan bebas riba”. Pembeli (pihak BMT) dibolehkan meminta pemesan (anggota) membayar uang muka atau tanda jadi saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pemesan yang menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh atas pesanannya tersebut. Bila kemudian pemesan menolak untuk membeli aset tersebut, biaya riil pembeli harus dibayar dari uang muka. Bila nilai uang muka tersebut lebih sedikit dari kerugian yang harus ditanggung pembeli, pembeli dapat minta kembali sisa kerugiannya kepada pemesan. 

4.5. Sanksi/Denda
Dalam bank Islam, debitur hendaknya diberikan waktu untuk membayar jika ia tidak mampu membayar menurut perintah Qur’an, “jika debitur mengalami kesulitan, maka diberikan kelonggaran sampai ia mengalami kemudahan.”
Di dalam praktiknya, bank-bank Islam dengan dukungan Dewan Syariah mereka, telah mempersempit makna perintah al-Qur’an tersebut. Penerapan perintah tersebut secara umum, menurut bank-bank Islam, adalah celah potensial bagi para debitur mereka yang mungkin lalai untuk melunasi hutang mereka padahal mereka mampu melunasinya. Untuk menutup penyalahgunaan celah potensial ini, Dewan Syari’ah telah mengadopsi konsep ‘denda’ terhadap mereka yang tidak melunasi hutang tepat waktu, khususnya jika debitur mampu melunasinya.
Pada BMT Dana Insani, apabila anggota melakukan keterlambatanpembayaran angsuran dengan sengaja maka akan dikenakan sanksi berupa biaya operasional sebesar 1/1000 dari total pembiayaan. Dana ini kemudian akan dimasukkan ke dalam dana ZIS.
Sedangkan di BMT Amratani Sejahtera apabila akad perjanjian telah jatuh tempo namun anggota belum melunasi kewajibannya, maka anggota harus membayar biaya administrasi penagihan dan biaya ganti rugi kepada BMT. Biaya administrasi penagihan dan biaya ganti rugi ini besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan di awal antara anggota dan BMT. Dana yang merupakan denda tersebut akan dimasukkan ke dalam dana baitul maal.
Sementara itu di BMT BIF Nitikan apabila anggota menunggak pembayaran sebanyak tiga kali secara berturut-turut maka akan dikenakan sanksi berupa denda 3% kali saldo pokok pembiayaan dan denda tersebut dimasukkan ke dalam dana sosial (pihak BMT melakukan pendebetan terhadap rekening tabungan anggota tersebut).

4.6. Penghitungan Margin
Penentuan besarnya margin pembiayaan murabahah di BMT Dana Insani dipengaruhi oleh besarnya pembiayaan dan jangka waktu pembiayaan. Jangka waktu pembiayaan ini berpengaruh pada biaya operasional. Besarnya biaya operasional ini minimal sebesar 2% dari besarnya pembiayaan. Jadi supaya tidak rugi, penentuan margin di BMT Dana Insani harus lebih besar dari biaya operasional.32 Sementara itu di BMT Amratani Sejahtera, penentuan besarnya margin pembiayaan murabahah dipengaruhi oleh harga barang, proyeksi pendapatan per bulan, jangka waktu, dan uang muka / urbun. Margin yang diharapkan oleh pihak BMT adalah sebesar 20.000,- s/d 25.000 / 1 juta (2-2,5% per 1 juta) dari suatu pembiayaan.33 Sedangkan di BMT BIF Nitikan, penentuan besarnya margin pembiayaan murabahah dipengaruhi oleh besarnya biaya operasional (supaya tidak rugi, penentuan margin di BMT BIF Nitikan harus lebih besar dari biaya operasionalnya), harga tawar margin, laba/pendapatan anggota, kelancaran usaha anggota, jangka waktu, dan besarnya pembiayaan. Margin yang diterapkan di BMT BIF Nitikan berkisar antara 2,5-3%.
Jual beli boleh dilangsungkan dengan menggunakan harga waktu itu, dan boleh juga dengan harga ditangguhkan, demikian juga sebagian langsung sedang sebagian lagi ditangguhkan jika ada kesepakatan dari dua belah pihak. Pada BMT Dana Insani, BMT Amratani Sejahtera dan BMT BIF Nitikan penghitungan marginnya dipengaruhi oleh jangka waktu pembiayaan. Sesuai dengan uraian di atas, hal ini bukan merupakan sesuatu hal yang dilarang.


BAB V
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
A. Praktek pembiayaan murabahah pada BMT digunakan untuk pembelian barang konsumsi maupun barang dagangan (pembiayaan tambah modal) yang pembayarannya dapat dilakukan secara tangguh (jatuh tempo / angsuran).

B. Risiko yang pernah dialami ke tiga BMT dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah adalah :
1. BMT Dana insani dan BMT BIF Nitikan mengalami risiko penyalahgunaan dana oleh anggota, sedangkan BMT Amratani Sejahtera mengalami risiko tidak dapat membelikan barang yang dibutuhkan anggota.
2. BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan belum pernah mengalami risiko yang terkait dengan obyek yaitu karena pembelian barang diwakilkan kepada anggota. Sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera, tidak dapat membelikan barang yang dibutuhkan anggota jika barangnya anggota.
3. Ketiga BMT pernah mengalami risiko pembayaran yang kurang lancer dari anggota. 
4. BMT Dana Insani belum pernah mengalami risiko yang terkait dengan anggota, sedangkan BMT Amratani Sejahtera pernah mengalami risiko penundaan pembiayaan. Sementara itu BMT BIF Nitikan pernah mengalami risiko pembatalan akad. 

C. Ketiga BMT memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengelola risiko murabahah, yaitu :
1. Untuk mengelola risiko yang terkait dengan barang, BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan mewakilkan kepada anggota untuk membeli barangnya sendiri. Sementara itu, untuk menghindari risiko pembatalan pembelian barang karena adanya kerusakan / cacat pada barang , BMT Amratani Sejahtera akan memberikan diskon (mengurangi margin) kepada anggota supaya anggota tetap jadi membeli barang tersebut.
2. Untuk mengelola risiko yang terkait dengan pembayaran, ketiga BMT mensyaratkan adanya barang jaminan.
3. Untuk mengelola risiko yang terkait dengan anggota, BMT BIF Nitikan dan BMT Amratani Sejahtera mensyaratkan adanya uang muka.

D. Berdasarkan analisis yang telah dilaksanakan, terlihat bahwa sebagian besar konsep dan pelaksanaan pembiayaan murabahah pada ketiga BMT telah sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah, namun hal-hal yang dinilai belum memenuhi persyaratan akad murabahah yaitu dalam hal :
1. Penentuan akad.
BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan menggunakan akad murabahah untuk pembiayaan tambah modal, padahal dalam perdagangan umumnya ada perputaran dana sehingga BMT dan anggota dapat berbagi hasil / keuntungan. Sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera, pembiayaan tambah modal dilayani dengan akad musyarakah. 
2. Pembelian barang.
Pada BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan, pembelian obyek atau barang murabahah dilakukan dengan cara mewakilkan kepada anggota, sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera pembelian barangnya diusahakan oleh pihak BMT.

Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
A. Pihak BMT dapat menggunakan akad bagi hasil jika anggota mengajukan pembiayaan tambah modal.
B. Pembelian obyek murabahah sebaiknya dilakukan oleh pihak BMT, namun apabila pembelian diwakilkan kepada anggota maka harus ada klausul wakalah dan akad murabahah baru dilakukan setelah barang tersebut menjadi milik pihak BMT.
C. Risiko-risiko yang terkait dengan murabahah seharusnya diantisipasi lebih awal walaupun selama ini BMT belum pernah mengalaminya.

Perbankan Syariah STAIN Metro Materi Kuliah, Semester II, Semester III
Friday, 2 November 2012

MATERI FIQIH ZAKAT - zakat, sedekah, hibah, hadiah




BAB 3
ZAKAT
A. Zakat Fitrah dan Zakat Mal
1. Zakat fitrah
a. Pengertian dan hukum zakat fitrah
Adalah zakat berupa makanan pokok yang wajib ditunaikan untuk setiap jiwa satu tahun sekali.Besarnya zakat fitrah adalah 2,5 kgperjiwa baik laki-laki maupun perempuan,anak-anak maupun dewasa.
Hukumnya wajib bagi mereka yang mampu.
Perintah mengeluarkan zakat futrah ini terdapat dalam surat al baqoroh :43.

b. Besarnya zakat fitrah Yang wajib di keluarkan
Besarnya zakat fitrah yang dikeluarkan adalah 2,5 kg.

c. Rukun zakat fitrah
- Niat dengan ikhlas
- Ada orang yang menunaikan
- Ada orang yang menerima
-Ada barang yang dizakatkan

d. Syarat wajib zakat fitrah
- Beragama islam
-Mempunyai kelebihan makanan
-Masih hidup saat terbenamnya matahari pada akhir bulan ramadhan.

e. Waktu zakat fitrah
Berdasarkan hadist rosululloh waktu pe;aksanakan zakat fitrah adalah sebelu sholat idul fitri.

f. Tujuan zakat fitrah
1. membersihkan diri dari berbagai dosa yang dilakukan selama menunaikan puasa ramadhan
2. Memberikan makan kepada fakir miskin
3. Zakat Mal

a. Pengertian dan hukum zakat mal
Adalah zakat yang berupa hartayang wajib ditunaikan bagi pemilik harta setiap setahun sekali.Hukum mengeluarkan zakat mal adalah wajib.

B. Rukun zakat mal
a. Niat untuk menunaikan
b. ada orang yang menunnaikan zakat mal
c. ada orang yang menunaikan zakat al
d. ada harta yang dizakatkan

C. Syarat wajib zakat mal
- Beragama islam
-hartanya sudah mencapai nisab
-Telah nencapai haul

D. Akibat buruk bagi orang yang tidak mengeluarkan zakat:
-Berdosa besar
-Tercela dalam pandangan Allah swt
-Terancam dengan siksa neraka

E. Orang yang berhak menerima zakat
Terdapat pada surat attaubah ayat 60
Fakir : orang yang tidak mempunyai harta dan pekerjaan
- Miskin
- Amil:orang yang bekerja mengumpulkan dan membagikan zakat
- Muallaf:orang yang baru masuk islam
- Riqob:Orang yang sudah dijanjikan oleh pemiliknya bahwa ia boleh menebus dirinya.
- Garim :Orang yang banyak mempunyai hutang
-Sabilillah:Suatu kemaslahatan pada umumnya yang diridhoi Allah.
-Ibnu sabil :Orang yang sedang mengadakan perjalanan dalam rangka mencari ridho Allah.

BAB 4
INFAK HARTA DILUAR ZAKAT
A. Sedekah
1. Pengertian sedekah
adalah memberikan sesuatu kepada orang lain dengan mengharap ridho allah.
2. Bentuk – bentuk sedekah
Bersedekah dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk,bahkan menahan diri tidak berbuat keburukan kepada oranglain pun termasuk sedekah.

B. Hibah
1. Pengertian hibah
Pemberian harta dari seseorang kepada oraglain sengan alih pemilikan untuk dimanfaatkan sesuai kegunaannya dan langsung pindah pemilikannya saat ahad hibah dinyatakan.

2. Kepemilikan barang yang dihibahkan
Harta yang diberikan lewat hibah langsung beralih kepemilikan dari pemberi hibah kepada pihak kedua yang menerimanya.Namun masih ada peluang untuk menarik kembali yakni hibah yang diberikan seorang ayah kepada anaknya.Jika seorang ayah melihat bahwa dengan hibah tersebut seorang anak justru menjadi lebih nakal(terjerumus pada hal yang tidak diridhoi Allah)

3. Hukum hibah
Pada dasarnya memberikan sesuatu kepada oranglain hukumnya adalah mubah(jaiz).Dalam hukum asal mubah tersebut hukum hibah dapat menjadi wajib,haram dan makruh.
a. Wajib.
Hibah yang diberikan kepada istri dan anak hukumnya wajib sesuai dengan kemampuannya.
Rosululloh saw bersabda:
Bertaqwalah kalian kepada Allah dan adillah terhadap anak anak kalian.
b. Haram
Hibah menjadi haram hukumnya apabila harta yang telah dihibahkan ditarik kembali.
c. Makruh
Menghibahkan sesuatu dengan maksud mendapatkan imbalan sesuatu baik berimbang maupun lebih banyak hukumnya adalah makhruh.

C. Hadiah
1. Pengertian Hadiah
ialah memberikan sesuatu secara Cuma Cuma dengan maksud untuk memuliakan seseorang karena suatu kebaikan yang telah diperbuat.

2. Anjuranuntuk saling memberi hadiah.
Rosululloh saw bersabda:
Hendaklah kalian saling berjabat tangan niscaya perasaan tidak senang hilang dari kalian dan hendaklah kalian saling memberi hadiah niscaya kalian saling mencintai.

3. Persamaan,perbedaan dan manfaat sedekah,hibah dan hadiah.
a. Persamaan.
-Sedekah,hibah,dan hadiah merupakan wujud kedermawaan yang dimiliki seseorang atau suatu kelompok dalam organisasi.
-Ketiganya diberikan secara cumu cuma tanpa mengharapkan pemberian kembali dalam bentuk dan wujud apapun.
b. Perbedaan
1.Sedekah dan hibah diberikan kepada seseorang karena rasa iba,kasih sayang,atau ingin mempererat persaudaraan.

2. Hadiah diberikan kepada seseorang sebagai imbalan jasa atau penghargaan atas prestasi yang dicapai.
Perbankan Syariah STAIN Metro Fiqih Zakat, Materi Kuliah, Semester III
Monday, 2 July 2012

Jadwal Mata Kuliah Prodi PBS Semester III

No.
Kode
Mata Kuliah
Mata Kuliah
SKS
Semester
NA
NM
NL
Keterangan
1.       
MKB.PBS 3.01.0
Managemen Dana Bank Syari’ah
2
III




2.       
MKB.PBS 3.02.1
Akuntansi Bank Syari’ah
2
III




3.       
MKB.PBS 3.05.2
Managemen Keuangan Syari’ah
2
III




4.       
MKB.PBS 3.06.2
Fiqh Mu’amallah 2
2
III



Pre-requisite
5.       
MKB.PBS 3.07.0
Ekonomi Islam Mikro
2
III




6.       
MKB.PBS 3.29.0
Ekonomi Mikro
2
III




7.       
MKB.PBS 3.08.0
Managemen Pemasaran
2
III




8.       
MKB.PBS 3.10.0
Anggaran Perbankan
2
III




9.       
MPB.PBS 4.01.0
Ayat-ayat Ekonomi
2
III




10.   
MPB.PBS 4.02.0
Hadis-hadis Ekonomi
2
III




11.   
MKB.PBS 3.12.0
Fiqih Zakat
2
III




Perbankan Syariah STAIN Metro Semester III

Klik Like yaaa..?