D3 Perbankan Syariah: Semester II

Ads

Showing posts with label Semester II. Show all posts
Showing posts with label Semester II. Show all posts
Tuesday, 12 March 2013

Ayat-Ayat Riba dan Asbabun Nuzul


I.   PENDAHULUAN
Sejak dekade 1960-an, perbincangan mengenai larangan riba bunga bank semakin memanas saja. Setidaknya ada dua pendapat mendasar yang membahas masalah tentang riba. Pendapat pertama berasal dari mayoritas ulama yang mengadopsi dan intrepertasi para fuqaha tentang riba sebagaimana yang tertuang dalam fiqh. Pendapat lainnya mengatakan, bahwa larangan riba dipahami sebagai sesuatu yang berhubungan dengan adanya upaya eksploitasi, yang secara ekonomis menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat[1]. Dan juga ada kalangan yang mengatakan bahwa riba yang dilarang itu hanyalah riba yang berlipat ganda saja. Sedang riba yang sedikit tidak dilarang.
Maka dari itu pada pembahasan kali ini penulis berusaha menjelaskan bagaimana sebenarnya riba yang dilarang itu apakah riba yang berlipat ganda saja atau semua jenis riba yang dilarang oleh syariat. Penulis mulai dari ayat mana sajakah yang mengharamkan riba. Kemudian bagaimana kronologi penurunan ayat tersebut apakah turun atas kehendak Allah secara langsung, adanya suatu peristiwa atau atas jawaban pertanyaan para sahabat. Setelah itu bagiamana hukumnya menurut para mufassir zaman dahulu. Dari sini diharapkan kita dapat mengetahui sebenarnya tentang pengharaman riba itu yang bagaimana. 


II. AYAT-AYAT RIBA DAN ASBABUN NUZUL 
1. Qs Ar-Ruum 39
39.  Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, Maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, Maka (yang berbuat demikian) Itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).
Penulis belum menemukan sebab diturunkan ayat ini. Berarti ayat ini turun langsung atas kehendak Allah.

2. Qs An-Nissa 160-161
160. Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan Karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah,
161.  Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal Sesungguhnya mereka Telah dilarang daripadanya, dan Karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. kami Telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.

Pada waktu itu orang orang yahudi biasa melakukan perbuatan perbuatan dosa besar. Mereka mengharamkan apa yang dihalalkan dan menghalalkan apa yang diharamkan. Sebagian budaya yang diharamkan adalah Riba. Hanya orang berimanlah yang tidak mau melakukannya seperti Abdillah bin salam, tsa’labah bin sa’yah. Sehubungan dengan itu maka Allah menurunkan  ayat 160-162 sebagai kabar bahwa perbuatan merekasalah dan berita gembira bagi mereka yang beriman ( HR. Ibnu Abi Hatim dari Muhammad Bin Abdillah Bin Yazid Al Murqi Dari Sofyan Bin Unaiyah Dari Amrin Dari Ibnu Abbas)[2]

3. Qs Ali Imran 130
130.  Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.Disini penulis juga belum menemukan sebab diturunkan ayat diatas. Namun perlu diketahui adalah ayat ini turun 11 setelah larangan riba pertama kali di makkah. Yaitu setelah peristiwa perang uhud[3]

4. Qs. Al-Baqarah 275-279
275. Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka Berkata (berpendapat), Sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah Telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. orang-orang yang Telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), Maka baginya apa yang Telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. orang yang kembali (mengambil riba), Maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.
276.  Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.
277.  Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.
278.  Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman.
279.  Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), Maka Ketahuilah, bahwa Allah dan rasul-Nya akan memerangimu. dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), Maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.
280.  Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, Maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu Mengetahui.
281.  Dan peliharalah dirimu dari (azab yang terjadi pada) hari yang pada waktu itu kamu semua dikembalikan kepada Allah. Kemudian masing-masing diri diberi balasan yang Sempurna terhadap apa yang Telah dikerjakannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).
Ayat ini turun setelah terbukanya kota mekkah. Sebab turunnya adalah sehubungan dengan pengaduan Bani Mughirah kepada gubernur kota mekkah Atab Bin Usaid terhadap bani Tsaqif tentang utang utang yang dilakukan dengan riba sebelum turun ayat pengharaman riba. Kemudian gubernur mengirimkan surat kepada Rasulullah SAW melaporkan kejadian tersebut. Surat tersebut dijawab setelah turunnya ayat 278-279 (HR. Abu Ya’la dalam kitab musnadnya dan Ibnu Madah Dari Kalabi Dari Abi Salih Dan Ibnu Abbas)[4]
dalam literatur lainnya menurut Muhammad Ali Ash Shabuni ayat ini turun berkaitan dengan perkongsian dua orang yaitu al-Abbas dan Khalid Bin Walid secara riba kepada suku tsaqif sampai Islam datang, kedua orang ini masih mempunyai sisa Riba dalam jumlah besar. Kemudian turunlah ayat: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut……… kemudian Rasulullah SAW bersabda[5]:
Ketahuilah!! Sesungguhnyatiap tiap riba dari riba jahiliyah harus sudah dihentikan dan pertma kali riba yang aku henikan ialah riba Al-abbas dan setiap penuntutan darah dari darah jahiliyah harus dihentikan dan pertam petma darah yang kuhentikan ialah darah Rabi’ah bin al-harits

III. TAHAPAN PENGAHARAMAN RIBA
Dalam pengharaman riba terdapat beberapa tahap, sehingga dapat kita ketahui rahasia pengharaman riba nantinya. Riba diturunkan dalam empat tahap sebagaimana halnya dengan pengharaman arak, juga diturunkan dalam empat tahap.
Tahap pertama, yaitu turunnya Ar-Ruum 39, ayat ini diturunkan dimekkah yang secara dhahirnya tidak ada isyarat yang menunjukan diharamnkan riba secara jelas[6].tetapi  sudah mengingatkan bahwa Allah membeci Riba dan menyukai zakat, sehingga ayat ini sebagai conditioning. Artinya menciptakan kondisi ummat agar siap mental untuk mentaati larangan riba[7].
Tahap kedua, setelah turun ayat peringatan diatas turunlah ayat kedua yaitu surat an-Nisa 160-161. Ayat ini diturunkan di medinah dan merupakan pelajaran yang dikisahkan Allah kepada kita tentang perbuatan kaum yahudi. Larangan riba disini juga masih berbentuk isyarat, bukan terangan terangan atau dalil qoth’I karena ini adalah sebuah kisah, ini juga sama halnya dengan larangan terhadap arak[8]
Tahap ketiga, baru pada tahap ketiga inilah larangan riba dinyatakan secara tegas, dengan turunnya surat Ali Imran 130 di Madinah. Tetapi larangan ini masih bersifat Juz’iy bukan kulliy. Karena haramnya disini baru satu dari jenis riba yaitu riba yang paling buruk (fahisy) suatu bentuk riba yang paling jahat, dimana hutang itu bisa berlipat ganda yang diperbuat oleh yang mengutangkan, sedang orang berhutang itu karena sangat membutuhkan dan terpaksa.[9]
Tahap keempat, pada tahap ini riba telah diharamkan secara keseluruhan yaitu surat Al-Baqarah 278-279. Dimana pada ayat ini tidak lagi membedakan banyak sedikitnya jumlah riba. Dan inilah merupakan ayat terakhir turunnya, yang berarti merupakan syariat yang terakhir pula. Ayat ini adalah ayat terakhir, senada dengan pengharaman arak.[10]. Surat ini dapat dipakai dalil untuk mengharamkan riba secara mutlak, yaitu haram hukumnya.[11]

IV.  TAFSIR AYAT
Dalam bukunya As-Shabuni telah menjelaskan secara rinci akan penafsiran surat al-Baqarah 275-281. Yang mana sebelumnya telah disebutkan bahwa pada surat inilah riba diharamkan secara keseluruhan (kulliy)[12]. Maka dari itu tidak perlu menafsirkan semua ayat riba diatas cukup ayat terakhir saja yang perlu kita tafsirkan sedang ayat lainnya sebagai penguat akan diharamkannya riba.
(1) Maksud “ya’kuluna” pada surat Al-Baqarah ayat 275 diatas adalah mengambil dan membelanjakannya. Tetapi disini dipakai dengan kata makan karena maksud utama harta adalah untuk dimakan.  Kata makan ini sering pula dipakai dengan arti mempergunakan harta orang lain denagn cara yang tidak benar.
(2) Pemakan riba disamakan dengan orang orang yang kesurupan adalah suatu ungkapan yang halus sekali, yaitu Allah memasukan riba ke dalam perut mereka itu, lalu barang itu memberatkan mereka.hingga mereka sempoyongan bangun jatuh. Itu menjadi tanda dihari kiamat sehingga semua orang mengenalnya. Begitulah seperti yang dikatakan sa’id bin jubair.
(3) Perkataan “innama l bai’u mitslu riba” itu disebut tasybih maqlub (persamaan terbalik. Sebab musyabah bih-nya memiliki nilai lebih tinggi. Sedang yang dimaksud disini ialah: riba itu sama dengan jual beli. Sama sama halalnya. Tetapi mereka berlebihan dalam kenyakinannya, bahwa riba itu dijadikan sebagai pokok dan hukumnya halal, sehingga dipersamakan dengan jual beli. Disinilah letak kehalusannya.
(4) Yang menjadi titik tinjauan dalam ayat 276 bahwa periba mencari keuntungan harta dengan cara riba dan pembangkang sedekah mencari keuntungan dengan tidak mengeluarkan sedekah. Untuk itulah Allah menjelaskan bahwa riba menyebabkan kurangnya harta dan tidak berkembangnya harta.sedang sedekah menyebabkan berkemabngnya harta bukan pengurang harta.
(5) Kata “harb” dalam bentuk nakirah.adalah untuk menunjukan besarnya persoalan ini. Lebih lebih ini di nisbatkan kepada Allah dan rasul-Nya. Seolah olah Allah mengatakan; Percayalah akan ada suatu peperangan dasyat dari Allah dan Rasul-Nya yang tidak dapat dikalahkan.
(6) Perkataan “kaffar” dan “atsiem” kedua kata ini termasuk sighat mubalaghah yang artinya; banyak kekufuran dan banyak dosa. Ini menunjukan bahwa perbuatan haramnya riba ini sangatlah keras sekali. Dan termasuk perbuatan orang orang kafir bukan perbuatan orang orang muslim.
(7) Perkataan “wa inkana dzuu ‘usratin fa nadhiratun ila maysarah”  itu memberikan semangat kepada pihak yang menghutangi supaya benar benar memberikan tempo kepada pihak yang berhutang sampai ia  benar benar mampu. Anjuran ini juga ada pada sunnah Nabi, HR Bukhari
(8) Sebagian ulama berkata; barang siapa yang merenungkan ayat ayat diatas dengan segala kandungannya seperti tentang siksaaan pemakan riba orang yang menghalalkan iba serta besarnya dosanya, maka ia akan tahu akan keadaan mereka nanti di Akherat.
(9) Ayat ayat riba ditutup dengan ayat 281 dan ayat ini adalah ayat terakhir yang diturunkan oleh Allah[13]. Ayat ini memberikan peringatan betapa besarnya pertemuan dihadapan Allah dimana harta benda dan anak anak tidak berguna lagi kecuali orang orang yang datang kehadapan Allah dengan hati penuh kedamaian.

V. KANDUNGAN HUKUMMNYA (FIQHUL AYAT)
5. 1. Pengertian riba
Riba secara bahasa memiliki beberepa arti salah satunya adalah “ziyadah”yang berarti tambahan pembayaran atas utang pokok pinjaman[14]. Sedangkan dalam istilah al-Jurjani mendefinisikan riba dengan kelebihan/tambahan pembayaran tanpa ada ganti/imbalan, yang disyaratkan bagi salah seorang dari kedua belah pihak yang membuat akad/transaksi[15].
Istilah riba pertama kalinya di ketahui berdasarkan wahyu yang diturunkan pada masa awal risalah kenabian dimakkah kemungkinan besar pada tahun IV atau awal hijriah ini berdasarkan pada awal turunya ayat riba[16]. Para mufassir klasik berpendapat, bahwa makna riba disini adalah pemberian. Berdasarkan interpretasi ini, menurut Azhari (w. 370H/980 M) dan Ibnu Mansur (w. 711H/1331M) riba terdiri dari dua bentuk yaitu riba yang dilarang dan yang tidak dilarang[17]. Namun dalam kenyataannya istilah Riba hanya dipakai untuk memaknai pembebanan hutang atas nilai pokok yang dipinjamkan[18]. 

5. 2. Riba yang diharamkan dalam syariat Islam.
Secara garis besar Riba yang diharamkan oleh Islam itu ada dua macam
a. Riba Nasiah; riba yang sudah ma’ruf dikalangan jahiliyah. Yaitu, seseorang mengutangi uang dalam jumlah tertentu kepada seseorang dengan batas tertentu, misalnya dalam sebulan, sebagai imbalan limit waktu yang diberikan[19]. Masjfuk Zuhdi mengutip pengertian Sayyid Sabiq riba nasiah adalah tambahan yang disyaratkan yang diambil oleh orang yang mengutangi dari orang yang berutang, sebagai imbangan atas penundaan pembayaraan utang. Menurut Ibnu Qoyyim yang dikutip oleh Abdurahman Isa riba ini adalah riba yang jelas. Diharamkan karena keadaannya sendiri[20]
                  Sebagaimana yang telah di jelaskan pada asbabun nuzul riba ini telah biasa dilakukan pada masa jahiliyah sampai sekarang. Dan Riba itulah yang kini sedang dipraktekan di bank-bank konvensional. Mereka mengambil keuntungan dengan prosentase tertentu dari pokok pinjaman[21] yang ada.
b.  Riba fadhal; menurut Sayyid Sabiq sebagaimana yang dikutip oleh Masjfuk Zuhdi adalah jual beli emas/perak atau jual beli bahan makanan dengan bahan makanan yang sejenis dengan adanya tambahan. Kalau riba nasiah diharamkan berdasarkan Al-Quran secara jelas sedang riba fadhl secara jelas ditegaskan dalam hadits Nabi SAW seperti dibawah ini; menurut Ibnu Qoyyim riba ini termasuk riba samar, yang diharamkan karena sebab lainnya[22].
            Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, beras (sya’ir) dengan beras (sya’ir) kurma dengan kurma, garam dengan garam harus ditukar dengan sama dan kontan. Barang siapa menambah atau meminta tambah, maka berarti dia berbuat riba, yang menerima dan memberi adalah sama(HR. muslim).
            Dalam hadits lainnya dikatakan
            Emas dengan emas, perak dengan perak, beras gandum dengn beras gandum, pad gandum dengan padi gandum, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus sama dan tunai. Tetapi kalau jenis jenis itu berbeda, maka juAllah/tukarlah sesukamu, asal secara kontan (HR. Muslim, Ahmad, abu daud, dan ibnu majah dari ‘ubadah bin ash-shamit)                        Riba fadhl tidak terbatas pada enam macam barang yang tersebut dalam hadits diatas saja, tetapi mencakup semau mata uang dan semua bahan makanan yang mempunyai persamaan illat-nya.

5. 3. Halalkah riba yang sedikit?
Banyak kalangan berpendapat bahwa riba yang diharamkan adalah riba yang keji yang berlipat ganda, sebagaimana yang telah dijelaskan diatas. Mereka berpendapat bahwa riba yang sedikit adalah boleh. Mereka berpedoman pada surat Ali Imran ayat 130 “Janganlah kamu makan riba yang berlipat ganda”. Larangan diatas adalah bersyarat dan terikat yaitu berlipat ganda. Jadi kalau tidak berlipat ganda atau dalam kata lainnya jikalau bunganya itu kecil maka tidak jalan menuju pengharamannya. Pendapat diatas telah dijawab oleh Ash-Shabuni sebagai berikut[23];
a. Kata “berlipat ganda (adh’afam Mudha’afan)” itu tidak dapat dikatakan sebagai syarat atau pengikat. Ini hanyalah waqi’atul ain (peristiwa yang pernah terjadi pada masa jahiliyah). Sebagaimana telah dijelaskan pada bab sebelumnya pada sebab sebab turunnya ayat. Menurut didin hafiduddin kata diatas menunjukan adanya kebiasaan yang terjadai pada masyarakat waktu itu. Bukan menunjukan sifat dari riba. Jadi pada ayat diatas tidak ada yang namanya mafhum mukhalafah[24]. Penulis kira kalau dilihat dari nasikh dan mansukh surat ali imran 130 ini telah disempurnakan dengan surat albaqarah 278-279. karena surat ali imran 130 turun lebih dahulu setelah itu surat albaqarah 278-279
b. Jumhur ulama sepakat bahwa riba adalah haram hukumnya baik sedikit atau banyak. Alasan untuk membenarkan riba sedikit adalah untuk mencari keuntungan sendiri saja. Jadi jika membenarkan riba sedikit maka ia telah keluar dari ijma’ yang berarti menunjukan atas kebodohannya terhadap pokok-pokok syariah. Sebab riba sedikit akan membawa atau menyeret pada riba yang banyak. Islam mengharamkan sesuatu yang diharamkan secara keseluruhan. Berdasarkan kaidah ”syaddud dzari’ah”). Sekarang kalau ditanya Apakah minum arak itu jika sedikit saja hukumnya juga halal?
c. Ash-Shabuni melontarkan pertanyaan yang ditujukan kepada orang yang belum mengerti juga akan keharaman riba ini. Apakah kalian mengaku beriman kepada sebagian kitab dan kufur pada sebagian kitab yang lainnya? Mengapa anda memakai ayat (ali imran 130) sebagai dalil. Bukannya berdalil dengan surat albaqarah ayat“Dan Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”,“takutlah kepada Allah dan tinggalkan apa yang tersisa dari riba”, “Allah menghapus riba dan menyuburkan sedekah”juga hadits Nabi  Rosulullah SAW melaknat orang yang makan riba, yang memberi makan dengan harta riba, penulis riba dan dua saksi riba, semua itu adalah sama saja. mari kita reka ulang cara berpikir kita.

5. 4. Hikmah pengharaman riba
Syariat Islam memandang riba adalah salah satu dosa yang sangat besar dan berbahaya. Maka dari itu Islam memerangi dan memberantasnya tanpa ampun. Praktek riba ini sangat merugikan masyarakat. Maka dari itu Islam menganggap perbuatan riba sebagai perbuatan dosa besar-bahkan termasuk 7 dosa besar yang dilaknat oleh Allah SWT. Sedangkan sedekah kebalikan dari riba, makanya Allah sangat mengajurkan perbuatan ini. Karena dengan berlakunya sedekah akan menghidupkan roda kehidupan masyarakat.
Berikut ini beberapa dampak akan bahayanya riba bagi masyarakat;
1.      Bagi jiwa manusia
hal ini akan menimbulkan perasaan egois pada diri, sehingga tidak mengenal melainkan diri sendiri. Riba ini menghilangkan jiwa kasih sayang, dan rasa kemanusiaan dan sosial. Lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain[25].   
2.      Bagi masyarakat
Dalam kehidupan masyarakat hal ini akan menimbulkan kasta kasta yang saling bermusuhan. Sehingga membuat keadaan tidak aman dan tentram. Bukannya kasih sayang dan cinta persaudaraan yang timbul akan tetapi permusuhan dan pertengkaran yang akan tercipta dimasyarakat[26].
3.      Bagi roda pergerakan ekonomi
Dari segi ekonomi, hal ini akan menyebabkan manusia dalam dua golongan besar yaitu orang miskin sebagai pihak yang tertindas dan orang kaya sebagai pihak yang menindas. Dengan adanya riba menyebabkan eksploitasi kekayaan oleh sikaya terhadap simiskin. Modal besar yang dikuasai oleh the haves tidak tersalurkan kepada usaha usah yang produktif. Bisa menyebabkan kebangkrutan usaha dan pada gilirannya bias mengakibatkan keretakan rumah tangga jika sipeminjam tidak mampu membayarnya[27] 

VI.   KESIMPULAN
Sudah jelaslah bagiamana riba itu dilarang dengan tahapan tahapan yang sama dengan pengharaman arak. Dari uraian diatas dapat penulis ambil kesimpulan bahwa:
1. Riba bagaimanapun keadaannya baik itu sedikit atau banyak adalah haram hukumnya.
2. Riba adalah perbuatan dosa besar yang mana barang siapa melakukannya akan disiksa dalam neraka.
3. Seluruh ummat Islam wajib untuk meninggalkannya, serta menjauhinya. Dengan cara bertaqwa kepada Allah.

Perbankan Syariah STAIN Metro Maret, Materi Kuliah, Semester II

Larangan Riba Dalam Al-Qur'an Dan As-Sunnah

Larangan Riba
Umat islam di larangf mengambil riba apapun jenisnya. Larang supaya umat islam tidak melibatkan diri dengan riba bersumber dari berbagai surah dalam al-Qur’an dan hadis rasulullah saw. Dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai keharamanya, sebab hal ini telah di tetapkan berdasarkan nash al-quran dan sunnah rasulullah SAW, ijma’ (consensus) kaum muslimin, termasuk madzhab yang empat.


Larangan riba dalam al-Qur’an
Larang riba yang terdapat dalam al quran tidak diturunkan sekaligus melaikan diturunkan dala empat tahap.
Tahap pertama, menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqqoruf kepada allah SWT. Itu di dalam surah AR-RUUM ayat 39.

Tahap kedua riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang yahudi yang memakan riba. Itu di dalam surah an-nisaa ayat 160-161.
Tahap ketiga, riba di haramkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda. Para ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bunga dengan tingkat yang cukup tinggi merupan fenomena yang banya dipraktikan pada masa tersebut. Allah berfirma dalam surah ALI-IMRAN ayat 130.
Tahap keempat, Allah SWT dengan jelas dan tegas mengharamkan apapun jenis tambahan yang diambil dari pinjaman. Ini adalah ayat terakhir yang diturunkan menyangkut riba. Dalam surah AL-BAQARAH ayat 278-279.
Larangan Riba dalam Hadis
Pelarang riba dalam islam tidak hanya merujuk pada al qur’an melainkan juga al hadis. Hal ini sebagaimana posisi umum hadis yang berfungsi untuk menjelaskan lebih lanjut aturan yang tel;ah digariskan melalui al qur’an pelarang riba dalam hadis lebih terperinci. Dalam amanatnya pada tanggal 9 dzulhijjah tahun 10 hijriah, rasuluallah saw. Masih menekankan sikap islam yang melarang riba.
“ingatlah bahwa kamu akan memghadap tuhanmu dan dia pasti akan menghitung amalmu. Allah telah melarang kamu mengambil riba. Oleh karena itu, modal (uang pokok) kamu adalah hak kamu. Kamu tudak akan menderita ataupun mengalami ketidakadilan.


Riba yang Dimaksud Al-Quran
Kata riba dari segi bahasa berarti “kelebihan”. Sehingga bila kita hanya berhenti kepada arti “kelebihan” tersebut, logika yang dikemukakan kaum musyrik di atas cukup beralasan. Walaupun Al-Quran hanya menjawab pertanyaan mereka dengan menyatakan “Tuhan menghalalkan jual beli dan mengharamkanriba” (QS 2:275), pengharaman dan penghalalan tersebut tentunya tidak dilakukan tanpa adanya “sesuatu” yang membedakannya, dan “sesuatu” itulah yang menjadi penyebab keharamannya.

Dalam Al-Quran ditemukan kata riba terulang sebanyak delapan kali, terdapat dalam empat surat, yaitu Al-Baqarah, Ali ‘Imran, Al-Nisa’, dan Al-Rum. Tiga surat pertama adalah “Madaniyyah” (turun setelah Nabi hijrah ke Madinah), sedang surat Al-Rum adalah “Makiyyah” (turun sebelum beliau hijrah). Ini berarti ayat pertama yang berbicara tentang riba adalah Al-Rum ayat 39: Dan sesuatu riba (kelebihan) yang kamu berikan agar ia menambah kelebihan pads harts manusia, maka riba itu tidak menambah pads sisi Allah …

Selanjutnya Al-Sayuthi, mengutip riwayat-riwayat Bukhari, Ahmad, Ibn Majah, Ibn Mardawaih, dan Al-Baihaqi, berpendapat bahwa ayat yang terakhir turun kepada Rasulullah saw. adalah ayat-ayat yang dalam rangkaiannya terdapat penjelasan terakhir tentang riba, yaitu ayat 278-281 surat Al-Baqarah: Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba, jika kamu orang-orang yang beriman.
Selanjutnya Al-Zanjani, berdasarkan beberapa riwayat antara lain dari Ibn Al-Nadim dan kesimpulan yang dikemukakan oleh Al-Biqa’i serta orientalis Noldeke, mengemukakan bahwa surat Ali ‘Imran lebih dahulu turun dari surat Al-Nisa’. Kalau kesimpulan mereka diterima, maka berarti ayat 130 surat Ali ‘Imran yang secara tegas melarang memakan riba secara berlipat ganda, merupakan ayat kedua yang diterima Nabi, sedangkan ayat 161 Al-Nisa’ yang mengandung kecaman atas orang-orang Yahudi yang memakan riba merupakan wahyu tahap ketiga dalam rangkaian pembicaraan Al-Quran tentang riba.

Menurut Al-Maraghi dan Al-Shabuni, tahap-tahap pembicaraan Al-Quran tentang riba sama dengan tahapan pembicaraan tentang khamr (minuman keras), yang pada tahap pertama sekadar menggambarkan adanya unsur negatif di dalamnya (Al-Rum: 39), kemudian disusul dengan isyarat tentang keharamannya (Al-Nisa’: 161). Selanjutnya pada tahap ketiga, secara eksplisit, dinyatakan keharaman salah satu bentuknya (Ali ‘Imran: 130), dan pada tahap terakhir, diharamkan secara total dalam berbagai bentuknya (Al-Baqarah: 278).

Dalam menetapkan tuntutan pada tahapan tersebut di atas, kedua mufassir tersebut tidak mengemukakan suatu riwayat yang mendukungnya, sementara para ulama sepakat bahwa mustahil mengetahui urutan turunnya ayat tanpa berdasarkan suatu riwayat yang shahih, dan bahwa turunnya satu surat mendahului surat yang lain tidak secara otomatis menjadikan seluruh ayat pada surat yang dinyatakan terlebih dahulu turun itu mendahului seluruh ayat dalam surat yang dinyatakan turun kemudian. Atas dasar pertimbangan tersebut, kita cenderung untuk hanya menetapkan dan membahas ayat pertama dan terakhir menyangkut riba, kemudian menjadikan kedua ayat yang tidak jelas kedudukan tahapan turunnya sebagai tahapan pertengahan.

Hal ini tidak akan banyak pengaruhnya dalam memahami pengertian atau esensi riba yang diharamkan Al-Quran, karena sebagaimana dikemukakan di atas, ayat Al-Nisa’ 161 merupakan kecaman kepada orang-orang Yahudi yang melakukan praktek-praktek riba. Berbeda halnya dengan ayat 130 surat Ali ‘Imran yang menggunakan redaksi larangan secara tegas terhadap orang-orang Mukmin agar tidak melakukan praktek riba secara adh’afan mudha’afah. Ayat Ali ‘Imran ini, baik dijadikan ayat tahapan kedua maupun tahapan ketiga, jelas sekali mendahului turunnya ayat Al-Baqarah ayat 278, serta dalam saat yang sama turun setelah turunnya ayat Al-Rum 39.

Di sisi lain, ayat Al-Rum 39 yang merupakan ayat pertama yang berbicara tentang riba, dinilai oleh para ulama Tafsir tidak berbicara tentang riba yang diharamkan. Al-Qurthubi  dan Ibn Al-’Arabi  menamakan riba yang dibicarakan ayat tersebut sebagai riba halal. Sedang Ibn Katsir menamainya riba mubah.  Mereka semua merujuk kepada sahabat Nabi, terutama Ibnu ‘Abbas dan beberapa tabiin yang menafsirkan riba dalam ayat tersebut sebagai “hadiah” yang dilakukan oleh orang-orang yang mengharapkan imbalan berlebih.
Atas dasar perbedaan arti kata riba dalam ayat Al-Rum di atas dengan kata riba pada ayat-ayat lain, Al-Zarkasyi dalam Al-Burhan  menafsirkan sebab perbedaan penulisannya dalam mush-haf, yakni kata riba pada surat Al-Rum ditulis tanpa menggunakan huruf waw [huruf Arab], dan dalam surat-surat lainnya menggunakannya [huruf Arab]. Dari sini, Rasyid Ridha menjadikan titik tolak uraiannya tentang riba yang diharamkan dalam Al-Quran bermula dari ayat Ali’ Imran 131.

Kalau demikian, pembahasan secara singkat tentang riba yang diharamkan Al-Quran dapat dikemukakan dengan menganalisis kandungan ayat-ayat Ali ‘Imran 130 dan Al-Baqarah 278, atau lebih khusus lagi dengan memahami kata-kata kunci pada ayat-ayat tersebut, yaitu (a) adh’afan mudha’afah; (b) ma baqiya mi al-riba; dan (c) fa lakum ru’usu amwalikum, la tazhlimuna wa la tuzhlamun.

Dengan memahami kata-kata kunci tersebut, diharapkan dapat ditemukan jawaban tentang riba yang diharamkan Al-Quran. Dengan kata lain, “apakah sesuatu yang menjadikan kelebihan tersebut haram”.

Perbankan Syariah STAIN Metro Maret, Materi Kuliah, Riba, Semester II

Sejarah Singkat Perkembangan Ilmu Ekonomi


TUGAS MANDIRI
“SEJARAH PEMIKIRAN EKONOMI ISLAM”







DISUSUN OLEH :
WARISNO

JURUSAN : SYARIAH
PRODI : D3 PERBANKAN SYARIAH



SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
(STAIN) JURAI SIWO METRO
TAHUN AJARAN 2011/2012



Sejarah singkat perkembangan ilmu ekonomi
Sebenarnya perkembangan ilmu ekonomi merupakan ilmu yang relative masih muda ketimbang ilmu ilmu lain yang diterapkan oleh masyarakat dunia, yang dimaksud disini bukan perkembangan ilmu ekonomi yang berkembang sebatas ruang lingkup yang kecil yang dikemukakan oleh para filsuf filsuf yunani, melainkanyang dimaksud disini adalah perkembangan tentang prinsip prinsip yang menjadi landasan awal seorang manusia dapat mendapatkan sertifikat sejahtera dalam kehidupannya.

Awal perkembangan ilmu ekonomi secara pesat bisa kita awali dari revolusi prancis dan revolusi industry pada akhir abad ke delapan belas. Setelah itu barulah perkembangan ilmu ekonomi bisa dikatakan memulai titik awal dalam perkembangannya yang sebenarnya. Dengan focus pada study ilmiah pada gejala gejala ekonomi dan solusi pemecahaannya, yang dimaksudkan untuk mencari hokum hokum dan teori teori untuk pemanfaatan yang sebenarnya.

Dengan mulainya abad ke dua puluh dan dengan bertambahnya peranan yang dimainkan oleh ekonomi dalamkehidupan berbagai bangsa , mulailah studi studi ekonomi mengarah pada pembentukan mazhab mazhab disamping bentuk sebagai masalah ilmiah.[1]

Karena tujuan observasi ekonomi adalah untuk mensejahterakan suatu masyarakat, sehingga dalam penafsiraannya para ahli memiliki perbedaan pendapat, yang belakangan perbedaan penafsiran tersebut menyebabkan timbulnya dua mazhab yang berbeda satu sama lain, yaitu kapitalisme dan sosialisme.

Beberapa waktu yang lalu penganutan kedua mazhab itu menjadikan dunia terbagi menjadi dua blok pula, yaitu blok barat dengan mazhab kapitalisnya yang dianut oleh USA, dan Negara Negara di eropa barat . dan blok timur yang memakai mazhab sosialisme dan diterapkan di Rusia, Cina,dan Negara Negara eropa timur.

Tapi belakangan setelah kedua mazhab tersebut dianggap gagal dalam mewujudkan kesejahteraan, dunia kini mulai melirik mazhab selanjutnya yang dianggap sebagai solusi dalam mewujudkan kesejahteraan dan keadilan yang sesungguhnya yakni , ekonomi islam.

[1] Dr.Ahmad Muhammad& F.A.Abdul karim, system, prinsip & tujuan ekonomi islam 1999 pustaka setia hal.13

Ekonomi kapitalis
Awalnya paham kapitalis berawal dari inggris dan menyebar ke dunia barat lainnya sekitar abad ke 18, yang bermaksud sebagai gerakan perlawanan terhadap ajaran saklek yang ditetapkan oleh gereja, dan paham tersebut dikenal sebagai paham liberal. Kemudian paham tersebut mulai menjalar dan mengakar didunia barat dan mempengaruhi sendi sendi kehidupan masyarakatnya, tak terkecuali dalam urusan ekonomi.

Salah satu faktor kemunculan aliran pemikiran ekonomi kapitalis tersebut yakni dimotori oleh munculnya dari tulisan Adam Smith dalam bukunya An Inquiry into the Nature and Causes of the Wealth of Nations yang ditulis pada tahun 1776. Isi buku tersebut sarat dengan pemikiran-pemikiran tingkah laku ekonomi masyarakat. Dari dasar filosofi tersebut kemudian menjadi sistem ekonomi, dan pada akhirnya kemudian mengakar menjadi ideologi yang mencerminkan suatu gaya hidup (way of life).[2]

Smith berpendapat motif manusia melakukan kegiatan ekonomi adalah atas dasar dorongan kepentingan pribadi, yang mereka pikirkan bukanlah kepentingan masyarakat umum yang berprikemanusiaan, melainkan kepentingan diri mereka sendiri . Motif kepentingan individu yang didorong oleh filsafat liberalisme kemudian melahirkan sistem ekonomi pasar bebas, pada akhirnya melahirkan ekonomi Kapitalis.

"Kapitalisme merupakan sebuah sistem organisasi ekonomi yang dicirikan oleh hak milik privat (individu) atas alat-alat produksi dan distribusi (tanah, pabrik-pabrik, jalan-jalan kereta api, dan sebagainya) dan pemanfaatannya untuk mencapai laba dalam kondisi-kondisi yang sangat kompetitif."[3]

Smith mengatakan bahwa seseorang boleh mengejar suatu kepentingan secara pribadi tanpa adanya campur tangan pemerintah, dan orang tersebut akan di tuntun oleh tangan tangan gaib ( the invisible hand). Karena ketiadaan intervensi pemerintah, maka terjadilah kebebasan ekonomi yang bersifat individualis.

[2] Achyar Eldine, PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM, 2007
[3] Milton H. Spencer , Contemporary Economics, 1977

Ekonomi sosialis
System ekonomi sosisalis dapat diartikan secara umum yaitu system ekonomi yang mengatur perekonomian secara terpusat atau terkomando yang ditujukan untuk kepentingan buruh (pekerja) secara menyeluruh.

System ekonomi sosialis merupakan system ekonomi yang hadir atas ketidak puasan terhadap system ekonomi kapitalis yang cenderung mengeksploitasi sesuatu untuk kepentingan pribadi dengan membabi buta.salah satu tokoh yang berperan dalam pemikiran sosialis adalah karl marx. Dimana dia dan keluarganya menjadi salah satu pihak yang merasakan ketidak adilan dalam praktek ekonomi kapitalis. Dan beberapa Negara Negara yang pernah merasakan dan masih menganut system ekomomi sosialis contohnya adalah mantan Negara Negara uni soviet, Yugoslavia, cina, cuba dll.

Prinsip utama dari system ini adalah menasionalisasikan semua aspek aspek yang bersangkutan dengan hajat hidup orang banyak, dan diatur dengan sedemikian rupa oleh pemerintah . seperti asset asset yang ada dinegara tersebut contohnya pertambangan, jalan, transportasi, bahkan tanah. Sehingga tidak dimungkinkan pihak swasta atau luar dapat memegang peranan didalamnya. Dalam masyarakat sosialis hal yang menonjol adalah kolektivisme atau rasa kerbersamaan. Untuk mewujudkan rasa kebersamaan ini, alakosi produksi dan cara pendistribusian semua sumber-sumber ekonomi diatur oleh negara.

Ekonomi islam
Sebagian ahli member definisi ekonomi islam adalah mazhab ekonomi islam yang didalamnya terjelma islam mengatur kehidupan perekonomian dengan apa yang dimiliki dan ditunjukan dengan mazhab ini , yaitu tentang ketelitian cara berfikir yang terdiri dari nilai nilai moral islam dan nilai nilai ekonomi atau nilai nilai sejarah yang berhubungan dengan masalah masalah siasat perekonomian maupun yang berhubungan dengan uraian sejarah masyarakat manusia.[4]

Sejatinya dalam system ekonomi islam tak terdapat perbedaan yang signifikan dalam beberapa hal dengan system ekomomi lain,hanya saja ekonomi islam menjadikan Al Quran dan sunah sebagai dasar dalam melakukan sesuatu.perbedaan dengan ekonomi lain tetaplah ada, salah satunya mengenai hal produksi. Produksi disini bukan merupakan pengertian dari menjadikan sesuatu yang ada menjadi ada, melainkan menciptakan manfaat pada suatu benda. Karena kemampuan menciptakan suatu benda hanyalah kekuasaan mutlak dari tuhan. Contoh lainnya yang lebih spesifik misalnya dalam masalah kepemilikan tanah, dimana kapitalis menjadikan kepemilikan tanah merupakan hak dari individu, juga dalam ekonom sosialis yang menjadikan tanah sebagai hak milik yang sah dari suatu Negara. Islam memandang tanah sebagai milik mutlak dari tuhan dan manusia hanya diberikan hak untuk mengolahnya saja.

Karl marx menyatakan bahwa pemanfaatan tenaga kerja yang dilakukan oleh para kapitalis merupakan salah satu pelanggaran, dimana tenaga kerja diperas habis habisan dengan upah yang tak layak. Berbeda dengan sistem ekonomi islam yang telah disampaikan oleh rasulallah "Bayarlah upah pekerja sebelum keringatnya kering,". Ucapan rasul tersebut mengisyaratkan bahwasannya kita diminta bersikap adil kepada para buruh, karena derajat semua orang itu sama yakni sama sama manusia,sehingga kita diminta untuk berlaku adil kepada sesama.

Islam pun melarang dengan sangat keras terhadap pemerasan kepada orang lain, terlebih jika orang itu dalam kesulitan. Karena itu lah praktek praktek riba sangat dilarang dan diharamkan dalam islam.
Islam tidak melarang pemeluknya untuk menjadi kaya, tetapi islam memberikan rambu rambu moral dan spiritual bagipemeluknya untuk memperhatikan hidup orang orang yang masih memiliki keterbatasan financial. Karena itulah diwajibkan bagi seorang muslim untuk mengeluarkan zakatnya. Juga dianjurkan untuk beramal saleh dengan menyedekahkan hartanya.

Dari contoh contoh kecil tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwasannya tujuan utama dari ekonomi islam adalah terwujudnya kesejahteraan yang merata dan keadilan bagi segenap golongan masyarakat.

1. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Pasca Khulafaurrasyidin
Perkembangan pemikiran ekonomi pasca Rosululloh SAW dan khulafaurrasyidin dibagi menjadi 3 periode yang didasarkan atas nama tokoh ekonomi Islam tersebut hidup.

1. Ekonomi Islam periode awal Islam sampai 1058 M
Tokohnya antara lain : Zaid bin Ali (738), Abu Hanifa (798), Ibnu Farabi (950), Ibnu Sina (1037), dll.

2. Ekonomi Islam periode kedua (1058-1446M)
Tokohnya antara lain : Al-Ghazali (1111), Ibnu Taimiyah (1328), Ibnu Khaldun (1040), Ibnu Rusyd (1198), dll

3. Ekonomi Islam periode ketiga (1446-1931 M)
Tokohya antara lain : Jamaluddin Al-Afghani (1897), Muhammad Iqbal (1938), Syekh Ahmaad Sirhindi (1524), dll

Berikut adalah beberapa kontribusi pemikiran Ekonom-ekonom Islam diatas, terutama untuk periode awal yang menjadi tonggak ekonomi Islam, dan periode tengah yang merupakan periode puncak pemikiran ekonomi :

1. Zayd bin Ali (699 – 738)
Salah satu ahli fiqih yang terkenal di Madinah. Zaid bin Ali memperbolehkan penjualan suatu komiditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai. Beliau tidak memperbolehkan harga yang ditangguhkan pembayannya lebih tinggi dari pembayaran tunai, sebagaimana halnya penambahan pembayaran dalam penundaan pengembalian pinjaman. Setiap penambahan terhadap penundaan pembayaran adalah riba
Prinsipnya jenis transakai barang atau jasa yang halal kalau didasarkan atas suka sama suka diperbolehkan. Sebagaiman firman Alloh dalam surat An-Nisaa’( 4) ayat 29 :” Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka dia ntara kamu “.
Dalam kegiatan perniagaan yang didasarkan pada penjualan kredit, perlu diperhatikan bahwa para pedagang mendapatkan untung darinya, pendapatan seperti itu adalah bagian dari perniagaan bukan riba.

2. Abu Hanifa (80-150 H /699 –767 M) 
Abu Hanifa menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, saah satnya adalah salam ,yaitu suatu bentuk transaksi diman antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati. Abu Hanifa mengkritisi prosedur kontrak tersebut yang cenderug mengarah pada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar lebih dahulu, dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas, kuantitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan pengiriman.

Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilagkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi, hal ini merupakan salah satu tujuan syariah dalam hubungan dengan jual beli.
Abu Hanifah sangat memperhatikan pada orang-orang lemah. Beliau tidak memperbolehkan pembagian hasil panen (muzara’ah) dari penggarap kepada pemilik tanah dalam kasus tananh tidak menghasilkan apapun. Hal ini untuk melindungi para penggarap yang umumnya orang lemah.

Beberapa karya yang dihasilkan antara lain : Al-Makharif fi Al-Fiqh, Al-Musnad, sebuah kitab hadist yang dikumpulkan oleh para muridnya dan Al-Fiqh Al-Akbar.

1. Abu Yusuf (113 – 182H/731 – 798M)
Abu Yusuf terkenal sebagai Qadi ( hakim ). Diantara kitab-kitab Abu Yusuf yang paling terkenal adalah kitab Al-Kharaj. Kitab ini ditulis atas permintaan khalifah Harun Ar-Rasyid untuk pedoman dalam menghimpun pemasukan atau pendapatan negara dari kharaj, ushr, zakat, dan jizyah. Kitab ini dapat digolongkan sebagai public finance dalam pengertian ekonomi modern.

Menurut Abu Yusuf, sistem ekonomi Islam menjelaskan prinsip mekanisme pasar dengan memberikan kebebasan yang optimal bagi para pelaku di dalamnya yaitu produsen dan konsumen. Jika karena suatu hal selain monopoli, penimbunan atau aksi sepihak yang itdak wajar dari produsen terjadi karena kenaikan harga, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi dengan mematok harga. Penetuan harga sepenuhnya harga sepenuhnya diperankan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dalam ekonomi.
Selain Al-Kharaj, beliau menulis Al-Jawami, buku yang sngaja ditulis untuk Yahya bin Khalid, selain itu juga menyusun Usul Fiqh Hanafiah ( data-data fatwa hukum yang disepakati Imam Hanafiah bersama murid-muridnya )

1. Al-Ghazali (450 – 505H/ 1058 –1111M)
Al-Ghazali lahir 1058M di kota kecil Khorasan bernama Toos. Bagi Ghazali pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”, secara rinci beliau juga menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar.
Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kebutuhan hidup manusia terdiri dari 3, yaitu kebutuhan dasar (darruriyah), kebutuhan sekunder (hajiat), dan kebutuhan mewah (takhsiniyyat). Teori hierarki kebutuhan ini kemudian “diambil” oleh William Nassau Senior yang menyatkan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar (necessity), sekunder (decency), dan kebutuhan tersier (luxury). Beliau juga menyatakan tentang tujuan utama dan penerapan syariah adalah masalah religi atau agama, kehidupan, pemikiran, keturunan, dan harta kekayaan yang bersangkutan dengan masalah ekonomi.
Beliau juga memperkenalkan mengenai peranan uang dalam ekonomi (ditulis dalam kitab Ihya’ Ulum Din). Menurut beliau , manusia memerlukan uang sebagai alat perantara / pertukaran (medium exchange) untuk membeli barang. Fungsi ini kemudian dijabarkan kembali oleh Ibnu Taimiyah dengan menambahkan 1 funsi tambahan, yakni bahwa uang juga berfungsi sebagai alat untuk menetukan nilai (measurement of value )
Karya yang ditulisnya antara lain yang cukup monumental : Alajwibah Al-Ghazaliyah fi Al-Masa’il Al-Ukhrawiyah, Ihya’ Ulum Din, Al-Adab fi Al-Dina, dan lain sebagainya.

1. Ibnu Rusyd (1198)
Dikenal sebagai Aveorrus di Barat. Beliau adalah seorang pemikir Islam yang banyak mempengaruhi pemikiran pemikir-pemikir dunia terutama Barat. Beliau menghasilkan sebuah karya yang mengungkapkan sebuah teori dengan memperkenalkan fungsi keempat dari uang ( Roger E Backhouse,2002, “The Pinguin History of Economic” ). Sebelumnya filsuf Yunani, Aristoteles menyebutkan bahwa fungsi uang ada 3, yaitu sebagai alat tukar, alat mengukur nilai dan sebagai cadangan untuk konsumsi di masa depan. Ibnu Rusyd menambahkan fungsi keempat dari uang, yakni sebagi alat simpanan daya beli dari konsumen, yang menekankan bahwa uang dapat digunakan kapan saja oleh konsumen untuk membeli keperluan hidupnya. 
Ibnu Rusyd juga membantah Aristoteles tentang teori nilai uang dimana nilainya tidak boleh berubah-ubah. Ibnu Rusyd menyatakan bahwa uang tiu tidak boleh berubah-ubah karena 2 alasa, yakni pertama uang berfungsi sebagai alat untuk mengukuir nilai, maka seperti Allah SWT Yang Maha Pengukur, Allah Tidak Berubah-Ubah, maka uangpun sebagai pengukur keadaan tidak boleh berubah. Kedua uang berfungsi sebagai cadangan untuk konsumsi masa depan, maka perubahan padanya sangatlah tidak adil. Dari kedua alasan tersebut maka sesungguhnya nilai nominal uang itu harus sama dengan nilai intrinsiknya.

1. Ibnu Taimiyah ( 661 – 728H / 1263 –1328M)
Menurut Ibnu Taimiyah naik turunnya harga bukan saja dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan tetapi ada faktor-faktor yang lain :
“Sebab naik turunnya harga di pasar bukan hanya karena adanya ketidakadilan yang disebabkan orang atau pihak tertentu, tetapi juga karena panjang singkatnya masa produksi (khalq) suatu komoditi. Jika produksi naik dan permintaan turun, maka harga di pasar akan naik, sebaliknya jika produksi turun dan permintaan naik, maka harga di pasar akan turun”. 
Teori dikenal dengan “price volality” atau turun naiknya harga di pasar. Teori ini jika dikaji lebih mendalam adalah menyangkut hukum permintaan dan penawaran (supply dan demand) di pasar, yang kini justru secara ironi diakui sebagi teori yang bersal dari Barat.
Lebih jauh beliau juga memberikan penjelasan mengenai Hak Atas Kepemilikan Intelektual (HAKI) atau paten. Menurut beliau kepemilikan (property) adalah suatu kekuatan yang diberikan oleh syariah untuk memakai sebuah objek dan kekuatan itu beragam dalam macam dan kadarnya. Seorang dapat membuang / tidak memanfaatkan miliknya selama tidak bertentangan dengan syariah. Beliau membagi subjek kepemilikan menjadi 3; individu, masyarakat dan negara. Kepemilikan individu diakui dan didapatkan dari membuka dan memanfaatkan tanah, wari, membeli dan kepemilikan individu individu tidak boleh bertentang dengan kepemilikan individu tidak boleh bertentang dengan kepemilikan masyarakat dan negara . Tujuan yangyang paling utama dari kepemilikan adalah kegunaannya pada orang lain.

1. Ibnu Khaldun (732 – 807H / 1332 – 1383M)
Ibnu Khaldun mempunyai nama sebenarnya yakni Wali Al-Din Abd Al-Rahman bin Muhammad bin Abu Bakar Muhammad bin Al-Hasan, lahir di Tunisia, 1 Ramadhan 732 H, berasal dari keluarga Arab Hadramaut. Beliau banyak dipuji oleh Barat karena buah fikirannya yang banyak berpengaruh bagi Barat dan memberi pencerahan bagi dunia ekonomi, bahkan bisa dibilang beliau adalah Bapak Ekonomi Dunia ( untuk lebih jelas baca artikel : Ibn Khaldun Bapak Ekonomi ).
Sumbangan terbesar dalam bidang Ekonomi banyak dimuat dalam karya besarnya, Al-Muqadimmah. Beberapa prinsip dan falsafah ekonomi telah difikirkannya, seperti keadilan (al-adl), hardworking, kerjasama (cooperation), kesederhanaan (moderation), dan fairness. Ibnu Khaldun menekankan bahwa keadilan adalah tulang punggung dan asas kekuatan sebuah ekonomi. Dalam karyanya tersebut, disebutkan mengenai “rasa kebersamaan” yang akan terbentuk dan menguat jika ada keadilan untuk menjamin adanya kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kewajiban bersama dan pemerataan hasil pembangnan. Jika keadilan ini hilang, maka cenderung akan menimbulkan ketidakpuasandiantra masyarakat, mengecilkan hati masyarakat, dan berpengaruh buruk terhadap solidaritas masyarakat. Dan lebih jauh lagi lagi, hal ini tidak hanya mempengaruhi motivasi masyarakat dalam bekerja tapi juga akan melemahkan efisiensi, sikap inovatif, kewirausahaan dan kualitas kebaikan yang lain sehingga pada akhirnya menyebabkan disintegrasi dan kemunduran masyarakat.
Manusia dan Ekonomi
Teori ekonomi dan pemikiran Ibnu Khaldun tentang manusia adalah berdasarkan pada prinsip-prinsip dan falsafah Islam, tidak hanya melihat fungsi manusia dalam aktifitas perekonomian sebagai hewan ekonomi (economic animal), sebaliknyanya beliau mengungkapkan bahwa manusia yang sebenarnya adalah manusia Islam (Islamic Man / homoislamicus) yang memerlukan Ilmu pengetahuan (sumber yang didapatkan dari Alloh SWT melalui pengamatan dan observasi) ekonomi untuk memenuhi misinya di muka bumi.
Teori Produksi
Ibnu Khaldun mengemukakan suatu teori bahwa kehidupan ekonomi selalu mengarah pada pelaksanaan keseimbangan (equilibrium) antara penawaran dan permintaan. Menurut beliau produksi berdasarkan pada faktor tenaga kerja (buruh) dan kerjasama dari masyarakat. Beliau menganggap tenaga kerja merupakan faktor terpenting dalam proses produksi walaupun faktor lain seperti bahan baku diperlukan, tenaga buruh diperlukan untuk menghasilkan produksi akhir.
Teori Nilai, Uang, dan Harga
Meskipun Ibnu Khaldun tidak secara jelas membedakan antara teori nilai guna (use value) dengan nilai pertukaran (exchange value), tetapi secara tegas beliau mengatakan bahwa nilai suatu barang tergantung pada nilai tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi. Beliau mengatakan, “Semua usaha manusia dan semua tenaga buruh perlu digunakan untuk mendapatkan modal dan keuntungan. Tidak ada jalan lain bagi manusia untuk mendapatkan keuntungan melainkan melalui penggunaan buruh.”
Mengenai Uang beliau berpendapat bahwa banyaknya uang tidaklah menetukan kekayaan suatu negara, tetapi ditentukan oleh banyaknya produksi negara tersebut dan neraca pembayarn yang positif. Sejalan dengan pemikiran Al-Ghazali mengenai uang, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa uang tidak perlu mengandung emas dan perak tetapi emas dan perak menjadi standar nilai uang. Uang tidak mengandung emas dan perak merupakan jaminan pemerintah menetapkan nilainya. Karena itu pemerintah tidak boleh mengubahnya. Pemerintah wajib menjaga niai uang yang dicetak karena masyarakat menerimanya tidak lagi berdasarkan berapa kandungan emas dan perak di dalamnya. Oleh karena itu selain menyarankan digunakan uang standar emas/perak, beliau juga menyarankan konstannya harga emas dan perak.
Pada bagian lain, Ibnu Khaldun menjelaskan pengaruh naik turunya penawaran terhadap harga. Beliau mengatakan, “ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun bila arak antarkota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, mak akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang melimpah dan harga-harga akan turun”.
Selain menulis Al-Muqadimmah, beliau juga banyak menulis buku lainya, antara lain : Syarh Al-Burdah, sejumlah ringkasan atas buku-buku karya Ibnu Rusyd, sebuah catatan atas buku Matiq, dan lain-lain

5. Perkembangan Pemikiran Islam ke Barat
A. Schumpeter (1954) menulis sebuah buku yang berjudul “History of Economic Analysis”, yang berisikan tentang pondasi dan pemikiran dasar ilmu ekonomi dan perkembangannya. Dalam bukunya tersebut, ia menjelaskan sejarah perkembangan ekonomi yang terjadi didunia. Hal yang menarik adalah setelah akhir masa keemasan Graceo Roma di abad-8 Masehi, sangat sedikit sekali ditemukan pemikiran dan teori ekonomi yang signifikan dihasilkan, bahkan masa ini berjalan hingga abad ke-13 yang ditandai dengan masa St. Aquinas (1225-1274). Selama kurang lebih lima abad tersebut, tidak begitu banyak teori ekonomi dan karya ekonomi yang dihasilkan oleh para pemikir barat> Schumpeter menyebutnya sebagai “Great Gap” atau jurang yang besar diantaranya, saat itu terjadi masa kegelapan (dark age) terhdap ilmu dan sains di Eropa. Pengaruh gereja masih terasa kental membatasi para ahli dan ilmuwan untuk menghasilkan karya ilmiah. Bahkan bila seseorang dapat dianggap membelot dari ajaran Tuhan bila bertentangan dengannya dan hukuman mati pun akan diberikan padanya.

Disisi dunia yang lain, dunia Islam mencapai masa keemasan,dimana banyak ilmuwan muslim yang mulai menggali Kitab Suci Al-Qur’an dan referensi-referensi lainnya, berhasil memberikan karya-karya ilmiah yang signifikan mulai meliputi kedokteran, teknik, arsitektur, kimia, hukum, seni dan sastra, sosial hingga ekonomi. Banyak ilmuwan muslim yang menulis, meneliti, dan menghasilkan teori-teori ekonomi yang hasilnya hingga sekarang masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan. Karya-karya agung para ilmuwan inilah yang menjadikan dunia Islam menjadi pusat kebudayaan dan pengetahuan dunia selama kurang lebih 13 abad.
Mulai abad 9 muncul banyak tokoh Islam yang mempengaruhi pemikiran dan kehidupan mayarakat Barat, seperti Biruni, Firdawsi, Ibnu Sina, Nasisirn, Khuswraw, Nizamul Mulk, Al-Ghazali, Omar Khayyam, dan lin sebagainya.

Pengaruh pemikiran Islam terhadap masyarakat barat dipengaruhi du fakta yang menonjol :
1. Para cendikiawan tersebut menerima dorongan terbesar dari warisan ilmu pengetahuan dan filsafat Greco-Helenistik
2. Islam menerima warisan tersebut dan mengajarkan di dalam sekolah-sekolah perguruan tinggi, pusat penelitian, dan perpustakaan-perpustakaan

Dampak dari penyebaran kebudayaan Islam ini, Eropa mendapatkan banyak ilmu pengetahuan bersumber dari dunia Islam. Dalam bidang ilmu ekonomi beberapa pengetahuan yang diindikasi disalain oleh Ilmuwan Eropa diantaranya adalah :
1. Teori Parento Optimum diambil dari pidato Ali bi Abi Tholib yang dikumpulkan dalam suatu kitab yang berjudul Nahjul Balaghah.
2. Bar Hebracus, pendeta Jocobite Church menyalin beberapa bab kitab karya Al-Ghazali yang berjudul Ihya’ Ulum Din.
3. Gresham law dan Oresme Trarise diambil dari kitab karya Ibnu Taimiyah
4. Pendeta era Spanyol Ordo Dominican, Raymond Martini menyalin banyak bab dari Tahaful Al-Falasifa, Maqasid Ul-falasifa, Al-Munqid, Mishkat Ul-Anwar dan Ihya’ Ulum Din.
5. St. Thomas menyalin banya bab daari Farabi (St. Thomas yang belajar di Ordo Dominican mempelajari ide-ide Al-Ghazali dari Bar Hebracus dan Martini)
6. Adam Smith dengan hukumnya The Wealth of Nation diduga banyak mendapat inspirasi dari karya Ibnu Khaldun, Al-Muqadimmah dan bukunya Abu Ubayd yang berjudul An-Anwal.
Sedangkan beberapa bentuk pengelola ekonomi barat yang sama digunakan Islam adalah :
1. Syirkat ( partnership )
2. Suftaja ( bill of exchange )
3. Hawal ( letters of credit )
4. Funduq ( specialized large scale commercial institutions and market which development developed in to virtual stock exchange )
5. Dur-ul tiraz ( pabrik yang dijalankan oleh negara )
6. Mauna ( private bank )
7. Wilatil hisba( polisi ekonomi )


Pengirim :
Nama : Warisno
Alamat Facebook : https://www.facebook.com/warisn
Perbankan Syariah STAIN Metro Maret, Materi Kuliah, Semester II

Contoh Makalah Murabahah Studi Kasus di BMT Punggur


BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Dikeluarkannya Fatwa Bunga Bank Haram dari MUI Tahun 2003 menyebabkan banyak bank yang menjalankan prinsip syariah.
Seiring dengan hal tersebut di atas, Lembaga Keuangan Syariah yang ruang lingkupnya mikro yaitu Baitul Maal wal Tamwil (BMT) juga semakin menunjukkan eksistensinya. Seperti halnya bank syariah, kegiatan BMT adalah melakukan penghimpunan (prinsip wadiah dan mudharabah) dan penyaluran dana (prinsip bagi hasil, jual beli dan ijarah) kepada masyarakat.
Penyaluran dana dengan prinsip jual beli dilakukan dengan akad murabahah, salam, ataupun istishna. Penyaluran dana dengan prinsip jual beli yang paling dominan adalah murabahah. Berdasarkan data statistik perbankan syariah Direktorat Perbankan Syariah Bank Indonesia pada awal tahun 2004, jual beli murabahah menunjukkan posisi lebih dari 50%.
Menurut Choudury, dominannya pembiayaan murabahah terjadi karena pembiayaan ini cenderung memiliki risiko yang lebih kecil dan lebih mengamankan bagi shareholder.
Pendapat yang dikemukakan Choudury di atas secara implisit menunjukkan bahwa walaupun pembiayaan murabahah begitu mendominasi praktek pembiayaan perbankan syariah, namun tetap ada risiko-risiko yang menyertainya. Adanya risiko pada pembiayaan murabahah inilah yang menimbulkan keingintahuan peneliti mengkaji lebih dalam tentang praktek pembiayaan murabahah yang selama ini begitu dominan pada perbankan syari’ah. 

2. Tujuan Penelitian (Studi Kasus di BMT Punggur)
Adapun tujuan dari penelitian ini (Studi Kasus di BMT Punggur)  adalah :
A. Mengetahui praktek pembiayaan murabahah pada BMT di Punggur.
B. Mengetahui risiko-risiko yang terkait dengan pembiayaan murabahah pada BMT di Punggur.
C. Mengetahui bagaimana cara BMT di Punggur dalam mengelola risiko yang terkait dengan pembiayaan murabahah.
D. Mengetahui bagaimana perspektif syariah terhadap praktek pembiayaan murabahah pada BMT di Punggur. 


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Murabahah
Murabahah adalah penjualan dengan harga pembelian barang berikut untung yang diketahui. Dalam pengertian lain murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli

2.2. Landasan Syariah
Dalam fatwa Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah sebagai berikut:
A. Al-Qur’an : Al-Baqarah [2]:275.
B. Al-Hadits : Hadis Nabi dari Abu Said al-Khudri: Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.”(H.R. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
C.  Ijma’ : (Ibnu Rusyd, , II/161; al-Kasani, V/220-222).
D. Kaidah Fikih : “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. 

2.3. Jenis Murabahah
Murabahah dapat dibedakan menjadi dua macam,yaitu : (1) Murabahah tanpa pesanan dan (2) Murabahah berdasarkan pesanan.
Murabahah berdasarkan pesanan dapat dibedakan menjadi murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat mengikat dan murabahah berdasarkan pesanan yang bersifat tidak mengikat. Sedangkan jika dilihat cara pembayarannya, maka murabahah dapat dilakukan dengan cara tunai atau dengan pembayaran tangguh. 

2.4. Ketentuan Umum Murabahah
A. Jaminan dalam Murabahah
B. Uang Muka
C. Sanksi / Denda

2.5. Aplikasi Murabahah
Berikut ini adalah beberapa contoh transaksi murabahah dalam praktik :
A. Pengadaan Barang, misalnya kebutuhan sepeda motor untuk pegawai.
B. Persediaan Modal Kerja (modal kerja barang), dilakukan dengan transaksi sekali putus, bukan sekali akad dengan pembelian berulang-ulang.

2.6. Resiko dalam Murabahah
Risiko dalam pembiayaan murabahah diantaranya adalah :
A. Risiko yang terkait dengan barang
B. Risiko yang terkait dengan klien (nasabah)
C. Risiko yang terkait dengan pembayaran


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian lapangan (observasi) dengan menggunakan desain kualitatif berdasarkan Studi Kasus di BMT Punggur yang bersumber dari Warnet. Objek yang menjadi sasaran penelitian adalah risiko akad dalam pembiayaan murabahah secara konsep dan aplikasi pada BMT-BMT di Punggur. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif - analitis untuk mengetahui landasan konseptual dan aplikatif risiko akad dalam murabahah pada BMT-BMT di Punggur. 

3.2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan datanya menggunakan teknik dokumentasi dan wawancara melalui Studi Kasus yang bersumber dari Warnet. 

3.3. Populasi dan Sampel
Dalam penelitian ini populasinya adalah BMT-BMT yang tergabung dalam suatu kesatuan PUSKOPSYAH “BMT MITRA NUGRAHA” yang terdiri dari 5 BMT anggota.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive random sampling (pengambilan sampel secara acak dan dengan pertimbangan), yaitu dari 5 BMT yang ada diambil secara proporsional berdasarkan aset yang dikelola oleh masing-masing BMT. Aset dari setiap BMT dikelompokkan dalam tiga kategori, yaitu besar (asetnya lebih dari satu milyar rupiah ) terdapat 1 BMT ; sedang (asetnya antara 500juta sampai dengan satu milyar rupiah) terdapat 2 BMT ; dan kecil (asetnya kurang dari 500juta rupiah) terdapat 2 BMT. Dari ketiga kategori ini diambil sampel secara acak (masing-masing kategori satu sampel). 

3.4. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada BMT-BMT anggota Pusat Koperasi Syariah (PUSKOPSYAH)11 “BMT MITRA NUGRAHA”, yaitu : BMT Dana Insani, BMT Amratani Sejahtera, dan BMT Bina Ihsanul Fikri (BIF) Nitikan. Penelitian ini dilakukan antara bulan Oktober 2006 – Maret 2007. 

3.5. Pengolahan Data
Data-data yang diperoleh diolah dengan langkah-langkah sebagai berikut : Pertama, praktek murabahah pada BMT di Punggur. Kedua, mendeskripsikan kemudian. Ketiga, manajemen risiko pada BMT di Punggur. Keempat, melakukan penilaian berdasarkan konsep normatif murabahah. 


BAB IV
HASIL PENELITIAN

4.1. Penentuan Akad
Ketiga BMT menentukan akad pembiayaan dengan terlebih dahulu menanyakan tujuan dari penggunaan dana tersebut. Pada BMT Dana Insani, jika anggota mengajukan pembiayaan untuk membeli barang (termasuk pembelian barang dagangan) maka pihak BMT akan menggunakan akad murabahah. Pada BMT BIF Nitikan, anggota biasanya mengajukan pembiayaan murabahah untuk keperluan : (1) menambah modal untuk membeli barang dagangan, (2) membeli kendaraan (misal : sepeda motor) untuk memperlancar usaha, (3)membeli barang konsumsi. Sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera, jika anggota mengajukan pembiayaan untuk membeli sesuatu maka dapat menggunakan akad murabahah, namun untuk pembiayaan tambah modal bagi pedagang yang digunakan adalah akad musyarakah.  perputaran dana, nasabah dapat mengajukan pembiayaan mudharabah. Bank dan nasabah dapat berbagi hasil / keuntungan dengan memperkirakan perputaran rata-rata omzet pada tiap bulannya menggunakan akad mudharabah ketika memberikan pembiayaan tambah modal kepada anggotanya. Namun demikian menurut pengurus BMT Dana Insani, penggunaan akad mudharabah pada BMT sulit direalisasikan karena yang menjadi segmennya adalah masyarakat kecil yang minim pendidikan sehingga lebih mudah jika menggunakan akad murabahah. 

4.2. Adanya Agunan
Sesuai dengan prosedur akad pembiayaan murabahah pada ketiga BMT di atas, pada setiap pembiayaan disyaratkan adanya agunan sebagai barang jaminan. Menggunakan agunan dalam hutang, menurut Qur’an (QS [2]:282) dan Sunnah, tidak dengan sendirinya tercela. Qur’an memerintahkan Muslim menulis kewajiban mereka dan jika perlu menggunakan agunan untuk hutang. Nabi dalam beberapa kesempatan memberikan kepada kreditor dengan agunan untuk hutang. Agunan adalah metode menjamin hak kreditor tidak dibayar, dan menghindari “makan hak orang lain tanpa ijin”. Namun demikian, menuntut agunan dilihat oleh pendukung perbankan Islam sebagai kendala arus keuangan bank kepada para pengusaha yang relatif berpendapatan rendah. Bank-bank Islam cenderung mengkritik bank-bank tradisional karena cenderung “orientasi agunan.” 

4.3. Pengadaan Barang
Pada BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan, dalam akadnya disebutkan bahwa pembelian obyek murabahah diwakilkan kepada anggota. Hal ini menunjukkan bahwa dalam transaksi murabahah tersebut pihak BMT menyerahkan uang kepada nasabah (bukan barang) dengan alasan BMT memberikan kuasa kepada anggota untuk membeli barangnya sendiri. Hal ini merupakan salah satu alasan masyarakat yang mengatakan bank syariah / BMT tidak ada bedanya dengan bank konvensional. Sementara itu, pada BMT Amratani Sejahtera pembelian barangnya diusahakan oleh pihak BMT.
Salah satu ketentuan dasar penjualan adalah barangnya harus dimiliki oleh penjual ketika penjualan tersebut berlangsung. Ketentuan ini juga berlaku dalam penjualan dengan cara murabahah. Menjual barang yang tidak dimiliki adalah tindakan yang dilarang syariah karena termasuk. Para ulama syariah terdahulu telah memberikan alasan secara rinci mengenai pelarangan tersebut. Akan tetapi, beberapa ulama syariah modern menunjukkan bahwa konteks jual beli murabahah jenis ini di mana “belum ada barang” berbeda dengan “menjual tanpa kepemilikan barang.”
Apabila diperhatikan ketentuan fatwa Dewan Syariah Nasional No.4/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah, ketentuan pertama, butir 9 disebutkan bahwa “Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang dibeli, jadi secara prinsip barang tersebut menjadi milik bank”.
Dari ketentuan tersebut jelas bahwa akad murabahah dapat dilakukan jika barang tersebut secara prinsip telah menjadi milik bank jadi harus ada barangnya dahulu baru dilakukan akad murabahah, tidak diperkenankan melakukan akad murabahah jika tidak ada barangnya. 

4.4. Uang Muka
Pada BMT Amratani Sejahtera karena pihak BMT yang mengusahakan untuk membeli barang murabahah maka disyaratkan adanya uang muka yang dapat diambil dari simpanan anggota yang mengajukan pembiayaan. Berbeda dengan BMT Amratani Sejahtera, uang muka tidak disyaratkan dalam transaksi murabahah di BMT Dana Insani karena pembelian barangnya diwakilkan kepada anggota. Sementara itu pada BMT BIF Nitikan, sebagian dana untuk pembelian barang dapat berasal dari anggota yaitu sebesar 30% dari harga pembelian barang sehingga pihak BMT tinggal menambahi sisanya. Pedoman Akuntansi Perbankan Syariah Indonesia menjelaskan bahwa uang muka harus dibayarkan oleh nasabah kepada Bank Syariah, bukan kepada pemasok (PAPSI,2003). Jadi pembayaran terlebih dahulu kepada pemasok, yang lazim disebut dengan pendanaan sendiri ( ) tidak dapat dikategorikansebagai uang muka, bahkan banyak yang berpendapat barang yang dibeli dengan dana sebagian dari nasabah tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Fatwa DSN Nomor 4/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan pertama butir 4 yaitu : “Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri,dan pembelian ini harus sah dan bebas riba”. Pembeli (pihak BMT) dibolehkan meminta pemesan (anggota) membayar uang muka atau tanda jadi saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. Uang muka adalah jumlah yang dibayar oleh pemesan yang menunjukkan bahwa ia bersungguh-sungguh atas pesanannya tersebut. Bila kemudian pemesan menolak untuk membeli aset tersebut, biaya riil pembeli harus dibayar dari uang muka. Bila nilai uang muka tersebut lebih sedikit dari kerugian yang harus ditanggung pembeli, pembeli dapat minta kembali sisa kerugiannya kepada pemesan. 

4.5. Sanksi/Denda
Dalam bank Islam, debitur hendaknya diberikan waktu untuk membayar jika ia tidak mampu membayar menurut perintah Qur’an, “jika debitur mengalami kesulitan, maka diberikan kelonggaran sampai ia mengalami kemudahan.”
Di dalam praktiknya, bank-bank Islam dengan dukungan Dewan Syariah mereka, telah mempersempit makna perintah al-Qur’an tersebut. Penerapan perintah tersebut secara umum, menurut bank-bank Islam, adalah celah potensial bagi para debitur mereka yang mungkin lalai untuk melunasi hutang mereka padahal mereka mampu melunasinya. Untuk menutup penyalahgunaan celah potensial ini, Dewan Syari’ah telah mengadopsi konsep ‘denda’ terhadap mereka yang tidak melunasi hutang tepat waktu, khususnya jika debitur mampu melunasinya.
Pada BMT Dana Insani, apabila anggota melakukan keterlambatanpembayaran angsuran dengan sengaja maka akan dikenakan sanksi berupa biaya operasional sebesar 1/1000 dari total pembiayaan. Dana ini kemudian akan dimasukkan ke dalam dana ZIS.
Sedangkan di BMT Amratani Sejahtera apabila akad perjanjian telah jatuh tempo namun anggota belum melunasi kewajibannya, maka anggota harus membayar biaya administrasi penagihan dan biaya ganti rugi kepada BMT. Biaya administrasi penagihan dan biaya ganti rugi ini besarnya ditentukan berdasarkan kesepakatan di awal antara anggota dan BMT. Dana yang merupakan denda tersebut akan dimasukkan ke dalam dana baitul maal.
Sementara itu di BMT BIF Nitikan apabila anggota menunggak pembayaran sebanyak tiga kali secara berturut-turut maka akan dikenakan sanksi berupa denda 3% kali saldo pokok pembiayaan dan denda tersebut dimasukkan ke dalam dana sosial (pihak BMT melakukan pendebetan terhadap rekening tabungan anggota tersebut).

4.6. Penghitungan Margin
Penentuan besarnya margin pembiayaan murabahah di BMT Dana Insani dipengaruhi oleh besarnya pembiayaan dan jangka waktu pembiayaan. Jangka waktu pembiayaan ini berpengaruh pada biaya operasional. Besarnya biaya operasional ini minimal sebesar 2% dari besarnya pembiayaan. Jadi supaya tidak rugi, penentuan margin di BMT Dana Insani harus lebih besar dari biaya operasional.32 Sementara itu di BMT Amratani Sejahtera, penentuan besarnya margin pembiayaan murabahah dipengaruhi oleh harga barang, proyeksi pendapatan per bulan, jangka waktu, dan uang muka / urbun. Margin yang diharapkan oleh pihak BMT adalah sebesar 20.000,- s/d 25.000 / 1 juta (2-2,5% per 1 juta) dari suatu pembiayaan.33 Sedangkan di BMT BIF Nitikan, penentuan besarnya margin pembiayaan murabahah dipengaruhi oleh besarnya biaya operasional (supaya tidak rugi, penentuan margin di BMT BIF Nitikan harus lebih besar dari biaya operasionalnya), harga tawar margin, laba/pendapatan anggota, kelancaran usaha anggota, jangka waktu, dan besarnya pembiayaan. Margin yang diterapkan di BMT BIF Nitikan berkisar antara 2,5-3%.
Jual beli boleh dilangsungkan dengan menggunakan harga waktu itu, dan boleh juga dengan harga ditangguhkan, demikian juga sebagian langsung sedang sebagian lagi ditangguhkan jika ada kesepakatan dari dua belah pihak. Pada BMT Dana Insani, BMT Amratani Sejahtera dan BMT BIF Nitikan penghitungan marginnya dipengaruhi oleh jangka waktu pembiayaan. Sesuai dengan uraian di atas, hal ini bukan merupakan sesuatu hal yang dilarang.


BAB V
PENUTUP

Berdasarkan pembahasan pada bab sebelumnya, penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
A. Praktek pembiayaan murabahah pada BMT digunakan untuk pembelian barang konsumsi maupun barang dagangan (pembiayaan tambah modal) yang pembayarannya dapat dilakukan secara tangguh (jatuh tempo / angsuran).

B. Risiko yang pernah dialami ke tiga BMT dalam pelaksanaan pembiayaan murabahah adalah :
1. BMT Dana insani dan BMT BIF Nitikan mengalami risiko penyalahgunaan dana oleh anggota, sedangkan BMT Amratani Sejahtera mengalami risiko tidak dapat membelikan barang yang dibutuhkan anggota.
2. BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan belum pernah mengalami risiko yang terkait dengan obyek yaitu karena pembelian barang diwakilkan kepada anggota. Sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera, tidak dapat membelikan barang yang dibutuhkan anggota jika barangnya anggota.
3. Ketiga BMT pernah mengalami risiko pembayaran yang kurang lancer dari anggota. 
4. BMT Dana Insani belum pernah mengalami risiko yang terkait dengan anggota, sedangkan BMT Amratani Sejahtera pernah mengalami risiko penundaan pembiayaan. Sementara itu BMT BIF Nitikan pernah mengalami risiko pembatalan akad. 

C. Ketiga BMT memiliki cara sendiri-sendiri dalam mengelola risiko murabahah, yaitu :
1. Untuk mengelola risiko yang terkait dengan barang, BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan mewakilkan kepada anggota untuk membeli barangnya sendiri. Sementara itu, untuk menghindari risiko pembatalan pembelian barang karena adanya kerusakan / cacat pada barang , BMT Amratani Sejahtera akan memberikan diskon (mengurangi margin) kepada anggota supaya anggota tetap jadi membeli barang tersebut.
2. Untuk mengelola risiko yang terkait dengan pembayaran, ketiga BMT mensyaratkan adanya barang jaminan.
3. Untuk mengelola risiko yang terkait dengan anggota, BMT BIF Nitikan dan BMT Amratani Sejahtera mensyaratkan adanya uang muka.

D. Berdasarkan analisis yang telah dilaksanakan, terlihat bahwa sebagian besar konsep dan pelaksanaan pembiayaan murabahah pada ketiga BMT telah sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah, namun hal-hal yang dinilai belum memenuhi persyaratan akad murabahah yaitu dalam hal :
1. Penentuan akad.
BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan menggunakan akad murabahah untuk pembiayaan tambah modal, padahal dalam perdagangan umumnya ada perputaran dana sehingga BMT dan anggota dapat berbagi hasil / keuntungan. Sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera, pembiayaan tambah modal dilayani dengan akad musyarakah. 
2. Pembelian barang.
Pada BMT Dana Insani dan BMT BIF Nitikan, pembelian obyek atau barang murabahah dilakukan dengan cara mewakilkan kepada anggota, sedangkan pada BMT Amratani Sejahtera pembelian barangnya diusahakan oleh pihak BMT.

Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan adalah:
A. Pihak BMT dapat menggunakan akad bagi hasil jika anggota mengajukan pembiayaan tambah modal.
B. Pembelian obyek murabahah sebaiknya dilakukan oleh pihak BMT, namun apabila pembelian diwakilkan kepada anggota maka harus ada klausul wakalah dan akad murabahah baru dilakukan setelah barang tersebut menjadi milik pihak BMT.
C. Risiko-risiko yang terkait dengan murabahah seharusnya diantisipasi lebih awal walaupun selama ini BMT belum pernah mengalaminya.

Perbankan Syariah STAIN Metro Materi Kuliah, Semester II, Semester III

Perbedaan Ekonomi Kapitalisme, Ekonomi Sosialisme, dan Ekonomi Islam

Malam ini Admin akan berbagi Materi sebagai bahan ajar maupun referensi untuk presentasi mengenai Perbedaan Ekonomi Kapitalisme, Ekonomi Sosialisme, dan Ekonomi Islam. D3 Perbankan Syariah.
Secara garis besar, di dunia ini pernah dikenal dua macam sistem ekonomi, yakni: sistem ekonomi liberal atau kapitalis; sistem ekonomi sosialis.

1.      Sistem Ekonomi Kapitalisme
Sistem ekonomi kapitalis mengakui pemilikan individual atas sumber daya-sumber daya ekonomi atau faktor-faktor produksi. Setidak-tidaknya, terdapat keleluasaan yang sangat longgar bagi orang perorangan dalam atau untuk memiliki sumber daya. Kompetisi antar individu dalam memenuhi kebutuhan hidup, persaingan antarbadan usahan dalam meraih keuntungan, sangat dihargai. Tidak ada batasan atau kekangan bagi orang perorangan dalam menerima imbalan atas prestasi kerjanya. Prinsip “keadilan” yang dianut oleh sistem ekonomi kapitalis adalah “setiap orang menerima imbalan berdasarkan prestasi kerjanya”. Campur tangan pemerintah dalam sistem ekonomi kapitalis sangat minim. Pemerintah lebih berkedudukan sebagai “pengamat” dan “pelindung” perekonomian.
Sistem kapitalis sebagai pengganti sistem komunis memberikan dampak yang sangat buruk bagi perkembangan perekonomian dunia. Kapitalis berasal dari kata capital, secara sederhana dapat diartikan sebagai ‘modal’. Didalam sistem kapitalis, kekuasaan tertinggi dipegang oleh pemilik modal, dimana dalam perekonomian modern pemilik modal dalam suatu perusahaan merupakan para pemegang saham.
Pemegang saham sebagai pemegang kekuasaan tertinggi disebuah perusahaan akan melimpahkan kekuasaan tersebut kepada top manajemen yang diangkat melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Tidak jarang dalam suatu perusahaan pemegang saham terbesar atau mayoritas dapat merangkap sebagai top manajemen.
Hal ini secara tidak lansung akan meyebabkan top manajemen bekerja untuk kepentingan pemegang saham dan bukan untuk kepentingan karyawan atau buruh yang juga merupakan bagian dari perusahaan, karena mereka diangkat dan diberhentikan oleh pemegang saham melalui RUPS.
Kapitalisme dapat dikatakan memiliki lima ciri-ciri menonjol dibawah ini:
a)      Ia menganggap ekspansi kekayaan yang dipercepat dan produksi yang maksimal serta pemenuhan “keinginan” (want) menurut preferensi individual sebagai sangat esensial bagi kesejahteraan manusia.
b)      Ia menganggap bahwa kebebasan individu yang tak terhambat dalam mengaktualisasikan kepentingan diri sendiri dan kepemelikan atau pengelolaan kekayaan pribadi sebagai suatu hal yang sangat penting bagi inisiatif individu.
c)      Ia berasumsi bahwa inisiatif individual ditambah dengan pembuatan keputusan yang terdesentralisasi dalam suatu pasar kompetitif sebagai syarat untuk mewujudkan efisiensi optimum dalam alokasi sumber daya.
d)     Ia tidak mengakui pentingnya peran pemerintah atau penilaian kolektif, baik dalam efisiensi alokatif maupun pemerataan distributive.
e)      Ia mengklaim bahwa melayani kepentingan diri sendiri (self interest) oleh setiap individu secara otomatis melayani kepentingan sosial kolektif.

Dalam sistem perokonomian ini juga terdapat beberapa kelebihan dan kelemahan.

Kelebihan dari sistem kapitalisme :
a.       Lebih efisien dalam memanfaatkan sumber-sumber daya dan distribusi barang-barang.
b.      Kreativitas masyarakat menjadi tinggi karena adanya kebebasan melakukan segala hal yang terbaik dirinya.
c.       Pengawasan politik dan sosial minimal, karena tenaga waktu dan biaya yang diperlukan lebih kecil.
Kelemahan dari sistem kapitalisme :
a.       Tidak ada persaingan sempurna. Yang ada persaingan tidak sempurna dan persaingan monopolistik.
b.      Sistem harga gagal mengalokasikan sumber-sumber secara efisien, karena adanya faktor-faktor eksternalitas (tidak memperhitungkan yang menekan upah buruh dan lain-lain).

2.      Sistem Ekonomi Sosialisme.
Dalam sistem ekonomi sosialis, sumber daya ekonomi atau factor produksi diklaim sebagai milik negara. Sistem ini lebih menekankan pada kebersamaan masyarakat dalam menjalankan dan memaukan perekonomian. Imbalan yang diterima berdasarkan pada kebutuhannya, bukan berdasarkan asa yang dicurahkan. Prinsip “keadilan” yang dianut oleh sistem ekonomi sosialis ialah “setiap orang menerima imbalan yang sama”. Dalam sistem ekonomi sosialis, campur tangan pemerintah sangat tinggi. Justru pemerintahlah yang menentukan dan merencanakan tiga persoalan pokok ekonomi (what, how, for whom).
Sistem ekonomi sosialisme sebenarnya cukup sederhana. Berpijak pada konsep Karl Marx tentang penghapusan kepimilikan hak pribadi, prinsip ekonomi sosialisme menekankan agar status kepemilikan swasta dihapuskan dalam beberapa komoditas penting dan menjadi kebutuhan masyarakat banyak, seperti air, listrik, bahan pangan, dan sebagainya.
Adapun cirri dari sistem sosialis adalah sebagai berikut:
a.       Lebih mengutamakan kebersamaan (kolektivisme).
@     Masyarakat dianggap sebagai satu-satunya kenyataan sosial, sedang individu-individu fiksi belaka.
@     Tidak ada pengakuan atas hak-hak pribadi (individu) dalam sistem sosialis.
b.      Peran pemerintah sangat kuat.
@     Pemerintah bertindak aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga tahap pengawasan.
@     Alat-alat produksi dan kebijaksanaan ekonomi semuanya diatur oleh negara.
c.       Sifat manusia ditentukan oleh pola produksi.
@     Pola produksi (aset dikuasai masyarakat) melahirkan kesadaran kolektivisme (masyarakat sosialis).
@     Pola produksi (aset dikuasai individu) melahirkan kesadaran individualisme (masyarakat kapitalis).

Adapun kelebihan serta kelemahan dari sistem sosialis adalah sebagai berikut:
Kelebihan Sistem Sosialis.
  Disediakannya kebutuhan pokok.
Setiap warga Negara disediakan kebutuhan pokoknya, termasuk makanan dan minuman, pakaian, rumah, kemudahan fasilitas kesehatan, serta tempat dan lain-lain. Setiap individu mendapatkan pekerjaan dan orang yang lemah serta orang yang cacat fisik dan mental berada dalam pengawasan Negara.
  Didasarkan perencanaan Negara.
Semua pekerjaan dilaksanakan berdasarkan perencanaan Negara Yang sempurna, diantara produksi dengan penggunaannya. Dengan demikian masalah kelebihan dan kekurangan dalam produksi seperti yang berlaku dalam System Ekonomi Kapitalis tidak akan terjadi.
  Produksi dikelola oleh Negara
Semua bentuk produksi dimiliki dan dikelola oleh Negara, sedangkan keuntungan yang diperoleh akan digunakan untuk kepentingan-kepentingan Negara.

Kelemahan Sistem Sosialis.
  Sulit melakukan transaksi.
Tawar-menawar sangat sukar dilakukan oleh individu yang terpaksa mengorbankan kebebasan pribadinya dan hak terhadap harta milik pribadi hanya untuk mendapatkan makanan sebanyak dua kali. Jual beli sangat terbatas, demikian pula masalah harga juga ditentukan oelh pemerintah, oelh karena itu stabilitas perekonomian Negara sosialis lebih disebabkan tingkat harga ditentukan oleh Negara, bukan ditentukan oelh mekanisme pasar.
  Membatasi kebebasan.
System tersebut menolak sepenuhnya sifat mementingkan diri sendiri, kewibawaan individu yang menghambatnyadalam memperoleh kebebasan berfikir serta bertindak, ini menunjukkan secara tidak langsung system ini terikat kepada system ekonomi dictator. Buruh dijadikan budak masyarakat yang memaksanya bekerja seperti mesin.
  Mengabaikan pendidikan moral.
Dalam system ini semua kegiatan diambil alih untuk mencapai tujuan ekonomi, sementara pendidika moral individu diabaikan. Dengan demikian, apabila pencapaian kepuasan kebendaan menjadi tujuan utama dan nlai-nilai moral tidak diperhatikan lagi.

Selain dari kedua sistem ekonomi diatas, terdapat juga pandangan mengenai sistem ekonomi Islam yang akhir-akhir ini sudah mulai di terapkan dalam perekonomian Indonesia.

3. Sistem Ekonomi Islam
Dengan hancurnya komunisme dan sistem ekonomi sosialis pada awal tahun 90-an membuat sistem kapitalisme disanjung sebagai satu-satunya sistem ekonomi yang sahih. Tetapi ternyata, sistem ekonomi kapitalis membawa akibat negatif dan lebih buruk, karena banyak negara miskin bertambah miskin dan negara kaya yang jumlahnya relatif sedikit semakin kaya.

Dengan kata lain, kapitalis gagal meningkatkan harkat hidup orang banyak terutama di negara-negara berkembang. Bahkan menurut Joseph E. Stiglitz (2006), kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.

Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol daripada kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di Indonesia.

Ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah merupakan perwujudan dari paradigma Islam. Pengembangan ekonomi Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah bukan untuk menyaingi sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan untuk akhirat.
Ada tiga dasar yang menjadi prinsip sistem ekonomi syari’ah dalam Islam, yaitu:
a.       Tawhid
Prinsip ini merefleksikan bahwa penguasa dan pemilik tunggal atas jagad raya ini adalah Allah SWT.
b.      Khilafah
Prinsip ini mempresentasikan bahwa manusia adalah khalifah atau wakil Allah di muka bumi ini dengan dianugerahi seperangkat potensi spiritual dan mental serta kelengkapan sumberdaya materi yang dapat digunakan untuk hidup dalam rangka menyebarkan misi hidupnya.
c.       ‘Adalah
merupakan bagian yang integral dengan tujuan syariah (maqasid al-Syariah). Konsekuensi dari prinsip Khilafah dan ‘Adalah menuntut bahwa semua sumberdaya yang merupakan amanah dari Allah harus digunakan untuk merefleksikan tujuan syariah antara lain yaitu; pemenuhan kebutuhan (need fullfillment), menghargai sumber pendapatan (recpectable source of earning), distribusi pendapatan dan kesejah-teraan yang merata (equitable distribution of income and wealth) serta stabilitas dan pertumbuhan (growth and stability).

Sistem ekonomi Islam bersumber dari sekumpulan hukum yang disyari’atkan oleh Allah yang ditujukan untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan, terutama dalam bidang ekonomi, dan mengatur atau mengorganisir hubungan manusia dengan harta benda, memelihara dan menafkahkannya. Tujuan sistem ekonomi ini adalah untuk menciptakan kemakmuran dan keadilan dalam . kehidupan manusia, merealisasikan kesejahteraan mereka, dan meng¬hapus kesenjangan dalam masyarakat Islam melalui pendistribusian kekayaan secara berkesinambungan, mengingat adanya kesenjangan ; itu sebagai hasil proses sosial dan ekonomi yang penting.
Menurut Zallum (1983); Az-Zein (1981); An-Nabhaniy (1990); Abdullah (1990), atas dasar pandangan di atas maka asas yang dipergunakan menurut pandangan Islam berdiri  di atas tiga pilar (fundamental) yakni :
a.       Pandangan Tentang Kepemilikan (AI-Milkiyyah)
An-Nabhaniy (1990) mengatakan, kepemilikan merupakan izin As-Syari’ (Allah SWT) untuk memanfaatkan zat tertentu. Oleh karena itu, kepemilikan tersebut hanya ditentukan berdasarkan ketetapan dari As-Syari’ (Allah SWT) terhadap zat tersebut, serta sebab-sebab pemilikannya dan kepemilikan tersebut berasal dari adanya izin yang diberikan Allah SWT untuk memiliki zat tersebut, sehingga melahirkan akibatnya, yaitu adanya pemilikan atas zat tersebut menjadi sah menurut hukum Islam. 
 Makna Kepemilikan 
 Kepemilikan (property), dari segi kepemilikan itu sendiri, pada hakikatnya merupakan  milik Allah SWT, dimana Allah SWT adalah Pemilik kepemilikan tersebut sekaligus juga  Allahlah sebagai Dzat Yang memiliki kekayaan. Dalam hal ini Allah SWT berfirman : 
 “Dan berikanlah kepada mereka, harta (milik) Allah yang telah Dia berikan kepada  kalian.”(QS. An-Nuur : 33). Oleh karena itu, harta kekayaan itu adalah milik Allah semata. Kemudian Allah SWT telah menyerahkan harta kekayaan kepada manusia untuk diatur dan dibagikan kepada mereka. Karena itulah maka sebenarnya manusia telah diberi hak untuk memiliki dan menguasai harta tersebut. Sebagaimana firman-Nya : 
 “Dan nafkahkanlah apa saja. yang kalian telah dijadikan (oleh Allah) berkuasa terhadapnya. “(QS. Al-Hadid : 7) 
 “Dan (Allah) membanyakkan harta dan anak-anakmu.” (QS. Nuh : 12) 
 Dari sinilah kita temukan, bahwa ketika Allah SWT menjelaskan tentang status asal kepemilikan harta kekayaan tersebut, Allah SWT menyandarkan kepada diri-Nya, dimana Allah SWT menyatakan “Maalillah” (harta kekayaan milik Allah). Sementara ketika Allah SWT menjelaskan tentang perubahan kepemilikan kepada manusia, maka Allah menyandarkan kepemilikan tersebut kepada manusia. Dimana Allah SWT menyatakan dengan firman-Nya : 
 “Maka berikanlah kepada mereka harta-hartanya. “(QS. An-Nisaa` : 6) 
 “Ambillah dari harta-harta mereka. “(QS. Al-Baqarah : 279) 
 “Dan harta-harta yang kalian usahakan.” (QS. At-Taubah : 24) 
 “Dan hartanya tidak bermanfaat baginya, bila ia telah binasa.” (QS. Al-Lail :11) 
 Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa hak milik yang telah diserahkan kepada manusia  (istikhlaf) tersebut bersifat umum bagi setiap manusia secara keseluruhan. Oleh karena  itu agar manusia benar-benar memiliki harta kekayaan (hak milik), maka Islam memberikan syarat yaitu harus ada izin dari Allah SWT kepada orang tersebut untuk  memiliki harta kekayaan tersebut dan hanya bisa dimiliki oleh seseorang apabila orang  yang bersangkutan mendapat izin dari Allah SWT untuk memilikinya
b.      Pengelolaan Kepemilikan (at-tasharruf fi al milkiyah).
Harta dalam pandangan Islam pada hakikatnya adalah milik Allah SWT. kemudian Allah telah menyerahkannya kepada manusia untuk menguasi harta tersebut melalui izin-Nya sehingga orang tersebut sah memiliki harta tersebut. Adanya pemilikan seseorang atas  harta kepemilikian individu tertentu mencakup juga kegiatan memanfaatkan dan mengembangkan kepemilikan harta yang telah dimilikinya tersebut. Setiap muslim yang  telah secara sah memiliki harta tertentu maka ia berhak memanfaatkan dan  mengembangkan hartanya. Hanya saja dalam memanfaatkan dan mengembangkan harta yang telah dimilikinya tersebut ia tetap wajib terikat dengan ketentuan-ketentuan hukum 
 Islam yang berkaitan dengan pemanfaatan dan pengembangan harta.
c.       Distribusi Kekayaan di Tengah-tengah Manusia
Karena distribusi kekayaan termasuk masalah yang sangat penting, maka Islam  memberikan juga berbagai ketentuan yang berkaitan dengan hal ini. Mekanisme  distribusi kekayaan kepada individu, dilakukan dengan mengikuti ketentuan sebab-sebab  kepemilikan serta transaksi-transaksi yang wajar. Hanya saja, perbedaan individu dalam masalah kemampuan dan pemenuhan terhadap suatu kebutuhan, bisa juga menyebabkan perbedaan distribusi kekayaan tersebut di antara mereka.
Selain itu perbedaan antara masing-masing individu mungkin saja menyebabkan terjadinya kesalahan dalam distribusi kekayaan. Kemudian kesalahan tersebut akan membawa konsekuensi terdistribusikannya kekayaan kepada segelintir orang saja, sementara yang lain kekurangan, sebagaimana yang terjadi akibat penimbunan alat tukar yang fixed, seperti emas dan perak. Oleh karena itu, syara’ melarang perputaran kekayaan hanya di antara orang-orang kaya namun mewajibkan perputaran tersebut terjadi di antara semua orang. Allah SWT berfirman : 
 “Supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” 
 (QS. Al-Hasyr : 7)


Perbankan Syariah STAIN Metro Materi Kuliah, Semester II

Klik Like yaaa..?