Sudah lama admin Perbankan Syariah tidak memposting artikel dikarenakan terlalu banyak kesibukan. Namun mulai sekarang dan kedepannya admin akn selalu memposting dan memberikan artikel terupdate seperti Contoh Makalah, Informasi mengenai Lowongan Kerja, Informasi mengenai Beasiswa, PSAK Syariah, dan lain-lainnya.
Untuk kesempatan kali ini, admin akan memposting artikel mengenai Contoh Makalah Mudhorobah dan Murobahah. Selanjutnya lebih lengkap mengenai artikel tersebut silahkan baca di bawah ini :
BAB I
PENDAHULUAN
Perbankan syariah atau Perbankan Islam adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah (hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan produksi makanan/minuman haram, usaha media yang tidak islami dll), dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan konvensional.
Prinsip Perbankan Syariah
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain
Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan.
Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana.
Islam tidak memperbolehkan "menghasilkan uang dari uang". Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
BAB II
PRODUK PERBANKAN SYARIAH
Beberapa produk jasa yang disediakan oleh bank berbasis syariah antara lain:
I. Jasa untuk peminjam dana
Mudhorobah, adalah perjanjian antara penyedia modal dengan pengusaha. Setiap keuntungan yang diraih akan dibagi menurut rasio tertentu yang disepakati. Resiko kerugian ditanggung penuh oleh pihak Bank kecuali kerugian yang diakibatkan oleh kesalahan pengelolaan, kelalaian dan penyimpangan pihak nasabah seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan.
Musyarokah (Joint Venture), konsep ini diterapkan pada model partnership atau joint venture. Keuntungan yang diraih akan dibagi dalam rasio yang disepakati sementara kerugian akan dibagi berdasarkan rasio ekuitas yang dimiliki masing-masing pihak. Perbedaan mendasar dengan mudharabah ialah dalam konsep ini ada campur tangan pengelolaan manajemennya sedangkan mudharabah tidak ada campur tangan
Murobahah , yakni penyaluran dana dalam bentuk jual beli. Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan pengguna jasa kemudian menjualnya kembali ke pengguna jasa dengan harga yang dinaikkan sesuai margin keuntungan yang ditetapkan bank, dan pengguna jasa dapat mengangsur barang tersebut. Besarnya angsuran flat sesuai akad diawal dan besarnya angsuran=harga pokok ditambah margin yang disepakati. Contoh:harga rumah, 500 juta, margin bank/keuntungan bank 100 jt, maka yang dibayar nasabah peminjam ialah 600 juta dan diangsur selama waktu yang disepakati diawal antara Bank dan Nasabah. (asuransi islam)
II. Jasa untuk penyimpan dana
Wadi'ah (jasa penitipan), adalah jasa penitipan dana dimana penitip dapat mengambil dana tersebut sewaktu-waktu. Dengan sistem wadiah Bank tidak berkewajiban, namun diperbolehkan, untuk memberikan bonus kepada nasabah. Bank Muamalat Indonesia-Shahibul Maal.
Deposito Mudhorobah, nasabah menyimpan dana di Bank dalam kurun waktu yang tertentu. Keuntungan dari investasi terhadap dana nasabah yang dilakukan bank akan dibagikan antara bank dan nasabah dengan nisbah bagi hasil tertentu.
BAB III
PEMBAHASAN
I. Mudharabah
Secara bahasa mudharabah berasal dari akar kata dharaba – yadhribu – dharban yang bermakna memukul. Dengan penambahan alif pada dho’, maka kata ini memiliki konotasi “saling memukul” yang berarti mengandung subjek lebih dari satu orang. Para fukoha memandang mudharabah dari akar kata ini dengan merujuk kepada pemakaiannya dalam al-Qur’an yang selalu disambung dengan kata depan “fi” kemudian dihubungkan dengan “al-ardh” yang memiliki pengertian berjalan di muka bumi.
Mudharabah merupakan bahasa yang biasa dipakai oleh penduduk Irak sedangkan penduduk Hijaz lebih suka menggunakan kata “qirodh” untuk merujuk pola perniagaan yang sama. Mereka menamakan qiradh yang berarti memotong karena si pemilik modal memotong dari sebagian hartanya untuk diniagakan dan memberikan sebagian dari labanya.
Mudharabah juga dinamakan dengan muqaradhah yang berarti sama-sama memiliki hak untuk mendapatkan laba karena si pemilik modal memberikan modalnya sementara pengusaha meniagakannya dan keduanya sama-sama berbagi keuntungan. Dalam istilah fikih muamalah, mudharabah adalah suatu bentuk perniagaan di mana si pemilik modal menyetorkan modalnya kepada pengusaha/pengelola, untuk diniagakan dengan keuntungan akan dibagi bersama sesuai dengan kesepakatan dari kedua belah pihak sedangkan kerugian, jika ada, akan ditanggung oleh si pemilik modal.
Para ulama sepakat bahwa landasan syariah mudharabah dapat ditemukan dalam al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ dan qiyas. Menurut para ulama, Pihak pemodal (Investor) menyerahkan sejumlah modal kepada pihak pengelola untuk diperdagangkan. Dan berhak mendapat bagian tertentu dari keuntungan.1
عَلِمَ أَنْ سَيَكُونُ مِنْكُمْ مَرْضَى وَآخَرُونَ يَضْرِبُونَ فِي الْأَرْضِ يَبْتَغُونَ مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَآخَرُونَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَاقْرَءُوا مَا تَيَسَّرَ مِنْهُ
“Dia mengetahui bahwa akan ada di antara kamu orang-orang yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi yang berperang di jalan Allah, maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari al-Qur’an.” (Qs. Al Muzammil: 20)
“Maka apabila shalat (jum’at) telah ditunaikan, maka bertebaranlah di muka bumi dan carilah keutamaan Allah dan ingatlah allah banyak-banyak, sup[aya kamu beruntung” (Q.S al-Jum’ah : 10)
Dipandang secara umum, kandungan ayat di atas mencakup usaha mudharabah karena mudharabah dilaksanakan dengan berjalan-jalan di muka bumi dan ia merupakan salah satu bentuk mencari keutamaan Allah.
Menurut Madzhab Hanafi rukun mudharabah itu ada dua yaitu Ijab dan Qobul.
Sedangkan menurut Jumhur Ulama rukun mudharabah ada tiga macam yaitu
Adanya pemilik modal dan mudhorib,
Adanya modal, kerja dan keuntungan,
Adanya shighot yaitu Ijab dan Qobul.
Secara umum mudharabah dapat dibagi menjadi dua macam yaitu
1. Mudharabah muthlaqoh
Dimana pemilik modal (shahibul maal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) untuk mempergunakan dana tersebut dalam usaha yang dianggapnya baik dan menguntungkan. Namun pengelola tetap bertanggung jawab untuk melakukan pengelolaan sesuai dengan praktek kebiasaan usaha normal yang sehat (uruf).
2. Mudharabah muqoyyadah
Dimana pemilik dana menentukan syarat dan pembatasan kepada pengelola dalam penggunaan dana tersebut dengan jangka waktu, tempat, jenis usaha dan sebagainya.
SYARAT DAN RUKUN MUDHAROBAH
Al Mudharabah seperti usaha pengelolaan usaha lainnya memiliki tiga rukun:
1. Adanya dua atau lebih pelaku yaitu investor (pemilik modal) dan pengelola (mudharib).
Kedua pelaku kerja sama ini adalah pemilik modal dan pengelola modal. Disyaratkan pada rukun pertama ini keduanya memiliki kompetensi beraktifitas (Jaiz Al Tasharruf) dalam pengertian mereka berdua baligh, berakal, Rasyid dan tidak dilarang beraktivitas pada hartanya. Sebagian ulama mensyaratkan bahwa keduanya harus muslim atau pengelola harus muslim, sebab seorang muslim tidak ditakutkan melakukan perbuatan riba atau perkara haram. Namun sebagian lainnya tidak mensyaratkan hal tersebut, sehingga diperbolehkan bekerja sama dengan orang kafir yang dapat dipercaya dengan syarat harus terbukti adanya pemantauan terhadap aktivitas pengelolaan modal dari pihak muslim sehingga terlepas dari praktek riba dan haram.
2. Objek transaksi kerja sama yaitu modal, usaha dan keuntungan.
Objek transaksi dalam Mudharabah mencakup modal, jenis usaha dan keuntungan.
a. Modal
Dalam sistem Mudharabah ada empat syarat modal yang harus dipenuhi:
1. Modal harus berupa alat tukar/satuan mata uang (Al Naqd) dasarnya adalah ijma’ atau barang yang ditetapkan nilainya ketika akad menurut pendapat yang rojih.
2. Modal yang diserahkan harus jelas diketahui.
3. Modal yang diserahkan harus tertentu.
4. Modal diserahkan kepada pihak pengelola modal dan pengelola menerimanya langsung dan dapat beraktivitas dengannya.2
Jadi dalam Mudharabah disyaratkan modal yang diserahkan harus diketahui dan penyerahan jumlah modal kepada Mudharib (pengelola modal) harus berupa alat tukar seperti emas, perak dan satuan mata uang secara umum. Tidak diperbolehkan berupa barang kecuali bila ditentukan nilai barang tersebut dengan nilai mata uang ketika akad transaksi, sehingga nilai barang tersebut yang menjadi modal Mudharabah. Contohnya seorang memiliki sebuah mobil toyota kijang lalu diserahkan kepada Mudharib (pengelola modal), maka ketika akad kerja sama tersebut disepakati wajib ditentukan harga mobil tersebut dengan mata uang, misalnya Rp 80 juta; maka modal Mudharabah tersebut adalah Rp 80 juta.
Kejelasan jumlah modal ini menjadi syarat karena menentukan pembagian keuntungan. Apabila modal tersebut berupa barang dan tidak diketahui nilainya ketika akad, bisa jadi barang tersebut berubah harga dan nilainya seiring berjalannya waktu, sehingga memiliki konsekuensi ketidakjelasan dalam pembagian keuntungan.
b. Jenis Usaha
Jenis usaha di sini disyaratkan beberapa syarat:
1. Jenis usaha tersebut di bidang perniagaan
2. Tidak menyusahkan pengelola modal dengan pembatasan yang menyulitkannya, seperti ditentukan jenis yang sukar sekali didapatkan, contohnya harus berdagang permata merah delima atau mutiara yang sangat jarang sekali adanya.3
Asal dari usaha dalam Mudharabah adalah di bidang perniagaan dan bidang yang terkait dengannya yang tidak dilarang syariat. Pengelola modal dilarang mengadakan transaksi perdagangan barang-barang haram seperti daging babi, minuman keras dan sebagainya.
Pembatasan Waktu Penanaman Modal
Diperbolehkan membatasi waktu usaha dengan penanaman modal menurut pendapat madzhab Hambaliyyah. Dengan dasar dikiyaskan (dianalogikan) dengan sistem sponsorship pada satu sisi, dan dengan berbagai kriteria lain yang dibolehkan, pada sisi yang lainnya.
c. Keuntungan
Setiap usaha dilakukan untuk mendapatkan keuntungan, demikian juga Mudharabah. Namun dalam Mudharabah disyaratkan pada keuntungan tersebut empat syarat:
1. Keuntungan khusus untuk kedua pihak yang bekerja sama yaitu pemilik modal (investor) dan pengelola modal. Seandainya disyaratkan sebagian keuntungan untuk pihak ketiga, misalnya dengan menyatakan: ‘Mudharabah dengan pembagian 1/3 keuntungan untukmu, 1/3 untukku dan 1/3 lagi untuk istriku atau orang lain, maka tidak sah kecuali disyaratkan pihak ketiga ikut mengelola modal tersebut, sehingga menjadi qiraadh bersama dua orang. Seandainya dikatakan: ’separuh keuntungan untukku dan separuhnya untukmu, namun separuh dari bagianku untuk istriku’, maka ini sah karena ini akad janji hadiyah kepada istri.
2. Pembagian keuntungan untuk berdua tidak boleh hanya untuk satu pihak saja. Seandainya dikatakan: ‘Saya bekerja sama Mudharabah denganmu dengan keuntungan sepenuhnya untukmu’ maka ini dalam madzhab Syafi’i tidak sah.
3. Keuntungan harus diketahui secara jelas.
4. Dalam transaksi tersebut ditegaskan prosentase tertentu bagi pemilik modal (investor) dan pengelola. Sehingga keuntungannya dibagi dengan persentase bersifat merata seperti setengah, sepertiga atau seperempat. Apa bila ditentuan nilainya, contohnya dikatakan kita bekerja sama Mudharabah dengan pembagian keuntungan untukmu satu juta dan sisanya untukku’ maka akadnya tidak sah. Demikian juga bila tidak jelas persentase-nya seperti sebagian untukmu dan sebagian lainnya untukku.
Dalam pembagian keuntungan perlu sekali melihat hal-hal berikut:
1. Keuntungan berdasarkan kesepakatan dua belah pihak, namun kerugian hanya ditanggung pemilik modal. Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir menyatakan: “Keuntungan sesuai dengan kesepakatan berdua.” Lalu dijelaskan dengan pernyataan: “Maksudnya dalam seluruh jenis syarikat dan hal itu tidak ada perselisihannya dalam Al Mudharabah murni.” Ibnul Mundzir menyatakan: “Para ulama bersepakat bahwa pengelola berhak memberikan syarat atas pemilik modal 1/3 keuntungan atau ½ atau sesuai kesepakatan berdua setelah hal itu diketahui dengan jelas dalam bentuk persentase.”
2. Pengelola modal hendaknya menentukan bagiannya dari keuntungan. Apabila keduanya tidak menentukan hal tersebut maka pengelola mendapatkan gaji yang umum dan seluruh keuntungan milik pemilik modal (investor). Ibnu Qudamah menyatakan: “Diantara syarat sah Mudharabah adalah penentuan bagian (bagian) pengelola modal karena ia berhak mendapatkan keuntungan dengan syarat sehingga tidak ditetapkan kecuali dengannya. Seandainya dikatakan: Ambil harta ini secara mudharabah dan tidak disebutkan (ketika akad) bagian pengelola sedikitpun dari keuntungan, maka keuntungan seluruhnya untuk pemilik modal dan kerugian ditanggung pemilik modal sedangkan pengelola modal mendapat gaji umumnya. Inilah pendapat Al Tsauri, Al Syafi’i, Ishaaq, Abu Tsaur dan Ashhab Al Ra’i (Hanafiyah).” Beliaupun merajihkan pendapat ini.
3. Pengelola modal tidak berhak menerima keuntungan sebelum menyerahkan kembali modal secara sempurna. Berarti tidak seorangpun berhak mengambil bagian keuntungan sampai modal doserahkan kepada pemilik modal, apabila ada kerugian dan keuntungan maka kerugian ditutupi dari keuntungan tersebut, baik baik kerugian dan keuntungannya dalam satu kali atau kerugian dalam satu perniagaan dan keuntungan dari perniagaan yang lainnya atau yang satu dalam satu perjalanan niaga dan yang lainnya dalam perjalanan lain. Karena mkna keuntungan adalah kelebihan dari modal dan yang tidak ada kelebihannya maka bukan keuntungan. Kami tidak tahu ada perselisihan dalam hal ini.
4. Keuntungan tidak dibagikan selama akad masih berjalan kecuali apabila kedua pihak saling ridha dan sepakat. Ibnu Qudamah menyatakan: “Keuntungan jika tampak dalam mudharabah, maka pengelola tidak boleh mengambil sedikitpun darinya tanpa izin pemilik modal. Kami tidak mengetahui dalam hal ini ada perbedaan diantara para ulama.
Tidak dapat melakukannya karena tiga hal:
1. Keuntungan adalah cadangan modal, karena tidak bisa dipastikan tidak ada kerugian yang dapat ditutupi dengan keuntungan tersebut.sehingga berakhir hal itu tidak menjadi keuntungan
2. Pemilik modal adalah mitrra usaha pengelola sehingga ia tidak memiliki hak membagi keuntungan tersebut untuk dirinya.
3. Kepemilikannya tas hal itu tidak tetap, karena mungkin sekali keluar dari tangannya untuk menutupi kerugian.
Namun apabila pemilik modal mengizinkan untuk mengambil sebagiannya, maka diperbolehkan; karena hak tersebut milik mereka berdua.” 4
Hak mendapatkan keuntungan tidak akan diperoleh salah satu pihak sebelum dilakukan perhitungan akhir terhadap usaha tersebut. Sesungguhnya hak kepemilikan masing-masing pihak terhadap keuntungan yang dibagikan adalah hak yang labil dan tidak akan bersikap permanen sebelum diberakhirkannya perjanjian dan disaring seluruh bentuk usaha bersama yang ada. Adapun sebelum itu, keuntungan yang dibagikan itupun masih bersifat cadangan modal yang digunakan menutupi kerugian yang bisa saja terjadi kemudian sebelum dilakukan perhitungan akhir.
Perhitungan akhir yang mempermanenkan hak kepemilikan keuntungan, aplikasinya bisa dua macam:
Pertama: perhitungan akhir terhadap usaha. Yakni dengan cara itu pemilik modal bisa menarik kembali modalnya dan menyelesaikan ikatan kerjasama antara kedua belah pihak.
Kedua: Finish cleansing terhadap kalkulasi keuntungan. Yakni dengan cara penguangan aset dan menghadirkannya lalu menetapkan nilainya secara kalkulatif, di mana apabila pemilik modal mau dia bisa mengambilnya. Tetapi kalau ia ingin diputar kembali, berarti harus dilakukan perjanjian usaha baru, bukan meneruskan usaha yang lalu.
D. Pelafalan perjanjian.
Shighah adalah ungkapan yang berasal dari kedua belah pihak pelaku transaksi yang menunjukkan keinginan melakukannya. Shighah ini terdiri dari ijab qabul. Transaksi Mudharabah atau Syarikat dianggap sah dengan perkataan dan perbuatan yang menunjukkan maksudnya.
Syarat Dalam Mudharabah
Pengertian syarat dalam Al Mudharabah adalah syarat-syarat yang ditetapkan salah satu pihak yang mengadakan kerjasama berkaitan dengan Mudharabah. Syarat dalam Al Mudharabah ini ada dua:
1. Syarat yang shahih (dibenarkan) yaitu syarat yang tidak menyelisihi tuntutan akad dan tidak pula maksudnya serta memiliki maslahat untuk akad tersebut. Contohnya Pemilik modal mensyaratkan kepada pengelola tidak membawa pergi harta tersebut keluar negeri atau membawanya keluar negeri atau melakukan perniagaannya khusus dinegeri tertentu atau jenis tertentu yang gampang didapatkan. Maka syarat-syarat ini dibenarkan menurut kesepakatan para ulama dan wajib dipenuhi, karena ada kemaslahatannya dan tidak menyelisihi tuntutan dan maksud akad perjanjian mudharabah.
2. Syarat yang fasad (tidak benar). Syarat ini terbagi tiga:
• Syarat yang meniadakan tuntutan konsekuensi akad, seperti mensyaratkan tidak membeli sesuatu atau tidak menjual sesuatu atau tidak menjual kecuali dengan harga modal atau dibawah modalnya. Syarat ini disepakati ketidak benarannya, karena menyelisihi tuntutan dan maksud akad kerja sama yaitu mencari keuntungan.
• Syarat yang bukan dari kemaslahatan dan tuntutan akah, seperti mensyaratkan kepada pengelola untuk memberikan Mudharabah kepadanya dari harta yang lainnya.
• Syarat yang berakibat tidak jelasnya keuntungan seperti mensyaratkan kepada pengelola bagian keuntungan yang tidak jelas atau mensyaratkan keuntungan satu dari dua usaha yang dikelola, keuntungan usaha ini untuk pemilik modal dan yang satunya untuk pengelola atau menentukan nilai satuan uang tertentu sebagai keuntungan. Syarat ini disepakati kerusakannya karena mengakibatkan keuntungan yang tidak jelas dari salah satu pihak atau malah tidak dapat keuntungan sama sekali. Sehingga akadnya batal.
II. Murabahah
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.Pembayaran atas akad jual beli dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal yang membedakan murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
Penjualan dapat dilakukan secara tunai atau kredit , jika secara kredit harus dipisahkan antara keuntungan dan harga perolehan .Keuntungan tidak boleh berubah sepanjang akad , kalau terjadi kesulitan bayar dapat dilakukan restrukturisasi dan kalau kesulitan bayar karma lalai dapat dikenakan denda. Denda tersebut akan dianggap sebagai dana kebajikan . Uang muka juga dapat diterima , tetapi harus dianggap sebagai pengurang piutang.
A. JENIS MURABAHAH
1. Murabahah Berdasarkan Pesanan (Murabahah to the purcase order)
Murabahah ini dapat bersifat mengikat atau tidak mengikat. Mengikat bahwa apabila telah memesan barang harus dibeli sedangkan tidak mengikat bahwa walaupun telah memesan barang tetapi pembeli tersebut tidak terikat maka pembeli dapat menerima atau membatalkan barang tersebut .
2. Murabahah Tanpa Pesanan
Murabahah ini termasuk jenis murabahah yang bersifat tidak mengikat. Murabahah ini dilakukan tidak melihat ada yang pesan atau tidak sehingga penyediaan barang dilakukan sendiri oleh penjual.
B. RUKUN DAN SYARAT MURABAHAH
A. Pengertian Rukun Murabahah
Rukun adalah suatu elemen yang tidak dapat dipisahkan dari suatu kegiatan atau lembaga, sehingga bila tidak ada salah satu elemen tersebut maka kegiatan terdebut dinyatakan tidak sah atau lembaga tersebut tidak eksis.
Menurut Jumhur Ulama ada 4 rukun dalam murabahah, yaitu Orang yang menjual(Ba'I'),orang yang membeli(Musytari), Sighat dan barang atau sesuatu yang diakadkan.
B. Syarat Murabahah
1. Pihak yang berakad,yaitu Ba'i' dan Musytari harus cakap hukum atau balik (dewasa), dan mereka saling meridhai (rela)
2. Khusus untuk Mabi' persyaratanya adalah harus jelas dari segi sifat jumlah, jenis yang akan ditransaksikan dan juga tidak termasuk dalam kategori barang haram.
3. Harga dan keuntungan harus disebutkan begitu pula system pembayarannya, semuanya ini dinyatakan didepan sebelum akad resmi (ijab qabul) dinyatakan tertulis.
C. DASAR HUKUM MURABAHAH
Dalam islam,perdagangan dan perniagaan selalu dihubungkan dengan nilai-nilai moral,sehingga semua transaksi bisnis yang bertentangan dengan kebajikan tidaklah bersifat islami.
• Al-Qur'an
"Hai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan (mengambil) harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka rela diantaramu, dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu." (QS.An-Nisa’ : 29)
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS.2:275)
• Al-Hadist
Dari Abu Sa'id Al-Khudri , bahwa Rasullulah Saw bersabda: "Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka".(HR.al-Baihaqi,Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu Hibban)
D. KETENTUAN UMUM MURABAHAH
1. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki atau hak kepemilikan telah berada ditangan penjual.
2. Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal (harga pembeli) dan biaya-biaya lain yang lazim dikeluarkan dalam jual beli..
3 .Ada informasi yang jelas tentang hubungan baik nominal maupun presentase sehingga diketahui oleh pembeli sebagai salah satu syarat sah murabahah
4. Dalam sistem murabahah, penjual boleh menetapkan syarat kepada pembeli untuk menjamin kerusakan yang tidak tampak pada barang, tetapi lebih baik syarat seperti itu tidak ditetapkan.
5. Transaksi pertama (anatara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (anatara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah.
E. APLIKASI MURABAHAH DI LKS (lembaga keuangan syariah)
A. PENGERTIAN
Dalam daftar istilah himpunan fatwa DSN (dewan syariah nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank islam. Dalam islam, jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang diridhai oleh Allah SWT.
"Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba" (QS. Al-baqarah :275).
B. Rukun dan Syarat
Rukun murabahah dalam perbankan adalah sama dengan fiqih dan hanya dianalogikan dalam pratek perbankannya.
Mengenai syarat yang diminta oleh bank adalah sesuai dengan kebijakan bank syariah yang bersangkutan.umumnya persyaratan tersebut menyangkut tentang barang yang diperjual belikan, harga dan ijab qobul (akad). Rasulallah SAW. Bersabda: "kaum muslimin boleh melangsungkan sesuatu berdasarkan ketentuan yang mereka tetapkan". (HR. Abu daud & Hakim)
C. HARGA DAN KEUNTUNGAN
Bank menjual harga barang sesuai harga pokok yang dibeli dari pemasok ditambah dengan keuntungannya yang disepakati bersama.
Selama akad belum berakhir, maka harga jual beli tidak boleh berubah.
Sistem pembayaran dan jangka waktunya yang disepakati bersama.
BAB IV
KESIMPULAN
Prinsip perbankan syariah pada akhirnya akan membawa kemaslahatan bagi umat karena menjanjikan keseimbangan sistem ekonominya. Hal yang sangat disayangkan karena kurangnya pengetahuan tentang prinsip tersebut sehingga masih banyak masyarakat yang kurang percaya dan kurang merasa mudah menggunakan fasilitas-fasilitas yang terdapat dalam prinsip-prinsip Bank Syari'ah. Didalam perbankan syari'ah telah diatur berbagai macam transaksi yang tidak merugikan bagi kedua pihak. Karena jika sampai ada yang dirugikan dan dirugikan maka sudah melanggar ajaran Islam itu sendiri. Prinsip perbankan syari'ah itu sendiri bersumber dari Al-Qur'an dan Hadits.
Demikianlah artikel mengenai Contoh Makalah tentang Modhorobah dan Murobahah yang dapat admin berikan. Semoga artikel tersebut dapat bermanfaat dan dapat membantu menyelesaikan tugas kuliahnya.
Perbankan Syariah STAIN Metro
Karya Ilmiah,
Materi Kuliah,
Perbankan Syariah