D3 Perbankan Syariah: Semester I

Ads

Showing posts with label Semester I. Show all posts
Showing posts with label Semester I. Show all posts
Wednesday 13 March 2013

Pengertian dan Sejarah Bahasa Indonesia


Kali ini admin akan memberikan artikel terbaru mengenai Pengertian dan Sejarah Bahasa Indonesia. Untuk informasi mengenai Pengertian dan Sejarah Bahasa Indonesia, Silahkan baca selengkapnya di bawah ini :

Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.

Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu.  Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau (wilayah Kepulauan Riau sekarang) dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi kolonial dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan "Bahasa Indonesia" diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan "imperialisme bahasa" apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.

Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum publik lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.

Fonologi dan tata bahasa Bahasa Indonesia dianggap relatif mudah. Dasar-dasar yang penting untuk komunikasi dasar dapat dipelajari hanya dalam kurun waktu beberapa minggu. 

Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi, yang digunakan sebagai lingua franca di Nusantara kemungkinan sejak abad-abad awal penanggalan modern.

Aksara pertama dalam bahasa Melayu atau Jawi ditemukan di pesisir tenggara Pulau Sumatera, mengindikasikan bahwa bahasa ini menyebar ke berbagai tempat di Nusantara dari wilayah ini, berkat penggunaannya oleh Kerajaan Sriwijaya yang menguasai jalur perdagangan. Istilah Melayu atau sebutan bagi wilayahnya sebagai Malaya sendiri berasal dari Kerajaan Malayu yang bertempat di Batang Hari, Jambi, dimana diketahui bahasa Melayu yang digunakan di Jambi menggunakan dialek "o" sedangkan dikemudian hari bahasa dan dialek Melayu berkembang secara luas dan menjadi beragam.

Istilah Melayu atau Malayu berasal dari Kerajaan Malayu, sebuah kerajaan Hindu-Budha pada abad ke-7 di hulu sungai Batanghari, Jambi di pulau Sumatera, jadi secara geografis semula hanya mengacu kepada wilayah kerajaan tersebut yang merupakan sebagian dari wilayah pulau Sumatera. Dalam perkembangannya pemakaian istilah Melayu mencakup wilayah geografis yang lebih luas dari wilayah Kerajaan Malayu tersebut, mencakup negeri-negeri di pulau Sumatera sehingga pulau tersebut disebut juga Bumi Melayu seperti disebutkan dalam Kakawin Nagarakretagama.

Ibukota Kerajaan Melayu semakin mundur ke pedalaman karena serangan Sriwijaya dan masyarakatnya diaspora keluar Bumi Melayu, belakangan masyarakat pendukungnya yang mundur ke pedalaman berasimilasi ke dalam masyarakat Minangkabau menjadi klan Malayu (suku Melayu Minangkabau) yang merupakan salah satu marga di Sumatera Barat. Sriwijaya berpengaruh luas hingga ke Filipina membawa penyebaran Bahasa Melayu semakin meluas, tampak dalam prasasti Keping Tembaga Laguna.

Bahasa Melayu kuno yang berkembang di Bumi Melayu tersebut berlogat "o" seperti Melayu Jambi, Minangkabau, Kerinci, Palembang dan Bengkulu. Semenanjung Malaka dalam Nagarakretagama disebut Hujung Medini artinya Semenanjung Medini.

Dalam perkembangannya orang Melayu migrasi ke Semenanjung Malaysia (= Hujung Medini) dan lebih banyak lagi pada masa perkembangan kerajaan-kerajaan Islam yang pusat mandalanya adalah Kesultanan Malaka, istilah Melayu bergeser kepada Semenanjung Malaka (= Semenanjung Malaysia) yang akhirnya disebut Semenanjung Melayu atau Tanah Melayu. Tetapi nyatalah bahwa istilah Melayu itui berasal dari Indonesia. Bahasa Melayu yang berkembang di sekitar daerah Semenanjung Malaka berlogat "e".

Kesultanan Malaka dimusnahkan oleh Portugis tahun 1512 sehingga penduduknya diaspora sampai ke kawasan timur kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu Purba sendiri diduga berasal dari pulau Kalimantan, jadi diduga pemakai bahasa Melayu ini bukan penduduk asli Sumatera tetapi dari pulau Kalimantan. Suku Dayak yang diduga memiliki hubungan dengan suku Melayu kuno di Sumatera misalnya Dayak Salako, Dayak Kanayatn (Kendayan), dan Dayak Iban yang semuanya berlogat "a" seperti bahasa Melayu Baku.

Penduduk asli Sumatera sebelumnya kedatangan pemakai bahasa Melayu tersebut adalah nenek moyang suku Nias dan suku Mentawai. Dalam perkembangannya istilah Melayu kemudian mengalami perluasan makna, sehingga muncul istilah Kepulauan Melayu untuk menamakan kepulauan Nusantara.

Secara sudut pandang historis juga dipakai sebagai nama bangsa yang menjadi nenek moyang penduduk kepulauan Nusantara, yang dikenal sebagai rumpun Indo-Melayu terdiri Proto Melayu (Melayu Tua/Melayu Polinesia) dan Deutero Melayu (Melayu Muda). Setelah mengalami kurun masa yang panjang sampai dengan kedatangan dan perkembangannya agama Islam, suku Melayu sebagai etnik mengalami penyempitan makna menjadi sebuah etnoreligius (Muslim) yang sebenarnya didalamnya juga telah mengalami amalgamasi dari beberapa unsur etnis.

M. Muhar Omtatok, seorang Seniman, Budayawan dan Sejarahwan menjelaskan sebagai berikut: "Melayu secara puak (etnis, suku), bukan dilihat dari faktor genekologi seperti kebanyakan puak-puak lain. Di Malaysia, tetap mengaku berpuak Melayu walau moyang mereka berpuak Jawa, Mandailing, Bugis, Keling dan lainnya. Beberapa tempat di Sumatera Utara, ada beberapa Komunitas keturunan Batak yang mengaku Orang Kampong - Puak Melayu.


Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuna yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.

Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.

Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.

Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.

Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur".[12] Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.

Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.

Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. 

Demikianlah tadi informasi mengenai Pengertian dan Sejarah Bahasa Indonesia. Mudah-mudah artikel bisa di jadikan sebagai sumber referensi.
Perbankan Syariah STAIN Metro Materi Kuliah, Semester I
Tuesday 12 March 2013

Fungsi Bahasa


D3 Perbankan Syariah. Kali ini Admin akan berbagi Artikel mengenai Materi Kuliah tentang Fungsi Bahasa. Untuk lebih lanjutnya, silahkan baca Fungsi Bahasa selengkapnya di bawah ini :

Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.

Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.

Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.

Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).

Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.

Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri. Bahasa isyarat akan dibahas pada artikel lain di situs organisasi.org ini. Selamat membaca.

Demikianlah tadi Artikel Materi Kuliah tentang Fungsi Bahasa yang dapat admin berikan. Untuk Update Materi Kuliah Terbaru lainnya silahkan kunjungi selalu D3 Perbankan Syariah.
Perbankan Syariah STAIN Metro Materi Kuliah, Semester I

Pengertian dan Fungsi Bahasa


Kamus Besar Bahasa Indonesia secara terminology mengartikan bahasa sebagai  sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota suatu masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengindentifikasikan diri.

Gorys Keraf (1994:1) memberikan pengertian bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Bahasa juga mencakup dua bidang, yaitu bunyi vokal dan arti atau makna. Bahasa sebagai bunyi vokal berarti sesuatu yang dihasilkan oleh alat ucap manusia berupa bunyi yang merupakan getaran yang merangsang alat pendengar. Sedangkan bahasa sebagai arti atau makna berarti isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan reaksi atau tanggapan orang lain.

Dari pengertian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa pengertian bahasa mencakup hal-hal sebagai berikut:
1. Sistem lambing bunyi yang arbitrer
2. Alat komunikasi
3. Simbol bunyi yang memiliki arti serta makna
4. Digunakan oleh masyarakat untuk beriteraksi

Sementara fungsi bahasa menurut Mahmudah dan Ramlan (2007:2-3) adalah alat komunikasi antaranggota masyarakat Indonesia. Bahsa juga menunjukkan perbedaan antara satu penutur dengan penutur lainnya, tetapi masing-masing tetap mengikat kelompok penuturnya dalam satu kesatuan sehingga mampu menyesuaikan dengan adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat. Selain itu, fungsi bahasa juga melambangkan pikiran atau gagasan tertentu, dan juga melambangkan perasaan, kemauan bahkan dapat melambangkan tingkah laku seseorang.

Gorys Keraf (2001:3-8) menyatakan bahwa ada empat fungsi bahasa, yaitu:
1. Alat untuk menyatakan ekspresi diri
Bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita.
2. Alat komunikasi
Bahasa merupakan saluran perumusan maksud yang melahirkan perasaan dan memungkinkan adanya kerjasama antarindividu.
3. Alat mengadakan integrasi dan adaptasi sosial
Bahasa merupakan salah satu unsure kebudayaan yang memungkinkan manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman tersebut, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain.
4. Alat mengadakan kontrol sosial
Bahasa merupakan alat yang dipergunakan dalam usaha mempengaruhi tingkah laku dan tindak tanduk orang lain. Bahasa juga mempunyai relasi dengan proses-proses sosialisasi suatu masyarakat.

Perbankan Syariah STAIN Metro Materi Kuliah, Semester I

Perbedaan Seminar, Simposium, dan Lokakarya



BAB II
PEMBAHASAN


2.1. SEMINAR
A. Pengertian Seminar
Seminar merupakan suatu pembahasan masalah secara ilmiah, walaupun topik yang dibahas adalah masalah sehari-hari. Dalam membahas masalah, tujuannya adalah mencari suatu pemecahan, oleh karena itu suatu seminar selalu diakhiri dengan kesimpulan atau keputusan-keputusan yang merupakan hasil pendapat bersama, yang kadang-kadang diikuti dengan resolusi atau rekomendasi.
Pembahasan dalam seminar berpangkal pada makalah atau kertas kerja yang telah disusun sebelumnya oleh beberapa orang pembicara sesuai dengan pokok-pokok bahasan yang diminta oleh sesuatu panitia penyelenggara. Pokok-pokok bahasan yang diminta oleh suatu penitia penyelenggara. Pokok bahasan yang telah ditentukan, akan dibahas secara teoritis dan dibagi menjadi beberapa subpokok bahasan bila masalahnya sangat luas. Pada awal seminar, dapat dibuka dengan suatu pandangan umum oleh orang berwenang (yang ditunjuk panitia) sehingga tujuan seminar terarah. Kemudian hadirin (massa) dibagi menjadi beberapa kelompok untuk membahas permasalahan lebih lanjut. Tiap kelompok dapat diserahi tugas membahas suatu sub pokok bahasan untuk dibahas dalam kelompok yang biasanya juga disebut seksi/komisi, di bawah pimpinan seorang ketua komisi (kelompok). Dari hasil-hasil kelompok, disusun suatu perumusan yang merupakan suatu kesimpulan yang dirumuskan oleh suatu tim perumus yang ditunjuk.
Pembahasan dalam seminar memakan waktu yang lebih lama karena sifatnya yang ilmiah. Apabila para pembicara tidak dapat mengendalikan diri biasanya waktu banyak dipergunakan untuk pembahasan yang kurang penting. Oleh karena itu dibutuhkan pimpinan kelompok yang menguasai persoalan sehingga penyimpangan dari pokok persoalan dapat dicegah. Penyimpangan ini dapat diatasi bila setiap kali ketua sidang menyimpulkan hasil pembicaraan sehingga apa yang akan dibicarakan selanjutnya sudah terarah.

B. Penggunaan Seminar
Seminar akan efektif bila:
1. Tersedia waktu yang cukup untuk membahas persoalan.
2. Problema sudah dirumuskan dengan jelas.
3. Para peserta dapat diajak berfikir logis.
4. Problema memerlukan pemecahan yang sistematis.
5. Problema akan dipecahkan secara menyeluruh.
6. Pimpmnan sidang cukup terampil dalam mcnggunakan metode ini.
7. Kelompok tidak terlalu besar sehingga memungkinkan setiap peserta mengambil bagian dalam berpendapat.

C. Kelebihan dan kelemahan :
a. Kelebihan :
1. Membangkitkan pemikiran yang logis.
2. Mendorong pada analisa menyeluruh.
3. Prosedurnya dapat diterapkan untuk berbagai jenis problema.
4. Membangkitkan tingkat konsentrasi yang tinggi pada diri peserta.
5. Meningkatkan keterampilan dalam mengenal problema.

b. Kelemahan :
1. Membutuhkan banyak waktu.
2. Memerlukan pimpinan yang terampil.
3. Sulit dipakai bila kelompok terlalu besar.
4. Mengharuskan setiap anggota kelornpok untuk mempelajari terlebih dahulu.
5. Mungkin perlu dilanjutkan pada diskusi yang lain.


2.2. SIMPOSIUM
A. Pengertian Simposium
Simposium adalah serangkaian pidato pendek di depan pengunjung dengan seorang pemimpin. Simposium menampilkan beberapa orang pembicara dan mereka mengemukakan aspek-aspek pandangan yang berbeda dan topik yang sama. Dapat juga terjadi, suatu topik persoalan dibagi atas beberapa aspek, kemudian setiap aspek disoroti tersendiri secara khusus, tidak perlu dari berbagai sudut pandangan.
Pembicara dalam simposium terdiri dari pembicara (pembahas utama) dan penyanggah (pemrasaran banding), dibawah pimpinan seorang moderator. Pendengar diberi kesempatan untuk mengajukan pertanyaan atau pendapat setelah pembahas utama dan penyanggah selesai berbicara. Moderator hanya mengkoordinasikan jalannya pembicaraan dan meneruskan pertanyaan-pertanyaan, sanggahan atau pandangan umum dari peserta. Hasil simposium dapat disebar luaskan, terutama dari pembahas utama dan penyanggah, sedangkan pandangan-pandangan umum yang dianggap perlu saja.

B. Penggunaan Simposium
Simposium dapat digunakan :
1. Untuk mengemukakan aspek-aspek yang berbeda dari suatu topik tertentu.
2. Jika kelompok peserta besar.
3. Kalau kelompok membutuhkan keterampilan yang ringkas.
4. Jika ada pembicara yang memenuhi syarat (ahli dalam bidang yang disoroti).

C. Kelebihan dan Kelemahan :
a. Kelebihan :
1. Dapat dipakai pada kelompok besar maupun kecil.
2. Dapat mengemukakan informnasi banyak dalam waktu singkat.
3. Pergantian pembicara menambah variasi dan sorotan dari berbagai segi akan menjadi sidang lebih menarik.
4. Dapat direncanakan jauh sebelumnya.

b. Kelemahan :
1. Kurang spontanitas dan kneatifitas karena pembahas maupun penyanggah sudah ditentukan.
2. Kurang interaksi kelompok.
3. Menekankan pokok pembicaraan.
4. Agak terasa formal.
5. Kepribadian pembicara dapat menekankan materi.
6. Sulit mengadakan kontnol waktu.
7. Secara umum membatasi pendapat pembicara.
8.Membutuhkan perencanaan sebelumnya dengan hati-hati untuk menjamin jangkauan yang tepat.
9. Cenderung dipakai secara berlebihan.

2.3. LOKAKARYA
A. Pengertian Lokakarya
Lokakarya (Inggris: workshop) adalah suatu acara di mana beberapa orang berkumpul untuk memecahkan masalah tertentu dan mencari solusinya.
Sebuah lokakarya adalah pertemuan ilmiah yang kecil.

Kegiatan lokakarya identik dengan seminar yaitu suatu pertemuan ilmiah untuk membahas masalah tertentu oleh para pakar dalam bidang tertentu pula, Sumarno (2002). Dalam bidang pendidikan guru sebagai pelaku utama berada pada posisi yang jarang terlibat dalam proses penyusunannya. Sehingga ibarat pahat hanya menunggu ketokan palu. Hal ini sungguh tidak konstruktif apalagi di era MBS dan KTSP. Kadang-kadang kita memerlukan pembinaan berulang kali dari suatu rencanan pelaksanaan program. Kalau dilihat dari SDM, yang benar paham soal pembelajaran adalah praktisi pembelajaran tetapi kadang perencanaannya pada tataran yang tidak equal dengan pembelajaran. Mereka kadang juga berbiara teknis sedangkan yang lebih paham situasi di lapangan adalah guru itu sendiri.
Lokakarya dalam tataran teknis membutuhkan kajian luas, bukan hanya teori dengan melupakan situasi. Sehingga kita tidak usah heran program-program tertentu kadang dihadang di perencanaan atau susah diterapkan, bukan berarti kita tidak mengerti tetapi lebih kepada kegiatan tersebut kurang bermakna bagi kita. Sesuai teori kebermaknaan adalah sesuatu itu akan bermakna jika pelaku perencana dan pelaksana ada pada tataran yang sama. Sehingga kesan kontekstual akan sangat kental. Jangan salahkan guru jika tidak membelajarkan siswa secara konstruktifkarna kita sendiri tidak pernah merasa dibelajarkan dan membelajarkan diri tetapi hanya di ajar oleh berbagai penataran. 
Perbedaan mendasar antara lokakarya dengan seminar hanya menekankan pada hasil yang didapat dari lokakarya menjadi sebuah produk yang dapat digunakan peserta lokakarya dalam proses pembelajaran di kelas. Sedangkan seperti seminar kali ini adalah hanya sebagai pencetus ide yang jika tepat dapat ditindak lanjuti dan jika tidak dapat digunakan bahan pemikiran dan acuan berfikir bagi kalangan pendidik di masa yang akan datang. Karna ada kalanya suatu pemikiran yang baik membutuhkan momen yang tepat bagi pelaksanaannya. Hal tersebut tergantung pada permasalahan yang ditimbulkan oleh pemikiran tersebut.

B. Keunggulan Metode Lokakarya
Metode lokakarya memiliki keunggulan dalam penyelenggaraan diskusi yang bersifat panel yaitu :
1. Memberi kebebasan berargumen kepada peserta loka karya dan pemakalah
2. Memberi peluang melibatkan banyak peserta
3. Menyerap informasi sebanyak mungkin untuk suatu hasil atau perubahan konsep semula sehingga ide pemakalah akan diuji dan mendapat tangapan tentang kelebihan dan kekurangan dari ide para pemakalah
4. Dapat digunakan sebagai referensi bagi pengamat dan pemegang kebijakan baik masyarakat umum dan pemerintah

C. Manfaat dan Kelemahan Metode Lokakarya
Kelemahan metode diskusi seperti ini adalah 
1. Memerlukan persiapan yang relatif lama
2. Memerlukan tenaga dan biaya yang besar
3. Melibatkan banyak orang sehingga menyita waktu guru untuk melaksanakan pembelajaran di kelasnya
4. Menimbulkan banyak pro dan kontra sehingga menimbulkan potensi konflik di antara pengamat pendidikan dan pelaksana kebijaksanaan   
Adapun manfaat dari metode lokakarya dalam penyelenggaraan KKG adalah : 
1. Memberdayakan guru dalam pelaksanaakan KKG
2. Menambah wawasan guru untuk meningkatkan profesionaltasnya
3. Membantu pemerintah dalam mempercepat kemajuan sector pendidikan
4. Membantu sekolah, dan masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidik



Perbankan Syariah STAIN Metro Materi Kuliah, Semester I
Friday 2 November 2012

Metode Studi Islam




Pengertian metodologi studi Islam - Metodologi Studi Islam terdiri dari dua kata yaitu metodologi dan Studi Islam. Dalam bahasa Arab Metodologi Studi Islam dipahami sebagai Dirosah Islamiyah, dalam bahasa Inggris Islamic Studies, dalam istilah Jerman Islam wissenschaft. (Wissenschaft memiliki makna ganda yang utuh, sebagai ilmu (science) maupun pengetahuan (knowledge), yang tidak dijumpai padanannya dalam bahasa Inggris (Lihat R.Pumer, Religionswissenchaft or religiology, dalam numen, no. 19, 1972, 103) 

Metodologi berasal dari bahasa latin methodologia,  methodus + -logia –logy. Istilah ini pertama kali digunakan  pada tahun 1800. Metodologi dimaknai A system of broad principles or rules from which specific methods or procedures may be derived to interpret or solve different problems within the scope of a particular discipline. Unlike an algorithm, a methodology is not a formula but a set of practices. (sebagai Sebuah sistem yang luas dari prinsip atau aturan dari   metode atau prosedur yang khusus  diturunkan untuk menafsirkan atau memecahkan berbagai masalah dalam lingkup tertentu dari sebuah disiplin ilmu. Tidak seperti algoritma , metodologi bukanlah rumus tetapi satu set praktek.  Sedangkan studi Islam dipahami sebagai kajian yang bersifat ilmiah dan objektif dalam memahami tentang Islam.(http://www.businessdictionary.com/definition/methodology.html#ixzz1o06JmZQw) 
Studi Islam adalah sebuah upaya yang bersifat aspektual, polimetodis, pluralistik dan tanpa batas yang tegas. Ia bersifat aspektual dalam arti bahwa Islam harus diperlakukan sebagai salah satu aspek yang eksistensi. Sedangkan studi Islam bersifat polimetodis dalam arti bahwa berbagai metode atau disiplin yang berbeda digunakan untuk memahami Islam, oleh karena itu, orang perlu memahami Islam dengan metode sejarah, penyelidikan sosiologis, fenomenologis, dan sebagainya. Ia pluralistik karena ada banyak agama-agama dan tradisi lain disamping Islam.  

Studi Islam mulai dikembangkan oleh Mukti Ali pada akhir dekade tahun 70-an. Kajian masih bersifat stadium awal, terfokus pada persoalan praktis menyangkut penataan, pembinaan dan pengembangan hubungan antar pemeluk agama-agama di Indonesia. Memasuki dasawarsa tahun 80-an, studi agama memasuki fase baru yang segar dimana mulai muncul kajian-kajian yang secara tematik lebih variatif dan secara kualitattif lebih intensif. Situasi ini disebabkan oleh perkembangan dunia pendidikan, teknologi komunikasi dan transportasi, yang secara langsung membantu perkembangan internal kajian agama. (Ahmad Norma Permata,( ed) Metodologi Studi Agama (yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000), 27)

Tujuan  mempelajari metodologi studi Islam.
Studi Islam (Islamic Studies) adalah salah satu studi yang mendapat perhatian dikalangan ilmuwan. Jika ditelusuri secara mendalam, nampak bahwa studi Islam mulai banyak dikaji oleh para peminat studi agama dan studi-studi lainnya. Dengan demikian, studi Islam layak untuk dijadikan sebagai salah satu cabang ilmu favorit. Artinya, studi Islam telah mendapat tempat dalam percaturan dunia ilmu pengetahuan.     

Islam sebagai agama ajaran-ajaran tidak hanya mencakup persoalan yang trasedental akan tetapi mencakup pula berbagai persoalan seperti  ekonomi, social, budaya, dan dimensi-dimensi lain dalam kehidupan manusia. Jika tinjau dari perkembangan Islam masa awal  telah mengalami perkembangan, terkait erat dengan persoalan-persoalan historis cultural. Perkembangan tersebut dapat diamati dari praktek-praktek keagamaan diberbagai wilayah Islam, dimana antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain berbeda-beda dalam praktek social keagamaan, sehingga benang merah yang memisahkan antara wilayah agama an sich, dan wilayah-wilayah social dan budaya yang telah menyatu dengan agama itu sendiri, menjadi tidak jelas.

Islam seperti agama-agama lainnya pada level historis empiris sarat dengan berbagai kepentingan yang menempel dalam ajaran dan batang tubuh ilmu-ilmu keagamaan itu sendiri. Campur aduk dan berkait kelindannya “agama” dengan berbagai “kepentingan” social kemasyarakatan menambah rumitnya mengatasi persoalan agama.

Perjalanan panjang sejarah Islam yang terhitung mulai dari abad 7 H sampai dengan abad ke 15 H dewasa ini, menjadikan Islam sebagai agama yang merambah keberbagai wilayah didunia, karena sesuai dengan misinya sebagai agama rahmatan lil alamin. Islam pun pernah menjadi kekuatan dan  bagian penting dalam sejarah peradaban dunia.

Salah satu persoalan mendesak untuk segera dipecahkan adalah masalah metodologi. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama, kelemahan dikalangan umat Islam dalam mengkaji Islam secara komperehensif adalah tidak menguasai metodologi. Kelemahan ini semakin terasa manakala umat Islam, khususnya di indonesia, tidak menjadi produsen pemikiran akan tetapi konsumen pemikiran. Jadi kelemahan umat islam bukan terletak pada kurangnya penguasaan materi namun lebih pada cara-cara penyajian materi yang dikuasai.

Kedua, ada anggapan bahwa studi Islam dikalangan   ilmuwan telah merambah ke berbagai wilayah. Misalnya, studi Islam sudah masuk kestudi kawasan, filologi, dialog, agama, antropologi, arkeologi, dsbnya.  

Disamping itu juga, perbedaan bentuk ekspresi dan karakteristik Islam antara satu wilayah dengan yang lainnya membuka wacana mengenai hubungan antara hal-hal yang bersifat normatif dan historis dari agama. Atas dasar itu, pemahaman terhadap persoalan hubungan antara normativitas dan historisitas sangat penting dalam rangka menguraikan esensi atau substansi dari ajaran yang nota benenya sudah terlembagakan, apalagi dalam konteks saat ini.

Selain itu, untuk menghidari terjadinya pemahaman yang bersifat campur aduk, tidak dapat menunjukkan secara distingtif mana wilayah agama dan mana wilayah tradisi atau budaya. Bila pencampuradukan itu terjadi, selanjutnya tidak akan bisa dihindari munculnya pemahaman yang distortif terhadap konsep kebenaran, antara yang absolut dan relatif.
Manfaat mempelajari Metodologi Studi Islam.
  • Dengan mempelajari metodologi studi Islam akan memberikan ruang dalam pemikiran yang lebih kritis terhadap persoalan agama, sehingga tidak menganggap bahwa ajaran Islam klasik dianggap sebagai taken for granted. Hal ini didasari atas adanya  pujian paradoksal terhadap dunia Islam. Dikatakan, salah satu penyebab kegagalan Islam dewasa ini justru disebabkan oleh keberhasilannya yang gilang gemilang pada masa lalu. Baik karena keyakinan akan ajarannya yang sudah mutlak sempurna serta warisan budaya masa lalu yang amat kaya dan menakjubkan, maka seakan tidak ada lagi ruang bagi umat Islam dewasa ini untuk melakukan inovasi, yang ada adalah melakukan konservasi, revitalisasi, dan kembali kepada kaidah-kaidah lama yang dipersepsikan sebagai zaman keemasan. Kuatnya memori of the past yang kemudian menjadi semacam ideologi yang disakralkan, maka dunia Islam secara psikologis merasa memiliki dunia tersendiri. Sikap ketertutupan ini pada urutannya membatasi kita untuk bisa melihat dan menerima realita dunia baru. Bahwa dunia pada abad lalu bukanlah dunia yang kita huni hari ini.  
  • Mengimbangi alur pemikiran keagamaan yang seringkali menonjolkan warna pemikiran keagamaan yang bersifat teologis-partikularistik. Hampir semua pengamatan sosial keagamaan sepakat bahwa pemikiran teologi, seringkali membawa kearah ketersekatan’ umat. Ketersekatan dan keterkotak-kotakan yang tidak dapat terhindarkan. (Amin Abdullah, Studi Agama, Normativitas atau Historisitas, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), 13) Lebih lanjut Amin Abdullah menjelaskan ada dua ciri menonjol corak pemikiran teologis. Pertama, pemikiran teologis menekankan perlunya personal commintment terhadap ajaran agama yang dipeluknya. Agama adalah persoalan hidup dan mati (ultimate concern). Pemeluk agama tertentu akan akan mempertahankan ajaran-ajaran agamanya dengan gigih hingga rela berkorban. Di sini agama erat kaitannya dengan emosi. Kedua, ‘bahasa” yang digunakan pemeluk agama adalah bahasa seorang pelaku” atau pemain” (actor) bukan bahasa pengamat atau peneliti dari luar (spectator). Karenanya kesetiaan pada agama berimplikasi menyeluruh terhadap kehidupannya (Ibid, 50)
  • Dapat mendialogkan ilmu humaniora klasik seperti Fikih, Hadits, Kalam, Ulumul Qur’an dengan ilmu-ilmu humaniora kotemporer sehingga Islam dapat dijadikan sebagai ajaran yang mampu menjadi obat mujarab dalam mengatasi masalah kekinian.
Objek Pembahasan Metodologi Studi Islam

Islam sebagai agama tidak datang ke dalam “ruangan” dan kondisi yang kosong. Islam hadir kepada suatu masyarakat yang sudah sarat dengan keyakinan, tradisi dan praktik-praktik kehidupan. Masyarakat saat itu bukan tanpa ukuran moralitas tertentu, namun sebaliknya inheren di dalam diri mereka standar nilai dan moralitas.

Kemudian Dalam perjalanan panjang Islam, Islam mengalami asimilasi, perkembangan-perkembangan akibat adanya berbagai macam pemahaman yang dikembangkan oleh para tokoh-tokoh agama, ulama, pemikir-pemikir Islam. Dalam istilah Komarudin Hidayat Wahyu  ketika dilangit bersifat maskulin (tunggal), namun ketika membumi bersifat feminis. Hal ini berarti bahwa penafsiran terhadap wahyu al-Qur’an mengalami perkembangan  tidak hanya tekstual tetapi memahami wahyu al-Qur’an secara kontekstual.

Oleh sebab itu, Obyek kajian dalam Islam tidak hanya membahas tentang persoalan trasedental namun membahas hal lain yang menyangkut persoalan-persoalan ketika agama membumi. Berikut obyek kajian dalam studi Islam :
  • Komunitas setiap tradisi memiliki suatu komunitas keagamaan (gereja, masjid, ummah) yang memiliki beragam cabang dan yang membawa umat beriman ke dalam suatu konteks global.
  • Ritual yang dapat dipahami dalam tiga aspek; penyembahan yang terus menerus, sakramen, dan upacara-upacara. Sakramen biasanya berkaitan dengan perjalanan kehidupan yang luar biasa, kelahiran, inisiasi (upacara tapabrata), perkawinan dan kematian. Upacara-upacara sering merayakan tanggal kelahiran atau peristiwa-peristiwa besar lainnya dari kehidupan tokoh-tokoh-tokoh besar seperti yesus, Musa, Muhammad, Krishna dan Budha. Aktivitas penyembahan, sangat beragam dari segi frekuensi, watak, dan signifikansinya namun seluruh agama memilikinya.
  • Etika; seluruh tradisi memiliki keinginan mengkonseptualisasikan dan membimbing kearah kehidupan yang baik, dan  semua menyepakati persoalan-persoalan dasar seperti keharusan menghindari kebohongan, mencuri, pembunuhan, membawa aib keluarga, mengingkari cinta. Tradisi-traisi monoreistik menyerukan agar mencintai manusia dan Tuhan, sedang tradisi-tradisi timur lebih cendrung menyerukan concernetis kepada alam.
  • Keterliban social dan politis; komunitas-komunitas keagamaan merasa perlu terlibat dalam masyarakat yang lebih luas untuk mempengaruhi, mereformasi, atau beradaftasi dengannya kecuali jika agama dan masyarakat saling terpisah seperti dalam agama-agama primal.
  • Kajian teks dan Kitab suci, termasuk mite atau sejarah suci dalam kitab suci atau tradisi oral yang dengannya masyarakat hidup, dengan mengenyampingkan agama-agama primal, kebanyakan tradisi memiliki kitab-kitab sebagai suatu canon (peraturan-peraturan). (Di Jerman, hingga hari ini, kajian-kajian terhadap bahasa, budaya dan agama merupakan inti dari studi Islam yang dipelajari, dan di universitas lebih dikenal sebagai Orientalische Seminar. Diantara pemula pakar bahasa Arab dari Jerman adalah Johan Jokab Reiske (1716-1774). Kajian-kajian bahasa Arab berkembang secara luas di Eropa sejak permulaan abad ke-19. Salah satu dari ahli-ahli dalam bidang ini adalah seorang sarjana Perancis A.I. Sylvestre de Sacy. Lihat Jacques Waardenburg, Studi Islam di Jerman, dalam Azim Nanji (ed),  Peta Studi Islam (Yogyakarta: Fajar Pustaka baru, 2003), 3)
  • Konsep atau doktrin
  • Estetika; dalam tingkat akar rumput di sepanjang sejarah, estetika merupakan hal yang signifikan. Ikonografi di taj mahal dan parmadani di Persia
  • Spiritualitas yang menekankan sisi dalam (batin) dari agama. (Frank Whaling, Pendekatan Teologis, dalam Peter Connoly (ed.) Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta: LKIS, 1999), 321) Spritualitas Muslim dalam makna luas dengan jelas mengekpresikan dirinya dalam berbagai cara dan bentuk yang sangat berbeda, dari kesalehan yang lebih tradisional kepada bentuk-bentuk pengalaman mistik pribadi, dalam berbagai ekspresinya yang berbeda, dari pengalaman Hadis kepada puisi yang mengisyaratkan pada yang absolut. Meskipun selalu ada banyak referensi bagi ‘’isyarat-isyarat” Tuhan, isyarat-isyarat tersebut memainkan peran yang sangat berbeda dalam berbagai cara yang berbeda pula. (Lihat Jacques Waardenburg, Studi Islam dan sejarah Agama-Agama, Sebuah Evaluasi, dalam Azim Nanji (ed),  Peta Studi Islam (Yogyakarta: Fajar Pustaka baru, 2003), 308)
Perbankan Syariah STAIN Metro Materi Kuliah, MSI, Semester I

Pengertian Metode Studi Islam




I.                  PENDAHULUAN

Pada awal tahun 1970-an berbicara mengenai penelitian agama dianggap tabu. Orang akan berkata : kenapa agama yang sudah begitu mapan mau diteliti ; agama adalah wahyu Allah. Sikap serupa terjadi di Barat. Dalam pendahuluan buku Seven Theories Of Religion dikatakan, dahulu orang Eropa menolak anggapan adanya kemumgkinan meniliti agama. Sebab, antara ilmu dan nilai, antara ilmu dan agama ( kepercayaan ), tidak bisa disinkronkan.[1]
Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin. Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung. Islam mengajarkan kehidupan yang dinamis dan progresif, menghargai akal pikiran melalui pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, bersikap seimbang dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual, senantiasa mengembangkan kepedulian sosial, menghargai waktu, bersikap terbuka, demokratis, berorientasi pada kualitas, egaliter, kemitraan, anti-feodalistik, mencintai kebersihan, mengutamakan persaudaraan, berakhlak mulia dan bersikap positif lainnya.


II.               RUMUSAN MASALAH


1.      Apa pengertian metodologi studi islam dan ruang lingkupnya?
2.       Apa saja pendekatan-pendekatan dalam metodologi studi islam?




III.           PEMBAHASAN

  1. Pengertian metodologi studi islam dan ruang lingkupnya

1.      Pengertian metodologi
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau lanhkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Metode berarti ilmu cara menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Metode juga disebut pengajaran atau penelitian.
Menurut istilah (terminologi), metode adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan, dan penentuan nilai. Metode biasa digunakan dalam penyelidikan keilmuan. Hugo F. Reading mengatakan bahwa metode adalah kelogisan penelitan ilmiah, sistem tentang prosedur dan teknik riset.
Ketika metode digabungkan dengan kata logos maknanya berubah. Logos berarti “studi tentang” atau “teori tentang”. Oleh karena itu, metodologi tidak lagi sekedar kumpulan cara yang sudah diterima(well received) tetapi berupa berupa kajian tentang metode. Dalam metodologi dibicarakan kajian tentang cara kerja ilmu pengetahuan. Pendek kata, bila dalam metode tidak ada perbedaan, refleksi dan kajian atas cara kerja ilmu pengetahuan, sebaliknya dalam metodologi terbuka luas untuk mengkaji, mendebat, dan merefleksi cara kerja suatu ilmu. Maka dari itu, metodologi menjadi menjadi bagian dari sistematika filsafat, sedangkan metode tidak.[2]
Metodologi adalah ilmu cara- cara dan langkah- langkah yang tepat ( untuk menganalisa sesuatu) penjelasan serta menerapkan cara.[3]
Istilah metodologi studi islam digunakan ketika seorang ingin membahas kajian- kajian seputar ragam metode yang biasa digunakan dalam studi islam. Sebut saja misalnya kajian atas metode normative, historis, filosofis, komparatif dan lain sebagainya. Metodologi studi islam mengenal metode- metode itu sebatas teoritis. Seseorang yang mempelajarinya juga belum menggunakannya dalam praktik. Ia masih dalam tahap mempelajari secara teoritis bukan praktis.

2.      Ruang lingkup studi Islam:

Agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:

a.       Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam arti absolute, dan diterima apa adanya.
b.      Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
c.       Sebagai interaksi social, yaitu realitas umat Islam.
Bila islam dilihat dari tiga sisi, maka ruang lingkup studi islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian didalamnya.


  1. Pendekatan-pendekatan dalam metodologi studi islam

Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif diberbagai masalah yang dihadapi umat manusia. Agama tidak boleh hanya dijadikan sekadar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekadar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunujukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah. . Adapun pendekatan yang dimaksud di sini (bukan dalam konteks penelitian), namun cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam satu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama
Diketahui bahwa islam sebagai agama yang memiliki banyak dimensi, yaitu mulai dari dimensi keimanan, akal pikiran, ekonomi, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi, lingkungan hidup, sejarah, perdamaian, sampai pada kehidupan rumah tangga, dan masih banyak lagi. Untuk memahami berbagai dimensi ajaran islam tersebut jelas memerlukan berbagai pendekatan yang digali dari berbagai disiplin ilmu. Di dalam Alqur’an yang merupakan sumber ajaran Islam, misalnya dijumpai ayat- ayat tentang proses pertumbuhan dan perkembangan anatomi tubuh manusia. Untuk menjelaskan masalah ini jelas memerlukan dukungan ilmu anatomi tubuh manusia. Selanjutnya untuk membahas ayat- ayat yang berkenaaan dengan masalah tanaman dan tumbuh- tumbuhan jelas memerlukan bantuan ilmu pertanian.

Berkenanaan dengan pemikiran diatas, maka kita perlu mengetahui dengan jelas pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam memahamai agama. Hal ini perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fugsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit dipahami oleh masyarakat, tidak fungsional, dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada selain agama, dan hal ini tidak boleh terjadi. Untuk lebih jelasnya pendekatan tersebut dapat kita pelajari sebagai berikut:

a.          Pendekatan Sosiologis
Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yamng menguasai hidupnya. Sosiologi mencoba mengerti sifat dan maksud hidup bersama, cara yang terbentuk dan tumbuh serta berubahnya perserikatan-perserikatan hidup itu serta pula kepercayaannya, keyakinan yang memberi sifat tersendiri kepada cara hidup bersama itu dalam tiap persekutuan hidup manusia.
Harus ditegaskan disini bahwa orang yang pertama kali menggagas sekaligus memperaktikkan sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu baru yang mandiri adalah ibn khaldun. Namun, sebagian besar sosiolog memandang kontribusi ibn khaldun begitu kecil dalam sosiologi. Mereka lebih mengakui karl max dan august comte sebagai seorang yang yang paling berjasa bagi disiplin ilmu sosiologi.[4]
Pendekatan sosiologis dibedakan dari pendekatan studi agama lainnya karena fokus perhatiannya pada interaksi antara agama dan masyarakat. Teori sosiologis tentang watak agama serta kedudukan dan signifikansinya dalam dunia sosial, mendorong di tetapkannya serangkaian kategori-kategori sosiologis, meliputi:
1.      Stratifikasi sosial, seperti kelas dan etnisitas
2.      Kategori bisosial, seperti seks, gender perkawinan, keluarga masa kanak-kanak dan usia
3.      Pola organisasi sosial, meliputi politik, produksi ekonomis, sistem-sistem pertukaran dan birokrasi.
4.      Proses sosial, seperti formasi batas, relasi intergroup, interaksi personal, penyimpangan, dan globalisasi.[5]
Dalam al-quran terdapat tuntunan yang banyak membicarakan realitas tertinggi yang menunjukan bahwa ia, secara filosofis, tidak menerima selainnya. Namun disisi lain (sosiologis), ia juga dengan sangat toleran menerima kehadiran keyakinan lain (lakum dinukum waliyaddin).[6]

b.         Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang membahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut. Menurut ilmu ini, segala peristiwa dapat dilacak dengan melihat kapan peristiwa itu terjadi, dimana, apa sebabnya, siapa yang terlibat dalam peristiwa tersebut, dan lain sebagainya.[7]
Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena agama itu sendiri turun dalam situasi yang kongkrit bahkan berkaitan dengan kondisi social kemasyarakatan. Dalam kontek ini Kuntowijaya telah melakukan studi yang mendalam terhadap agama yang dalam hal ini islam menurut pendekatan sejarah. Ketika ia mempelajari Al-qur’an, ia sampai pada kesimpulan bahwa dasarnya kandungan Al-qur’an itu menjadi dua bagian. Bagian pertama berisi konsep-konsep dan bagian kedua berisi kisah-kisah sejarah dan perumpamaan.
Melalui pendekatan sejarah ini seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam yang bersifat empirism dan mendunia. Dari kedaan ini seseorang akan melihat adanya kesenjangan atau keselarassan antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada dalam empiris dan historis. Pendekatan kesejarahan ini amat dibutuhkan dalam memahami agama, karena Agama itu sendiri turun dalam situasi yang konkret bahkan berkaitan dengan kondisi sosial kemasyarakatan.

c.          Pendekatan Antropologis
Pendekatan ini dapat diartikan sebagai salah satu upaya dalam memahamai agama dengan cara melihat wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat. Melalui perndekatan ini agama tamapak lebih akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya.
Dalam berbagai penelitian antropologi. Agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik golongan masyarakat yang kurang mampu pada umumnya lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan yang mesianis, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial masyarakat. Sedangkan golongan orang yang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya.
Melalui pendekatan antropologi sosok agamayang berada pada daratan empiric akan dapat dilihat serat-seratnya dan latar belakang mengapa ajaran agama tersebut muncul dan dirumuskan. Antropologi berupaya melihat hubungan antara agama dengan berbagai pranata yang terjadi dimasyarakat.[8]

Dalam pendekatan ini kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, jika ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaan. Selanjutnya melalui pendekatan antropologis ini, kita dapat melihat agama dalam hubungannya dengan mekanisme pengorganisasian.
Salah satu konsep kunci terpenting dalam antropologi adalah modern adalah holisme, yakni pandangan bahwa prakyik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat yang sedang diteliti. Para antropologis harus melihat agama dan praktik-praktik pertanian, kekeluargaan dan politik, magic dan pengobatan (secara bersama-sama maka agama tidak bisa dilihat sebagai system otonom yang tidak terpengaruh oleh praktik-praktik sosial lainnya.[9]

d.            Pendekatan Psikologi
Psikologi atau ilmu jiwa adalah jiwa yang mempelajari jiwa seseorang melalui gejala perilaku yang dapat diamatinya. Menurut Zakiah Daradjat, perilaku seseorang yang tampak lahiriah terjadi karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Ilmu jiwa agama sebagaimana yang dikemukakan Zakiah Daradjat, tidak akan mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang dianut seseorang, melainkan yang dipentingkan adalah bagaimana keyakinan agama tersebut terlihat pengaruhnya dalam perilaku penganutnya.
Dengan ilmu jiwa ini seseorang selain akan mengetahui tingkat keagamaan yang dihayati, dipahami dan diamalkan seseorang juga dapat digunakan sebagai alat untuk memasukkan agama ke dalam jiwa seseorang sesuai dengan tingkatan uasianya. Dengan ilmu agama akan menemukan cara yang tepat dan cocok untuk menanamkannya.
Label “psikologi agama” seolah menunjukan bahwa bidang ini merupakan cabang psikologi yang concern dengan subjek agama, sejajar dengan psikologi pendidkan, atau psikologi olahraga, atau psikologi klinis. Akan tetapi kenyataanya, psikologi agama berada di bagian luar mainstream psikologi.[10]



IV.           KESIMPULAN
Menurut bahasa (etimologi), metode berasal dari bahasa Yunani, yaitu meta (sepanjang), hodos (jalan). Jadi, metode adalah suatu ilmu tentang cara atau lanhkah-langkah yang di tempuh dalam suatu disiplin tertentu untuk mencapai tujuan tertentu.
      Menurut istilah (terminologi), metode adalah ajaran yang memberi uraian, penjelasan, dan penentuan nilai. Metode biasa digunakan dalam penyelidikan keilmuan. Hugo F. Reading mengatakan bahwa metode adalah kelogisan penelitan ilmiah, sistem tentang prosedur dan teknik riset.
Pendektan antropolgi sangat dibutuhkan dalam memahami ajaran agama, karna dalam ajaran agama terdapat uraian dan informasi yang dapat dijelaskan lewat bantuan ilmu antropologi dengan cabang-cabangnya.
Sejarah atau histories adalah suatu ilmu yang didalamnya dibahas berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku dari peristiwa tersebut.

















DAFTAR PUSTAKA


Atho Mudzahar, Pendekatan Studi Islam, yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2007
Fanani , Muhyar, Metode Studi Islam, aplikasi sosiologi pengetahuan sebagai cara pandang,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008)
Partanto, Pios A M. dahlan al barry, Kamus Ilmiyah Populer, (Surabaya : penerbit arkola, 1994
Conolly , Peter, Aneka pendekatan studi agama, (Yogyakarta: Lkis, 2002).
Atang, abd.hakim & Jaih Mubarok. Metode studi islam.(Bandung: remaja rosdakarya 2009).
Kimia,tadris, Metodologi Studi Islam 2008. (Semarang : takimia production,2010
Nata, abbudin, metode studi islam,( Jakarta: Raja grafindo persada 2004


[1] . Atho Mudzahar, Pendekatan Studi Islam, yogyakarta : Pustaka Pelajar , 2007.hlm .11
[2] Muhyar Fanani, Metode Studi Islam, aplikasi sosiologi pengetahuan sebagai cara pandang,( Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008) hlm.ix.
[3] Pios A partanto M. dahlan al barry, Kamus Ilmiyah Populer, (Surabaya : penerbit arkola, 1994)hlm.462
[4] Ibid  hlm.20
[5]Peter Conolly,  aneka pendekatan studi agama, (Yogyakarta: Lkis, 2002).hlm 283
[6] Atang  abd.hakim & DR. Jaih Mubarok. Metode studi islam.(Bandung: remaja rosdakarya 2009).hlm 5
[7] Tadris Kimia 2008, Metodologi Studi Islam. (Semarang : takimia production,2010) hlm. 96
[8] Abbudin  nata, metode studi islam,( Jakarta: Raja grafindo persada 2004) hlm.391
[9] Ibid, hlm.34
[10] Ibid. hlm.191
Perbankan Syariah STAIN Metro Materi Kuliah, MSI, Semester I

Klik Like yaaa..?